Pada 25 Januari 2024, masyarakat Indonesia memperingati Hari Gizi Nasional (HGN) ke-64. Diharapkan HGN bukan sekadar peringatan seremonial saja tetapi sebagai hari refleksi masyarakat tentang pentingnya gizi seimbang dalam menjaga kesehatan keluarga.
Gizi merupakan komponen penting dalam menunjang tumbuh kembang anak. Apabila status gizi pada anak tidak tercukupi, maka kesehatan terganggu sehingga rentan terhadap penyakit. Hal ini jika terjadi berlarut-larut akan menjadi masalah serius yang berisiko pada tumbuh kembang yang tidak optimal.
Adapun Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) telah memberi pesan kepada masyarakat dalam upaya pencegahan stunting melalui video edukasi dengan pesan ABCDE yakni (A) Aktif minum tablet tambah darah, (B) Bumil periksa yang teratur, (C) Cukupi protein hewani, (D) Datanglah rutin ke Posyandu, dan (E) Eksklusif ASI enam bulan.
Dari kelima pesan tersebut, sejalan dengan tema HGN ke-64 yakni "MP-ASI Kaya Protein Hewani Cegah Stunting", maka dalam tulisan saya kali ini akan membahas tentang pesan C dan D yang juga berkaitan erat dengan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pada bayi dan Balita.
Kegiatan PMT di Posyandu merupakan kegiatan yang dilaksanakan setiap bulan dalam upaya penurunan prevalensi gizi kurang pada anak berusia 6-59 bulan berupa kudapan atau camilan dan/atau menu makan lengkap yang aman dan bergizi. PMT bukan untuk menggantikan makanan utama, melainkan diberikan setiap hari dengan komposisi sedikitnya 1 kali makanan lengkap dalam seminggu dan sisanya kudapan.
Makanan lengkap diberikan sebagai sarana edukasi implementasi "isi piringku" yang bergizi seimbang dengan mengutamakan 2 jenis sumber protein misalnya telur dan ikan atau ayam dan udang.
PMT terdapat dua macam yaitu PMT pemulihan dan PMT penyuluhan. Pada PMT pemulihan menyasar pada balita dengan gizi kurang, balita dengan berat badan kurang, dan balita dengan berat badan tidak naik. Sedangkan, pada PMT penyuluhan menyasar pada semua Balita yang rutin datang ke Posyandu setiap bulannya.
PMT berbahan pangan lokal
Kemenkes RI merekomendasikan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk turut mendukung dan menerapkan PMT berbahan pangan lokal. Berdasarkan pada Undang Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan, pangan lokal merupakan makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan lokal dan menjadi alternatif sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral.
Contoh pangan lokal beberapa daerah di Indonesia seperti kentang, pisang, jagung, talas, sagu, singkong, dan masih banyak lagi. Pangan ini dapat menjadi sumber karbohidrat. Sedangkan contoh pangan lokal kaya protein hewani seperti ayam, telur, daging, dan ikan yang konsumsinya perlu dioptimalkan. Kedua jenis pangan lokal tersebut memiliki akses mudah untuk diperoleh dengan harga terjangkau di masing-masing daerah.
Sama seperti tahun sebelumnya, HGN 2024 masih berkutat pada protein hewani yang baik untuk tubuh. Dilansir dari laman ayosehat.kemkes.go.id, protein hewani diketahui memiliki peran krusial dalam mendukung pertumbuhan dan pemulihan tubuh. Protein hewani mengandung asam amino esensial yang lebih lengkap dan mudah diserap oleh tubuh bila dibandingkan dengan protein nabati.
PMT masih ada yang belum sesuai aturan konsumsi
Pada praktiknya, PMT berbahan pangan lokal di Posyandu belum terlaksana secara merata di Indonesia. Sebenarnya, pada masing-masing daerah bahan pangan lokal yang ada bisa dikembangkan kemudian diolah sehingga dapat dikonsumsi oleh bayi dan balita.
Masih banyak dijumpai PMT dari Posyandu yang tidak sesuai dengan juknis PMT Kemenkes 2023. Menu PMT berupa produk kemasan contohnya jajanan warung seperti aneka susu kotak bergula, biskuit, sosis siap makan, agar-agar warna-warni, dan produk kemasan lainnya yang tinggi gula, garam, dan lemak. Bahkan saya pernah menjumpai susu kotak kemasan dari Posyandu yang tanggal kedaluwarsanya kurang satu bulan.
Terdapat 4 hal yang menjadi faktor penyebab belum optimalnya pelaksanaan program PMT, diantaranya :
Pertama, tenaga yang masih kurang dan belum berpengalaman. Biasanya kader Posyandu terdiri dari para ibu rumah tangga yang sukarela meluangkan waktu mereka. Agar pemberian PMT optimal, sebaiknya para kader bisa mempelajari petunjuk teknis yang sudah disampaikan oleh Kemenkes.
Penting sekali bagi para ibu kader untuk mengetahui dan memahami jenis makanan lokal apa saja yang berpotensi untuk dijadikan sebagai menu PMT dengan mempertimbangkan kemudahan cara mendapatkannya dan anggaran belanja.
Selain itu, kemelekan informasi tentang risiko mengonsumsi makanan dan minuman kemasan yang begitu masif ragam produksinya. Jadi, PMT bukan sekadar memberikan "jajanan" yang justru pada akhirnya orang tua yang memakannya, bukan para balita.
Kedua, belum adanya pelatihan kepada petugas. Biasanya, para kader mengandalkan tutor sebaya yakni antara petugas senior (yang sudah lama) yang mengajarkan berbagai hal kepada petugas junior (petugas baru).
Ketiga, edukasi maupun sosialisasi kepada masyarakat yang kurang bahkan belum terlaksana di beberapa daerah meliputi konseling, penyuluhan, dan demonstrasi memasak yang mengutamakan menu makanan bergizi dengan cara pengolahan higienis.
Keempat, kurangnya anggaran dana. Dana menjadi faktor penting dalam mengambil keputusan jenis PMT apa yang akan diberikan kepada balita. Sumber dana PMT yang selama ini berasal dari sumbangan sukarela dan pemerintah berupa dana desa maupun dana operasional posyandu.
Disamping itu, pelaksanaan PMT belum maksimal juga karena masih kurangnya kesadaran orang tua atau pengasuh balita terhadap keutamaan PMT berbahan lokal misalnya yang kaya protein hewani. Maka, sebaiknya orang tua atau pengasuh balita tidak mengandalkan jajanan kemasan atau makanan olahan yang memang diakui kepraktisannya namun perlu ditinjau ulang nilai gizinya.
Optimalisasi PMT berbahan pangan lokal
Sebenarnya tidak usah jauh-jauh, PMT bisa mengacu pada buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), buku Kemenkes 2023 panduan menu MP-ASI yang disertai nilai gizi, dan Petunjuk Teknis Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Berbahan Pangan Lokal untuk Balita dan Ibu Hamil dapat diunduh melalui website kesmas.kemkes.go.id.
Pelaksanaan Posyandu satu bulan sekali dengan kader sekitar 5 orang ketika pelaksanaan, sebenarnya bisa mengusahakan PMT dengan menu sehat sederhana asli Indonesia sesuai kearifan lokal. Misalnya buah pisang, telur rebus, bubur kacang hijau, tahu bacem, bubur sumsum dan masih banyak lagi. Perlu dibedakan pula, PMT pada bayi yang belum bisa mengunyah dengan balita.
PMT berbahan pangan lokal dapat dilakukan di Posyandu, fasilitas pelayanan kesehatan, Kelas Ibu Balita atau melalui kunjungan rumah oleh kader/nakes/mitra. Pelayanan tersebut sebenarnya juga sebagai sarana edukasi bagi para ibu untuk belajar tentang asupan pelengkap, kudapan, dan selingan yang aman dan sehat untuk anak. Maka dibutuhkan kader penggerak yang dapat menginisiasi pemanfaatan bahan pangan lokal sebagai PMT yang bernilai gizi.
Para ibu kader menjadi ujung tombak pelaksanaan di lapangan dan berperan dalam memastikan kegiatan PMT berjalan optimal. Salah satu strategi penanganan masalah gizi pada Balita dan upaya pencegahan stunting bukan hanya memberikan makanan tambahan saja tetapi disertai edukasi gizi balita melalui konseling gizi, penyuluhan gizi, dan demonstrasi masak.
Para kader mengedukasi para ibu melalui informasi dan promosi kepada masyarakat tentang menu makan sehat yang kaya protein hewani. Sehingga diharapkan terdapat respon positif dalam pelaksanaan Posyandu dan masyarakat merasa semangat dan senang menuju Posyandu dengan adanya kegiatan ini.
Hal demikian agar penerapannya berkelanjutan dan memberikan manfaat optimal bagi orang tua maupun pengasuh balita. Keterampilan dalam memilih, menyiapkan, dan mengolah makanan dengan mempertimbangkan kebersihannya sangat penting untuk dimiliki orang tua atau pengasuh balita.
Kegiatan PMT akan berhasil dengan adanya sinergitas, komitmen, kerja sama, saling bahu-membahu, dan gotong royong antar masyarakat, pengelola program gizi, tim pelaksana, dan pemangku kebijakan. Adapun tim pelaksana misalnya di desa meliputi PKK, kader, organisasi kemasyarakatan dengan dukungan tenaga kesehatan.
Dengan demikian, agar pelaksanaan program PMT berjalan optimal maka dibutuhkan kader yang peduli, kesadaran yang tinggi orang tua atau pengasuh akan pentingnya konsumsi makanan bergizi, dan adanya peran masyarakat dalam peningkatan status gizi. Bersama-sama mengoptimalkan pelaksanaan PMT berbahan lokal yang bermutu agar menjadi luas dan masif untuk generasi emas Indonesia.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H