Sanksi yang Diberikan
- Drop Out (DO): Mahasiswi tersebut dikeluarkan secara tidak hormat dari universitas, sesuai dengan regulasi yang ditetapkan pada tahun 2019, khususnya Pasal 10 Butir 10 yang menyatakan bahwa tindakan yang mencoreng nama baik individu atau institusi dapat mengakibatkan pemecata.
- Proses Hukum: Selain sanksi akademis, pihak kampus juga menyerahkan pelaku kepada aparat kepolisian untuk proses hukum lebih lanjut.
Dalam kasus rasisme yang terjadi di universitas megarzky, melakukan dialog antara mahasiswa pelaku dan pihak kampus sangat penting untuk karna ada beberapa alasan:
- Dialog dapat membantu kedua belah pihak untuk saling memahami perspektif dan pengalaman masing-masing. Mahasiswa pelaku mungkin tidak sepenuhnya menyadari dampak dari kata-kata atau tindakan mereka, sementara pihak kampus dan korban bisa menjelaskan bagaimana rasisme mempengaruhi komunitas secara keseluruhan.
- Melalui dialog, kampus dapat memberikan pendidikan tentang pentingnya keberagaman dan inklusi. Ini bukan hanya tentang menghukum pelaku, tetapi juga memberikan kesempatan bagi mereka untuk belajar dari kesalahan dan memahami konsekuensi dari tindakan mereka.
- Dialog yang konstruktif dapat menghasilkan solusi yang lebih berkelanjutan. Dengan melibatkan mahasiswa dalam diskusi tentang nilai-nilai universitas dan pentingnya menghormati perbedaan, kampus dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan inklusif, serta mencegah terulangnya perilaku serupa di masa depan.
- Dialog juga dapat mendorong mahasiswa pelaku untuk mengambil tanggung jawab atas tindakan mereka. Dengan mendengarkan dampak dari perilaku mereka terhadap orang lain, mereka mungkin lebih termotivasi untuk berkontribusi positif pada komunitas kampus di masa mendatang.
Meskipun sanksi tegas seperti Drop Out mungkin diperlukan untuk menunjukkan bahwa tindakan rasisme tidak ditoleransi, dialog tetap menjadi komponen penting dalam proses penyelesaian masalah. Melalui pendekatan moderat ini, universitas tidak hanya menangani masalah secara langsung tetapi juga berinvestasi dalam pendidikan dan pembentukan karakter mahasiswa, yang pada akhirnya akan memperkuat nilai-nilai keberagaman dan inklusi di kampus.
Untuk mengatasi tindakan rasisme di lingkungan universitas, saya memiliki beberapa opini yang dapat dipertimbangkan sebagai langkah-langkah efektif:
- Universitas harus mengadakan program pelatihan dan workshop tentang keberagaman, inklusi, dan sensitivitas budaya. Hal ini membantu menciptakan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya menghormati perbedaan.
- Materi tentang hak asasi manusia, sejarah rasisme, dan keberagaman harus dimasukkan dalam kurikulum akademik untuk meningkatkan kesadaran dan edukasi.
- Universitas harus mengembangkan dan mengkomunikasikan kebijakan yang jelas mengenai tindakan rasisme, termasuk sanksi yang akan diterapkan.
- Saluran pelaporan yang aman dan rahasia harus disediakan bagi mahasiswa untuk melaporkan tindakan diskriminasi atau rasisme tanpa takut akan pembalasan.
Dengan menerapkan langkah-langkah tersebut, universitas tidak hanya dapat menangani kasus-kasus rasisme yang muncul, tetapi juga menciptakan lingkungan akademik yang lebih aman, inklusif, dan mendukung bagi semua mahasiswa.
"Kita semua diciptakan setara, tanpa memandang warna kulit, asal usul, atau keyakinan. Rasisme bukanlah cerminan dari keberanian, melainkan ketidaktahuan yang merugikan semua pihak. Mari kita bangun dunia yang menghormati keberagaman, menjunjung tinggi kemanusiaan, dan melawan kebencian dengan kasih sayang. Mulailah dari diri sendiri, karena perubahan besar dimulai dari langkah kecil. Bersama, kita bisa mengakhiri rasisme."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H