Pagi hari, pukul 07.13 WITA
"Cepat berangkat, nanti telat. Bisa dicatet DT nanti di daftar hadir!"
Nyampe kantor pukul 07.28 WITA. Dengan modal pulpen di tangan bersiap tanda tangan daftar hadir. Banyak orang berkerumun untuk antri tanda tangan. Kurang satu orang lagi, tangan siap terulur meraih lembaran daftar hadir. Tapi ternyata, si ibu dengan santainya dengan "sok jadi pahlawan" bagi temannya, menandatangani sekurangnya tujuh nama.
"Bu, maaf. Saya mohon menyela, satu saja. Saya mau tanda tangan."
Si ibu tidak peduli dan terus saja.
Ah Ibu, anda harusnya jadi panutan. Anda digaji dengan uang rakyat. Ibu pengawas bagi para guru, tapi kok harus seperti itu? Setidaknya berusaha jujur pada diri sendiri itu lebih baik. Apa karena akan kehilangan sejumlah rupiah kalau tidak mengisi daftar hadir, anda harus mengorbankan harga diri di depan banyak orang. Mungkin anda merasa diri anda jadi pahlawan, tapi tidak bagi saya.
Lembaran kertas itu diserahkan ke saya sambil dengan muka masam. Saya cuek saja. Menandatangani dan bergegas masuk ruangan.
-
Hari pertama masuk kantor setelah cuti bersama, saat halal bi halal dengan pejabat, pegawai harus mengisi daftar hadir. Ibu yang sama, sebelum saya juga. Menanda tangani hampir selembar daftar hadir dengan jumlah kurang lebih 10 orang. Kembali saya nyeletuk, "wah ibu hebat. Bisa hapal tanda tangan banyak orang."
Si ibu tersenyum kecut. Giliran saya yang cuek. Dan bergegas berbaris apel pagi di depan gedung besar sambil menunggu waktu untuk halal bi halal.
Ah.... Bulan depan tunjanganku dipotong 243 ribu gara-gara lupa tanda tangan saat pulang. Masih ingat teman yang nyeletuk, tanda tanganmu kok susah sekali. Maaf, kalau saya menolak untuk dititipi dan menitip tanda tangan. Bukan apa-apa, hanya berusaha agar apa yang saya terima memang hak saya.