Pada permulaan pengenalan, si kecil selalu "bermandikan keringat" setelah makan makanan tersebut. Bahkan ada kalanya si kecil tidak menghabiskan porsi makannya di piring. Tentu saja pemandangan tersebut tetap penulis indahkan.
Akhirnya, penulis memberikan selang-seling menu makan pada si kecil antara makanan mengandung rasa pedas dan yang tidak.
Dampak Makanan Pedas pada Anak
Bukan tanpa alasan penulis memberikan makanan pedas pada si kecil. Tentunya melalui berbagai pertimbangan dan diskusi bersama ayah si kecil. Mengingat makanan pedas merupakan menu yang baru baginya.
Adapun dampak positif yang penulis rasakan ketika mengenalkan makanan pedas pada si kecil, yaitu :
Pertama, dengan mengambil jalan tengah mengikuti ritme menu makanan si kecil yang tidak terlalu pedas, maka penulis menjadi turut mengontrol konsumsi makanan pedas. Salah satunya sebagai upaya menjaga kesehatan pencernaan keluarga.
Mengingat tantangan makanan pedas populer masa kini terutama yang sedang viral, turut mewarnai ragam makanan yang tidak membosankan serta selalu ada "inovasi" baru. Ada seblak jontor, baso aci berbagai level kepedasan, dan ragam makanan lainnya yang berpelengkap dengan chili oil.
Kedua, anak tidak picky eater atau memilih-milih makanan. Kebiasaan makan dengan menu yang sama dengan orangtuanya membuat anak menjadi mudah untuk dikenalkan dengan berbagai menu baru yang sederhana, aman, dan menyehatkan.
Akan tetapi, penulis pun tetap perlu mewaspadai dampak negatif yang kemungkinan akan timbul lantaran anak mengonsumsi makanan pedas baik pada camilan maupun menu utama. Mengingat dampak negatif yang kemungkinan muncul seperti iritasi, gangguan pencernaan, diare akut, mulut dan tenggorokan panas, hingga sakit perut.
Lalu, hal-hal apa saja yang harus diperhatikan ketika mengenalkan makanan pedas pada anak?