Mohon tunggu...
Ki Plered
Ki Plered Mohon Tunggu... -

Plered hanyalah air yang mencari kawan sebagai teman seperjalanan dalam parit-parit kecil, sungai, atau ia yang mengairi sawah dan diminum ternak, menguap, ikut dalam mega-mega, turun sebagai hujan di gunung serta kembali dalam proses menuju pangkuan samudera raya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Raja Bijak, Nenek Sihir, dan... Negeri Ini Kapan Sembuhnya?

5 November 2010   06:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:50 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sebuah negeri yang dipimpin oleh Raja Bijaksana, hiduplah seorang Nenek Sihir yang pandai membuat ramuan gila. Ahli sihir ini telah meracuni sumur istana dengan ramuan gila. Ia berharap agar Raja Bijak meminumnya dan menjadi gila. Dengan demikian mudah baginya untuk menggulingkan tahta. Setidaknya, kegilaan Raja adalah modal isyu politik yang bisa dijadikan scenario besar, bahan bakar untuk memprofokasi rakyat agar berdemonstrasi, DPR mengajukan mosi tidak percaya, yang ahirnya berujung pada pemecatan Raja Bijak. Jadi, agenda besarnya ini tidak sekedar isyu kacangan tentang bencana alam yang tidak akan berahir selama negeri ini dipimpin oleh Raja Bijak. Bayangkan saja...Raja Bijak bukan hanya 'nyudo-nyowo' sebagai tumbal, melainkan juga GILA!

Pada waktu yang sama, kemarau panjang melanda negeri. Seluruh sumur dan mata air di negeri ini kering, kecuali sumur istana. Raja Bijak mengadakan rapat koordinasi dengan seluruh aparat negeri. Walhasil, Raja mengambil keputusan bahwa ia bersumpah tidak akan meminum air dari sumur istana sebelum seluruh rakyatnya mendapatkan air minum. Sungguh, sebuah keputusan yang bijaksana. Seluruh rakyat menyambut kebaikan rajanya. Di sudut-sudut perkotaan, di lorong-lorong pedesaan, dan dipegunungan, bergema segala pujian untuk Raja Bijak. Mereka berdo'a semoga Raja yang bijaksana diberkahi dan panjang umur.

Lain halnya dengan Nenek Sihir. Ia tercenung sendiri di pinggir hutan. Membayangkan bahwa semua rencananya akan mengalami kegagalan. Pikirnya, "Wah, hancur sudah strategi besarku. Kenapa harus ada kemarau? Dan, Raja tolol itu kok ya mesti bersumpah ndak mau minum? Bisa berabe kalau yang minum air sumur itu bukan Raja Bijak, tp malah rakyatnya. Edan...edan!"

Pada hari yang telah ditentukan, rakyat berduyun-duyun ke istana. Mereka bukan hanya mau bersilaturrahmi dengan raja yang telah memberlakukan 'Open House', melainkan juga menukarkan girig/kartu BLM (Bantuan Langsung Minum) dengan air sumur istana. Antrian mereka sungguh tertib. Petugas yang melayani juga ramah dan terampil--tanpa uang tip tambahan, lho!--. Pengelolaannya memang sudah dirancang sedemikian rupa untuk menghindari timbulnya korban. Bahkan, agar tidak ada yang mati terinjak-injak dalam antrian, semua yang hadir dilarang memakai sepatu (termasuk aparat yang menangani; soalnya banyak kasus yang mati terinjak sepatu aparat juga).

Satu-persatu rakyat negeri meminum sumur istana. Dan, mereka mulai tertawa. Nenek Sihir yang mengamati dari kejauhan, menundukkan kepala. Hampir saja ia berputus asa dan pulang, kalau saja tidak terdengar teriakan yang mengejutkan dari lingkungan istana.

"Raja kita telah gila! Raja kita gila!"

"Ya, ayo kita turunkan dari tahta!"

"Gak sudi aku duwe raja gemblung!"

"Benar, Raja telah menjadi gila!"

Begitu suara-suara dari rakyat yang telah meminum air sumur secara bersahutan. Nenek Sihir kembali bersemangat. Ia berani mendatangi istana lebih dekat, meskipun hatinya diliputi keheranan. "Mengapa malah Raja Bijak yang tidak minum air itu malah dianggap gila? Ah...tapi ndak pa-pa! Apapun efek ramuan itu, yang jelas aku tetap dalam posisi yang diuntungkan."

Bukan hanya Nenek Sihir yang keheranan. Raja Bijak pun bingung. Orang yang meminum air sumur istana tiba-tiba saja berperilaku seperti orang gila. Kadang orang itu tertawa, menangis, marah, membentak, dan bahkan meneriaki rajanya gila. Demikian pula seluruh staf kerajaan yang telah meminum air sumur (yang serakah dan kelebihan dosis lebih parah lagi, mereka nungging-nungging kaya kuda lumping).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun