“Ilahi telah memberi kita hidup dengan Cuma-Cuma. Ibu pertiwi memberi kita tumpangan berdiri di atas perutnya dengan Cuma-cuma. So, mari kita membayar kehidupan dan tumpangan ini, juga dengan Cuma-Cuma. Cuma-Cuma yang bukan sekedar Cuma”
Saya baru dua bulan resmi domisili di Polewali Mandar. And you know, hal yang paling menyedihkan adalah loe hidup tanpa teman di satu tempat. Yap, meskipun tidak murni sendiri karena tinggal serumah dengan senior. Tapi, hidup berdua saja tidak cukup, kurang rame dan seru. Monoton. Beda kasus kalau yang couple (katanya sih begitu, saya juga belum pernah survei mengenai ini,hehe).
Selama dua bulan di sini karena tuntutan pekerjaan, kegiatan saya hanya berangkat kantor pagi dan pulang ke rumah petang. Hanya diselingi jogging di jalan tepi sawah, kayak anak hilang sendirian saat weekend. Tapi part jogging di weekend tidak pernah kusesali, karena itu adalah saat-saat yang keren dalam satu pekanku. Jogging sambil menghirup aroma-aroma kehidupan dari hasil kerja indah tangan-tangan tangguh, Petani.
Sekitar sebulan lalu seorang senior yang bertugas di BPS Provinsi Sulawesi Barat, sebelumnya pernah tugas di Polewali Mandar memberi info tentang Kelas Inspirasi. Saya disuruh tanya ke Mbah google untuk lebih jelasnya. Like fans page-nya di facebook. Waktu itu saya langsung tertarik. Suing..suing berselancarlah saya di dunia maya. Tapi, sayang sekali kurang fokus waktu itu. Ada banyak iklan lebih penting yang minta di selesaikan (red: kerjaan negara). Alhasil, saya tidak menemukan yang kucari. Terabaikan. Hingga tanggal 2 Juni 2014, saya diberi tugas oleh big bos membuat kuesioner monitoring survei yang sedang berjalan. Jam istirahat otak sudah sangat jenuh, akhirnya buka Mas facebook.
Saat asyik chat dengan salah satu Widyaiswara ketika prajabatan kemaren, saya ditanya tentang agenda weekend kali ini. Jujur belum ada. Tiba-tiba teringat dengan kelas inspirasi tempo hari. Lansung search. Jeng..jeng. Ketemu. Dan ternyata deadline untuk pendaftaran relawannya tinggal 2 atau 3 hari. Tanpa berpikir lebih jlimet lagi se-jlimet rumus-rumus statistik. Saya langsung daftar setelah membaca profil KI dan beberapa testimoni.
Hari kamis, saat saya masih dalam kondisi pemulihan jiwa (nah loh. Bukan, maksudnya pemulihan setelah collapse karena kelelahan dua bulan masa shocking culture), sekitar jam 19.30 WITA, saya mendapatkan sms dari salah satu panitia KI Sulbar Polewali Mandar. Isinya pernyataan di terima sebagai relawan pengajar. Saya memastikan dulu jadwal pelaksanaan hari inspirasinya. Ternyata pelaksanaannya bertepatan dinas luar, tapi masih sekitaran Kabupaten Polman. Deal. OK. InsyaAllah saya bisa.
Hari minggu 8 juni 2014, kami kumpul untuk briefing. Ketika masuk ke ruangan, saya melihat beberapa orang sedang memegang bundelan kertas. Semacam modul. Saya penasaran itu apa? Ternyata itu ada dalam attacment email yang dikirim. Hahay, karena keseringan di daerah dengan sinyal timbul tenggelam kayak di sapu ombak. Alhasil, email hp tidak sincron dan tidak terdeteksi. Jujur sampai detik saya menulis ini belum liat bagaimana rupa dalam email itu.
D-Day. Hari ini 9 juni 2014. Kami yang terbagi dalam 8 tim langsung menuju lokasi masing-masing. Saya berada di tim terakhir. Ini pun karena hasil nego. Menyedihkan sekali ketika orang-orang sudah mendapatkan tim masing-masing, dan nama saya tidak ada di tim mana pun. Wahahay. Akhirnya saya minta ke panitia untuk di masukkan ke tim paling jauh dan paling sulit medannya kalau bisa. Jiwa petualangnya sedang mengubun-ubun. Dan saya ditakdirkan di tim 8. MI DDI Biru. Lokasinya di Kecamatan Binuang, tapi medannya lumayan berat. Naik gunung dengan kondisi jalan licin. Tapi, di sinilah serunya. Fantastic, wonderful. Kanan kiri gunung dan lembah. Karena tingginya, laut sampai terlihat dari atas sana.
Sepanjang jalan disambut dedaunan hijau. Rasanya menyegarkan sekali bisa menghirup aroma tanah yang basah bercampur aroma klorofil dedaunan. Saat seperti ini sudah pasti akan membuka masker penutup hidung. Menarik nafas panjang membiarkan udara segar memenuhi kantung-kantung paru-paruku. Menahannya sejenak untuk menikmati saripati alam. Sekedar tambahan info nih, menurut salah satu instruktur selfdefense yang pernah kutemui, menghirup nafas dalam-dalam bisa menjadi sumber tenaga dalam yang besar.
Perjalanan menuju ke sekolah tujuan berbagi inspirasi memang fantastic, tetapi bukan hanya itu. Semua yang di sana juga fantastic bagi saya. Kondisi sekolahnya terus terang jauh dari bayangan saya. Meskipun kondisi sekolah seperti MI DDI Biru bukan hal asing juga, tapi tetap saja sempat menampar masa kanak-kanak saya. Maklum saja, terbiasa hidup di daerah dataran rendah dengan kondisi tanah kering berpasir dan sekolah dengan halaman luas. Sehingga di jam istirahat bisa main kejar-kejaran bebas di halaman sekolah tanpa perlu takut becek. Sedih membayangkan bagaimana mereka menghabiskan masa-masa bahagianya dengan halaman kecil dan becek seperti itu? Tapi begitu melihat binar di mata mereka, semua hipotesisku tadi tertolak. Mereka bahagia meski dengan kondisi seperti itu.
Berdasarkan informasi awal, jumlah keselurahan siswa di MI DDI Biru sekitar 60 orang. Akan tetapi, setibanya di tempat ternyata yang bisa hadir hanya sekitar 48 orang. Kelas 1 sampai 6. Rencana awal kami membagi merekamenjadi 3 kelas batal. Tidak memungkinkan. Akhirnya diputuskan membagi 2 kelas saja. Sementara relawan pengajar ada 4 orang. Dua relawan pengajar masuk sesi pertama. Sementara saya masuk sesi ke dua. Sambil menunggu sesi pertama selesai, saya mengerjakan beberapa properti yang belum sempat diselesaikan semalam.