Mohon tunggu...
Khusnul Khotimah
Khusnul Khotimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi Universitas Trunojoyo Madura Tahun 2019

Jika Kamu Ingin Dikenang Maka Menulislah!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Praktik Wayuh Picu Tingginya Fertilitas di Indonesia

11 Juni 2021   09:44 Diperbarui: 11 Juni 2021   10:38 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh : Khusnul Khotimah

Mahasiswa Prodi Sosiologi, FISIB, Universitas Trunojoyo Madura

Wayuh merupakan istilah Jawa. Kata ini disematkan pada laki-laki yang memiliki istri lebih dari satu atau poligami. Praktik wayuh adalah tradisi kuno masyarakat Jawa yang diwariskan secara turun-temurun. Lazimnya wayuh dilakukan dua kali sehingga memiliki dua istri yang dianggap sah. Selebihnya dilakukan secara diam-diam (nikah siri).

Menurut sejarah, tradisi wayuh sudah ada sejak zaman kerajaan di Jawa. Para Raja memiliki istri banyak. Istri pertama disebut permaisuri. Istri kedua dan seterusnya dikenal dengan sebutan selir. Kerajaan Singosari misalnya, Ken Arok memiliki 2 istri yaitu Ken Dedes dan Ken Umang. (tirto.id).

Selain raja, pemimpin bangsa seperti Soekarno, juga diketahui beristri lebih dari satu. Selain Fatmawati, Presiden pertama Republik Indonesia ini memiliki istri Oetari Tjokroaminoto, Ratna Sari Dewi, Kartini Manoppo. (tribunmanado.co.id).

Adapun dari kalangan agamawan juga melakukan poligami yaitu Aa Gym dengan istri pertama Hajjah Ninih dan istri kedua Alfarini Eridani. (tribunnews.com). Praktik wayuh banyak dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat, mulai dari kalangan bangsawan, agamawan maupun kalangan bawah.

Secara sepintas, poligami memang diperbolehkan, baik secara agama maupun hukum negara. Tetapi tradisi wayuh sangat berdampak serius terhadap kependudukan di Indonesia. Utamanya, pada tingginya fertilitas yang kemudian mempengaruhi jumlah penduduk. Praktik wayuh, tetap eksis pada masyarakat Jawa hingga saat ini. Masyarakat Jawa memandang wayuh sebagai sesuatu yang legal.

Adapun syarat dan ketentuan yang tertuang dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 4 ayat (2) menjelaskan bahwa pengadilan hanya memberikan izin kepada suami yang akan beristri lebih dari satu apabila istri tidak dapat menjalankan kewajibannya, istri memiliki cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dan istri tidak dapat memberikan keturunan.

Meskipun praktik wayuh diperbolehkan, namun banyak kalangan masyarakat yang tidak memperhatikan dampak yang ditimbulkan dari adanya praktik wayuh yaitu meningkatkan angka kelahiran bayi.

Perempuan memiliki kemampuan secara alamiah dalam melahirkan bayi yang disebut fekunditas. Periode reproduksi perempuan adalah sejak menstruasi sampai menopause. Sehingga selama masa subur perempuan dapat melahirkan bayi dalam jumlah banyak apabila tidak dibatasi. Dari setiap perempuan yang menikah akan menyumbang pertambahan penduduk. Karena sesuatu yang diharapkan dari pernikahan adalah memiliki keturunan untuk regenerasi.

Asumsi ini diperkuat dengan budaya patriarki yang cenderung menginginkan anak laki-laki. Jika perempuan belum bisa memberikan anak laki-laki, maka diupayakan sedemikian rupa demi mendapatkan anak laki-laki yaitu dengan cara menambah anak maupun melakukan wayuh. Mereka menganggap anak laki-laki bisa menjadi pemimpin keluarga, menjadi penerus keluarga, dan diharapkan bisa membantu perekonomian keluarga serta legitimasi lain yang melekat pada budaya patriarki.

Dampak dari adanya praktik wayuh menyebabkan angka kelahiran bayi meningkat di Indonesia. Data BPS Jawa Timur menyebutkan terdapat 157 laki-laki melakukan poligami. Jika di asumsikan setiap laki-laki memiliki 2 istri minimalnya. Maka dari setiap istri tersebut dapat melahirkan bayi yang jelas menyumbang kepadatan penduduk. Bayangkan jika setiap tahun terdapat kasus demikian, itupun hanya satu sampel yang dianalisis. Adapun  dari daerah lain baik yang terdata maupun tidak, yang resmi maupun yang melakukan poligami secara diam-diam.

Hasil Survey Penduduk 2020 yang dilakukan BPS, mencatat penduduk Jawa Timur sebanyak 40,67 juta jiwa. Artinya ada kenaikan 3,19 juta jiwa dibandingkan Survey Penduduk 2010 yang tercatat sebanyak 37,48 juta jiwa. Pertambahan ini dilatarbelakangi oleh berbagai aspek seperti faktor biologis, sosial, budaya, dan lainnya. Dari adanya pertambahan penduduk yang terus meningkat menyebabkan berbagai masalah sosial muncul, seperti kemiskinan, kriminalitas, gizi buruk, kematian, kualitas sumber daya manusia rendah, dan lain-lain.

Tidak dapat dipungkiri bahwa pertambahan penduduk akan terus mengalami kenaikan setiap tahunnya, karena sifat naluriah manusia yang ingin memiliki keturunan sebagai regenerasi. Akan tetapi kita harus memperhatikan aspek lain seperti terbatasnya sumber daya alam sebagai pemenuhan kebutuhan manusia. Oleh karena itu, penting untuk membatasi kelahiran bayi pada ibu melalui alat kontrasepsi. Meskipun praktik wayuh diperbolehkan alangkah lebih baik jika tidak dilakukan.

Referensi :

Jatim BPS. Diakses 22 Mei 2021.

Jatimprov. Diakses 27 Mei 2021.

Kemenag. Diakses 25 Mei 2021.

Tirto. Diakses 8 Juni 2021.

Tribunnews. Diakses 8 Juni 2021.

Tribunnews. Diakses 8 Juni 2021.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun