Mohon tunggu...
Khussy
Khussy Mohon Tunggu... pegawai negeri -

tidak ada yang kebetulan di dunia ini. semuanya terjadi dan tertulis dalam skenario-Nya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nyawa Balen (Second Life)

13 Januari 2011   11:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:38 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_82975" align="alignleft" width="300" caption="Masih diberi kesempatan menikmati mentari yang tenggelam. Thanks to Allah. :)"][/caption] Pernahkah anda diberi kesempatan hidup kedua? Ketiga? Keempat? Bahkan kelima?

Saya mendapatkan itu. Allah begitu mencintai saya. Atau malah sebaliknya? Membiarkan saya hidup lebih lama di dunia ini agar bisa lebih dekat dengan-Nya. Hingga pada waktunya nanti, Dia akan memanggil saya.

***

Ibu bercerita saat saya berumur hampir dua tahun, saya ditemukan dalam keadaan yang mengkhawatirkan di kamar bude. Saya setep dan hampir tidak tertolong lagi. Untung Mbak Ida masuk kamar dan menemukan saya yang mendelik menakutkan dengan gigi yang menggigit lidah begitu kuatnya.

***

Masih terekam dalam ingatan saya. Entah mengapa saya sendiri heran, satu-satunya memori masa kecil yang bisa saya ingat. Yang sebenarnya sangat tidak mungkin. Saat saya berusia hampir tiga tahun, hampir saja nyawa ini melayang. Saya tenggelam di selokan depan rumah hingga akhirnya ditemukan oleh penjual sayur keliling.

Pagi itu saya membantu Pak Puh/Pak De membersihkan selokan kecil di samping rumah. Saya ikut membawa sapu lidi kecil yang biasa saya pakai bermain-main untuk menyapu selokan. Setelah bersih akhirnya Pak Puh meminta saya mencuci tangan dan mandi. Saya ikut saja. Tetapi Pak Puh tidak menyadari kalau saya berpindah ke selokan di depan rumah. Lumayan lebar dan dalam untuk anak seusia saya saat itu. Saya mencoba membersihkan selokan yang penuh dengan daun jambu yang berjatuhan. Karena hilang keseimbangan akhirnya saya terjerembab ke dalamnya. Setelah itu saya tidak ingat apa-apa.

Akhirnya (menurut cerita ibu) saya ditemukan oleh Mbok Sinto. Saat dia menyandarkan sepeda yang mengangkut sayurnya di “Bok” dia melihat saya sudah pingsan di selokan. Dia langsung turun ke selokan dan berteriak meminta pertolongan. Akhirnya nyawa saya tertolong.

***

Saat saya kelas enam SD saya juga hampir meninggal. Malam itu saya tidur sendirian di rumah. Ibu sedang di rumah bude. Rumah bude memang berdekatan dengan tempat tinggal kami. Tiba-tiba ibu mendengar suara benda runtuh dari rumah. Ibu langsung lari dan kembali ke rumah. Ibu mendapati saya masih tertidur pulas tetapi dengan keadaan yang mengenaskan.

Blandar rumah kami patah. Mungkin sudah keropos. Lampu petromax jatuh mengenai kaki saya. Tetapi anehnya lampu itu mati. Sedangkan blandar patah menjadi dua bagian. Satu bagian jatuh di samping saya tidur dan satu lagi jatuh tepat di atas kepala saya.

Ibu menangis histeris memeluk saya. Saya hanya kebingungan, tidak tautelah terjadi apa. Hanya merasakan pecahan kaca dari lampu petromak terasa panas di telapak kaki saya.

***

Saat kelas dua SMP saya ikut bantu-bantu di rumah bude. Waktu itu ada selamatan di rumah bude. Saya diminta untuk momong Danang. Akhirnya saya tertidur di kamar. Pintu terkunci dari dalam. Saat itu saya sudah tidak ingat apa-apa lagi. Ternyata di luar kamar orang-orang berteriak-teriak. Memanggil-manggil nama saya. Akhirnya mereka bisa masuk melalui jendela. Saya ditemukan lemas. Saya tidak tau, saat itu saya pingsan atau mati suri. Yang saya ingat, Simbah Putri mengajak saya berjalan-jalan.

***

Terakhir saat terjadi tabrakan hebat. Tanggal 9 September tahun 2000. Saya ditabrak sebuah colt angkutan pedesaan. Motor tua saya mengenaskan. Tetapi saya hanya mendapati kepala saya benjol dan tangan saya patah.

***

Hidup memang anugerah. Begitu banyak dan melimpah nikmat yang telah diberikan Allah pada saya. Hingga sampai saat ini saya masih diberi kesempatan bernafas, menikmati indahnya rembulan dan merasakan hangatnya mentari di pagi hari.

Alkhamdulillah.

13012011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun