Mohon tunggu...
Khairil Hamdy
Khairil Hamdy Mohon Tunggu... -

A father of 4. A proud grandpa.\r\nMenyukai Matematika, Seni dan membaca berita olahraga dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

UN, Cara Menghadapinya...

12 Mei 2011   08:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:48 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_109003" align="aligncenter" width="300" caption="dyatmika.com"][/caption] Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. (Wikipedia) UN (Ujian Nasional) baru saja usai. Kepanikan yang dihadapi oleh anak-anak didik, guru dan orangtua sudah pula berlalu. Sekarang adalah saat yang mendebarkan. Berdebar menunggu hasil. Mungkin ada anak-anak yang sampai sekarang tidak bisa makan dengan lahap karena kecemasan menunggu hasil Ujian Nasional yang baru dihadapinya. UN tidak saja mengundang perhatian mereka yang terlibat langsung dengan dunia pendidikan. Tapi juga pemerintah. Heran juga membaca berita betapa Gubernur memberikan perhatian besar terhadap Ujian Nasional ini, sampai-sampai ada Gubernur yang dengan penuh percaya diri bahwa anak didik di propinsi yang dipimpinnya akan lulus 100%. Persentase kelulusankah yang terpenting dari Ujian Nasional? Kalau itu yang menjadi tujuan maka janganlah heran bila kelulusan itu dilakukan dengan berbagai cara. Selain cara yang salah menurut hukum, ada pula yang melakukan istigotsah, doa bersama; justru pada saat-saat Ujian Nasional sudah di depan mata. Keheranan ini yang menggelitik saya untuk menuliskan pendapat. Pendapat ini tidak ilmiah, karena saya bukan pakar di bidang pendidikan. Tapi saya merasa berkewajiban untuk berbagi. Tidak saja kepada orangtua tapi juga untuk mereka yang saat ini sedang sekolah sebagai murid/pelajar. Tulisan ini berdasarkan pengalaman yang saya alami, juga dari melihat cara anak-anak saya menghadapi ujian, baik ujian sekolah maupun ujian nasional. Kebetulan ketiga orang anak saya mempunyai karakter berbeda, berbeda pula cara mereka menyiasatinya. Tapi alhamdulillah, ketiganya dapat menghadapi semua ujian nasional dengan hasil yang baik. Kenapa anak-anak saya yang dijadikan panduan, karena kalau cara saya yang dipakai mungkin sudah terlalu lama. Saya ikut ujian nasional tingkat SMA sudah 33 tahun yang lalu. Jadi cara saya mungkin sudah kuno. Dari pengalaman itu, saya dapat katakan bahwa kuncinya sangat sederhana dan gampang. Kuncinya cuma berlajar berkesinambungan. Belajar tanpa henti dan melakukannya dengan ikhlas. Supaya dapat ikhlas, haruslah disadari bahwa ujian nasional ini untuk DIRI SENDIRI. Bukan untuk ayah, ibu, kakek, nenek, aak, teteh apalagi untuk Gubernur, anggota DPR atau Presiden. Mereka cuma berkepentingan anda lulus, untuk memastikan bahwa kelulusan di daerahnya kelulusan mencapai 100%, tidak perduli bagaimana anda melakukannya. Yang penting lulus. BELAJAR KERAS [caption id="attachment_109004" align="alignleft" width="490" caption="kembangtoge.blogspot.com"][/caption] Ini dilakukan anak pertama saya. Saya dan ibunya tidak pernah memaksanya belajar. Jangankan memaksa, menyuruhnya pun tidak. Kami berdua bahkan mengingatkannya untuk berhenti belajar. Anak ini adalah pembelajar yang luar biasa. Dia berani memasang target sendiri bukan untuk kenaikan kelas atau kelulusan, tapi untuk nilai berapa yang didapatkannya. Kami, orangtuanya, terkaget-kaget ketika kelas 2 SD dia sudah berani mematok nilai matematika yang akan didapatkannya untuk caturwulan kedua, setelah nilai caturwulan pertamanya di kelas 2 itu tidak begitu bagus. Saat itulah ia pertama kali menemukan cara belajarnya. Ia bangun jam 4. Sebelum subuh. Dia duduk di meja belajarnya dan belajar dengan tekun. Beberapa menit sebelum subuh, ia mandi dan shalat subuh. Mengaji sebentar lalu mendengarkan musik kegemarannya. Ketika SMA mendengar musik itu digantikan dengan main gitar. Jam 6 lewat sedikit ia sarapan lalu berangkat sekolah. Pulang sekolah ia shalat lalu makan siang. Belajar sekitar 1 jam lalu tidur siang. Malam usai magrib ia juga belajar. Juga setelah isya. Tak perlu disuruh-suruh atau diawasi. Lalu kapan mainnya? Dia main playstation hanya pada Sabtu atau Minggu. Kalau sedang menghadapi ujian, playstation akan dimasukkan kembali ke kardus dan diletakkan di atas lemari. Takut tergoda, katanya. BELAJAR SANTAI [caption id="attachment_109006" align="alignright" width="276" caption="link-bushry.blogspot.com"][/caption] Ini adalah tipe anak kedua saya. Di rumah, pada saat abangnya (anak pertama saya) belajar, dia santai. Nonton tv kesukaannya yaitu drama korea atau membaca majalah. Tidak pernah ia kelihatan belajar pada malam hari. Jam tujuh sudah tidur. Lalu kapan belajarnya? Dia belajar dan mengerjakan PRnya di sekolah. Ia memang cerdas. IQnya 144, beda dengan abangnya yang cuma 118. Saya sendiri kecolongan tidak tahu kapan dia belajar membaca. Tahu-tahu sudah bisa. Itu di saat dia belum masuk TK. Dengan sekali diterangkan dia sudah mengerti. Sekali baca langsung ingat. Saya ingat ketika TK dia sudah bisa membaca buku cerita lalu menceritakan cerita yang dibacanya dengan bahasanya sendiri. Mungkin saat TK adalah masa yang paling membosankan baginya. Saya ingat dulu kalau sedang libur saya menungguinya. Wajahnya cemberut melihat teman-temannya membaca dengan terbata-bata. Saat bel pulang berbunyi adalah saat yang paling membahagiakannya. Wajahnya berseri dan langsung menghampiri saya dengan berlari. Sepanjang perjalanan pulang dia protes kenapa teman-temannya belum juga bisa lancar membaca. Saya coba menenangkannya dan memberinya pengertian bahwa tiap anak berbeda. Tidak setiap anak dapat belajar membaca dengan cepat. Sering saya melihat wajah tidak mengertinya, tapi ia diam. Begitu seterusnya sampai kelas 3 SMA. Saat inilah baru saya melihatnya belajar pada malam hari. Itu pun hanya beberapa menit membuka buku lalu tidur. Ia rajin menulis dan tulisannya enak dibaca. Ia dapat bercerita dengan lancar. Saya sering mengumpulkan tulisan-tulisan yang menjadi tugasnya ketika kuliah. BELAJAR TERGANTUNG MOOD [caption id="attachment_109008" align="alignleft" width="242" caption="blog.uad.ac.id"][/caption] Ini cara anak ketiga saya belajar. Ia gabungan antara kedua kakaknya. Belajarnya tergantung mood. IQnya juga berada antara keduanya, 128. Cukuplah. Ia bisa saja tekun belajar, tapi di saat lain bisa cuma baca buku cerita atau tiduran untuk mendengar lagu-lagu kesayangannya. Tak ada yang istimewa dalam cara belajarnya. Tapi ia juga dapat menyelesaikan semua UNnya dengan sangat baik, bahkan di saat ia dalam kesedihan yang mendalam. Hanya saja memang saya lebih banyak meluangkan waktu untuk mengajarinya, dibandingkan dengan kedua kakaknya. Terutama Matematika. Kalau pelajaran lain, cukuplah saya menyediakan buku-buku yang dibutuhkannya. Itulah kiat ketiga anak saya belajar. Terutama dalam menghadapi ujian termasuk UN. Tidak ada yang istimewa memang, tapi yang pasti tidak ada cara belajar yang instan. Harus terus menerus. Tidak mungkin hanya belajar pada saat ujian sudah dekat. Belajar harus setiap hari. Tidak perlu lama menghabiskan waktu dalam belajar. Berikut tips yang pernah saya lakukan: 1. Di sekolah, dengarkan penjelasan guru dengan tekun. Tanyakan hal yang tidak mengerti. Kalau waktu tidak memungkinkan, tanya teman yang sudah mengerti. 2. Pulang sekolah, ulangi pelajaran yang tadi di dapat di sekolah. Tidak perlu lama. Kalau memang ada PR, kerjakan. 3. Tidak ada yang pelajaran yang sulit. Semua akan mudah kalau kita mengerti. Rajinlah mencari referensi dari buku yang lain karena buku pegangan di sekolah acapkali tidak memadai. 4. Kalau memang hobi nonton TV, bawa buku sambil menonton. Baca buku ketika sedang iklan. Walau yang terbaca cuma satu paragraf. 5. Untuk pelajaran ilmu pasti, rajin-rajin mengerjakan soal. Kerjakan yang mudah terlebih dahulu, baru yang sulit. 6. Begitu juga pada waktu ujian. Jika ada soal yang terasa sulit, tinggalkan dulu. Kerjakan yang terasa mudah dan lebih dimengerti. Bila masih cukup waktu baru mengerjakan soal yang terasa sulit. 7. Yang paling penting adalah mencamkan dalam diri bahwa tidak ada cara instan untuk belajar dan tidak ada pelajaran yang tidak penting. Pelajaran sewaktu SD akan dipakai di SMP dan SMA. Demikian seterusnya. Jadi jangan coba-coba meremehkan pelajaran waktu SD. Harus tetap dikuasai agar tidak kesulitan sewaktu berada di jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 8. Tetaplah berdoa agar dimudahkan dalam menuntut ilmu. Karena semua keberhasilan dan juga kegagalan berasal dariNYA. SELAMAT BELAJAR!!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun