Mohon tunggu...
Ki Plered
Ki Plered Mohon Tunggu... -

Plered hanyalah air yang mencari kawan sebagai teman seperjalanan dalam parit-parit kecil, sungai, atau ia yang mengairi sawah dan diminum ternak, menguap, ikut dalam mega-mega, turun sebagai hujan di gunung serta kembali dalam proses menuju pangkuan samudera raya.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Rumah Besar Dekat Taman Kota

27 Agustus 2014   19:31 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:22 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Rumah besar dekat taman kota.

“Minta airnya, Pak Haji.”

“Ha…ha…ha…,”orang tua itu tertawa. Kemudian berkata dengan suara lantang hingga orang-orang disekitarnya menoleh, “Cuma air? Sumurnya sekalian, Elo minta gue kasih! Asal kuat bawanya!”

“Makasih, Pak Haji,” segera kuputar kran dan meminumnya beberapa teguk untuk menghilangkan dahaga. Saat itu, ada suara berbisik kepadaku.

“Semoga tidak ada malaikat yang mencatat do’a-nya.”

***

Tahun belum berganti. Taman kota yang sama.

“Minta minumnya, Mas!” seorang lelaki tua meletakkan karung bawaannya dan duduk di sebelahku. Iapun segera menerima botol air minum yang aku sodorkan. Diawali dengan menatapku dalam, selanjutnya mendekapku erat. Di sela-sela helaan nafasnya yang berat, lelaki tua itu berkata, “Maafkan atas kesombongan saya, Mas.”

Aku terperanjat. Ia nampak jauh lebih tua daripada yang pernah kutemui sebelumnya.  Dari sudut mata cekung itu menetes air bening. Turun…membawa serta debu yang menempel di pipi keriput itu. Kemudian, Lelaki itu pun bercerita tentang banyak hal sejak perjumpaannya denganku. Aku tak mampu berkata-kata, apalagi menanyakan tentang apa yang terjadi dengan sumurnya hingga ia meminta minum.

Pembicaraan kami terputus ketika truk pengangkut sampah berhenti tidak jauh dari taman. Lelaki itu buru-buru bangkit, tangannya dengan cepat meraih karung dan pengait besi  senjata khas pemulung, kemudian berlari ke arah truk. Caranya berdiri sangat berbeda dari sebelum tadi meminta minum. Wajahnya berseri, bahkan nampak lebih muda dari pertemuanku beberapa bulan lalu. Demikian juga dengan suaranya waktu mengucapkan salam berpisah pun lebih gagah dan lantang.

“Mumpung belum keduluan yang lain, Mas! Assalamu’alaikum!” katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun