Mohon tunggu...
Khusnul Kholifah
Khusnul Kholifah Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu dan Pendidik

Pencinta literasi sains, parenting, dan kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Di Balik Batalnya Penerapan Cukai MBDK Tahun Ini

9 Juli 2024   15:59 Diperbarui: 9 Juli 2024   22:07 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi produk MBDK | Sumber : Kompas.com.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada salah satu akun media sosialnya menyampaikan bahwa penerapan cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK) batal tahun ini. Penerapan cukai MBDK berpotensi molor ke 2025 mengingat masih dalam tahap pembahasan dan belum dapat direalisasikan tahun ini.

Lebih lanjut, YLKI juga menyayangkannya karena hal demikian sama saja dengan menunda Generasi Emas 2045 yang menjadi harapan bangsa Indonesia. Penundaan tersebut ada yang mengartikan sama halnya dengan membiarkan anak-anak terus terpapar produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan.

YLKI menekankan bahwa cukai terhadap MBDK seharusnya tidak lagi menjadi wacana, tetapi harus segera diimplementasikan karena menyangkut masalah kesehatan dan lingkungan. Demi melindungi generasi muda dari risiko penyakit yang serius diantaranya seperti diabetes, obesitas, dan penyakit jantung.

Fakta di lapangan, anak-anak menjadi konsumen rentan dan sering menjadi target utama pemasaran produk minuman berpemanis seperti produk susu UHT bergula, minuman teh berpemanis, dan sebagainya. Bukan hanya pada orang dewasa, kasus obesitas juga dialami oleh anak-anak.

Jumlah kasus obesitas dan penyakit tidak menular di Indonesia meningkat signifikan sepuluh tahun terakhir. Penyakit ini pun berisiko pada terjangkitnya penyakit lain seperti diabetes dan penyakit kardiovaskuler.

Dihimpun dari Kementerian Kesehatan mengenai penyebab utama penyakit kardiovaskuler, terdapat faktor pemicu meliputi (1) tekanan darah tinggi, (2) gula darah tinggi, (3) rokok, dan (4) obesitas. Hingga tahun 2019, WHO mencatat bahwa penyakit yang gejala umumnya serangan jantung dan stroke ini merupakan penyakit paling mematikan di Indonesia.

Bahkan, merangkum berita beberapa bulan ke belakang, kasus gagal ginjal cuci darah makin banyak dialami usia muda. Beberapa faktor pemicu dan pencetusnya adalah kurangnya konsumsi air putih, kebanyakan konsumsi minuman serbuk, dan kebiasaan minum teh berpemanis.

Minuman berpemanis merujuk pada minuman yang mengandung gula, pemanis alami, ataupun pemanis buatan. MBDK yang selama ini beredar dan banyak ditemui berupa minuman berkarbonasi, minuman non karbonasi, dan minuman energi.

Cukai MBDK

Berdasarkan pada Undang-Undang nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, cukai merupakan pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan. Karakteristik barang tersebut mencakup (1) konsumsinya perlu dikendalikan, (2) peredarannya perlu diawasi, (3) pemakaiannya dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, dan (4) pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.

Dikutip dari laman djpb.kemenkeu.go.id, kebijakan terkait penerapan cukai pada MBDK terbukti berhasil menurunkan tingkat konsumsi masyarakat terhadap minuman berpemanis di beberapa negara seperti Meksiko, Prancis, dan Finlandia.

Adapun kriteria barang yang dikenai cukai yang disarikan dari  laman feb.ugm.ac.id, diantaranya :

1. Barang mewah (luxurious goods). Barang yang memiliki karakteristik sebagai barang yang dikonsumsi bukan untuk konsumsi dasar, melainkan untuk menunjukkan status atau kelas ekonomi seseorang.

2. Barang yang menimbulkan dampak negatif seperti rokok dan minuman beralkohol.

3. Barang yang membuat kecanduan seperti rokok dan minuman beralkohol. Menimbulkan keinginan untuk mengomsumsi berulang secara intens dan menciptakan ketergantungan.

4. Produk konsumsi terbatas seperti MBDK. Mengingat, minuman berpemanis merupakan komoditas yang perlu dikurangi konsumsinya dalam kemasan apapun seperti sachet, botol kaca/plastik, kaleng, kotak karton, dan lain-lain. Yang lebih memprihatinkan lagi bukan hanya mengandung banyak gula, tetapi juga terdapat pengawet dan pewarna.

Lantas, syarat apa yang belum terpenuhi pada MBDK?

Perlunya Ekstensifikasi Cukai

MBDK digadang-gadang menjadi salah satu komoditas yang tepat sebagai sasaran ekstensifikasi cukai selain rokok yang memuat dua alasan logis. Pertama, agar negara tidak lagi hanya bergantung pada cukai hasil tembakau. Sesuai dengan tujuan penerapan cukai khususnya untuk mendapatkan penerimaan negara. Kedua, sebagai upaya penurunan konsumsi yang berpotensi berdampak pada kesehatan.

Adapun Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM Artidiatun Adji, menyampaikan bahwa kebijakan cukai memuat 4 pilar yaitu (1) optimalisasi penerimaan negara, (2) penurunan konsumsi atas barang yang berbahaya, (3) pemberantasan produk ilegal, dan (4) perlindungan usaha kecil dan kesempatan kerja.

Sejalan dengan keempat pilar tersebut, memungkinan inilah yang menjadi poin utama pertimbangan pemerintah sebelum ketok palu atas penerapan cukai pada MBDK. Mengingat perlu diperhatikan juga dampak penerapan cukai bagi MBDK yang diproduksi UMKM.

Begitu pula bagi perusahaan yang tulang punggung pendapatan ada di MBDK tentu akan "terpukul". Namun, hal demikian akan berdampak sementara karena minat masyarakat yang masih tinggi dalam mengonsumsi MBDK. Mengingat kinerja keuangan selain cukai, dipicu oleh harga bahan baku, inflasi, dan daya beli masyarakat.

Ide pengajuan penerapan cukai pada MBDK sebenarnya sudah mencuat sejak 2016. Adapun penundaan sebelumnya dikarenakan pemulihan ekonomi nasional, kondisi kesehatan masyarakat, dan situasi ekonomi global. Pada Juli 2023, pemerintah memutuskan menunda penerapan pungutan cukai MBDK lantaran kondisi industri makanan dan minuman belum sepenuhnya pulih akibat dampak pandemi COVID-19.

Diperlukan Keputusan Bijak dan Sinergi Berbagai Pihak

Menurut YLKI, penerapan cukai pada MBDK padahal mengandung efek domino terhadap kondisi keuangan negara. Tentunya berdampak baik pada kesehatan dan ekonomi negara. Hanya saja, intervensi dari industri MBDK yang sejak awal memang menolak.

Sehingga pemerintah dapat mempersiapkan regulasi dan review kebijakan dengan matang. Hal demikian juga meliputi segmentasi MBDK yang perlu dipetakan untuk penerapan dan penetapan tarif cukainya.

Tentunya didukung oleh berbagai pihak dan tanpa ada yang dirugikan. Seperti masyarakat yang melek informasi nutrisi serta pemerintah yang bijak mengambil keputusan. Dibarengi dengan upaya pelaku industri melalui penurunan kandungan gula pada produksinya.

Masyarakat bisa beralih konsumsi air mineral dan produk MBDK yang lebih rendah gula. Jadi, pendapatan industri yang menurun dapat digantikan dari reformulasi tersebut dan masyarakat terdorong untuk lebih bijak dalam memilih minuman.

Akan lebih efektif lagi jika diikuti dengan strategi promosi kesehatan oleh pemerintah misalnya melalui Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan, maupun BPOM. Seperti pendampingan untuk industri terdampak, sosialisasi bahaya konsumsi gula berlebih, edukasi hidup sehat, perbaikan pengawasan serta pemberian label nutrisi pada produk pangan.

Dengan demikian penyakit "gaya hidup" atau penyakit tidak menular akibat konsumsi MBDK yang tidak terkendali dapat diperangi. Seiring menunggu realisasi penerapan cukai pada MBDK, realisasi Generasi Emas 2045 semakin menguat karena pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak saling bersinergi.

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun