Mohon tunggu...
Khusnul Kholifah
Khusnul Kholifah Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu dan Pendidik

Pencinta literasi sains, parenting, dan kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

4 Cara Orangtua Mencegah Tantrum karena Gawai Pada Anak

19 Desember 2023   23:17 Diperbarui: 15 Januari 2024   13:00 684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat anak memegang gawai atau gadget di tempat umum sudah menjadi pemandangan biasa. Yang lebih memprihatinkan lagi, saat itu anak sedang bersama orangtua dan orangtua membiarkan anaknya berlama-lama menggunakan gawai. Padahal, bermain gawai terlalu lama dapat menurunkan konsentrasi anak, dampak buruk radiasi layar, bahkan memicu tantrum pada anak.

Tantrum merupakan ledakan emosi yang biasanya ditandai dengan sikap keras kepala, menangis, menjerit, berteriak, merengek, pembangkangan, mengomel marah, menendang dan memukul, melempar barang, dan lain-lain. 

Salah satu penyebab tantrum pada anak karena anak belum bisa mengomunikasikan keinginan, kebutuhan dan perasaannya pada awal perkembangan sosial, emosional, dan bahasa. Akibatnya, anak menjadi frustrasi, temperamen, sensitif dan mudah kesal.

Melalui laman kominfo.go.id, berdasarkan Survei Asosiasi Penyelenggaraan Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2007, gawai adalah perangkat yang paling banyak dipakai untuk mengakses internet sebanyak 44,16%. 

Pada periode 2022-2023 pengguna internet di Indonesia mencapai 215,63 juta orang, meningkat 2,67% dibandingkan sebelumnya yaitu 210,03 juta pengguna. Bisa jadi salah satu penggunanya adalah orangtua dan anak-anak.

Ilustrasi anak tantrum karena gawai (sumber: freepik)
Ilustrasi anak tantrum karena gawai (sumber: freepik)

Tantrum karena gawai dapat diartikan bahwa anak masih ingin berlama-lama dengan gawai. Apabila diingatkan untuk mengakhiri bermain gawai, maka respon anak malah mengamuk. 

Kebiasaan orangtua yang mengalah dengan membiarkan anak bermain gawai agar tidak rewel, justru hal tersebut akan membuat anak kecanduan atau adiksi gawai sehingga membentuk pola pemikiran pada anak bahwa kalau anak tantrum pasti kemauannya akan dituruti. Inilah letak bahayanya. Bahkan membentuk anak menjadi mudah tantrum karena gawai.

Berdasarkan hasil riset Psikolog Elly Risman yang disampaikan pada salah satu program stasiun televisi bahwa di atas 70% orangtua memberikan gadget dan semua fasilitas kepada anaknya tidak jelas tujuannya. Tidak bisa menidakkan sama sekali tetapi harus bijak berteknologi. Hal demikian mengandung makna bahwa pentingnya peran aktif orangtua. Perlu diingat bahwa orangtua mengasuh anak untuk membentuk kebiasaannya.

Oleh sebab itu, penting sebagai orangtua untuk melakukan langkah-langkah preventif. Terdapat 4 cara mencegah tantrum karena gawai pada anak menurut penulis, di antaranya:

1. Mengevaluasi dan memperbaiki cara berkomunikasi orangtua terhadap anak

Ketika anak melakukan sebuah kesalahan misalnya anak mengambil gawai milik orangtua tanpa izin, maka beritahu anak dengan tenang bahwa perbuatan tersebut tidak dibenarkan dan sebaiknya minta izin terlebih dahulu. Komunikasi yang baik ini juga merupakan bentuk bonding atau ikatan emosional yang terjalin dengan baik antara anak dengan orangtua. 

Diharapkan anak bisa lebih tenang meresponnya karena melihat cara orangtuanya sendiri dengan tenang mengelola emosi memberitahu kepada anak. Maka hal demikian akan menghindarkan pemicu atau tercetusnya sikap tantrum pada anak.

2. Menerapkan durasi dan waktu tertentu yang diperbolehkan anak bermain gawai

Hal demikian bertujuan untuk melatih kedisiplinan kepada anak. Namun harus ada penunjangnya pula. Orangtua juga memberi contoh kepada anak, tidak serta merta leluasa menggunakan gawai di depan anak sedangkan anaknya "dipaksa" untuk disiplin. Jika penggunaannya untuk kepentingan pekerjaan, maka beri pengertian kepada anak.

Sebelum screening pun, anak harus membuat perjanjian dengan orangtua seberapa lama waktunya meliputi batasan waktu atau durasi bermain gawai pada anak misalnya tidak lebih dari satu atau dua jam dalam waktu sehari. Dalam durasi tersebut pun anak sebaiknya didampingi atau dipantau baik pada usia balita maupun pada anak yang lebih besar.

Jika waktu penggunaan gawai pada anak berlebihan, anak akan kecanduan gawai dan berdampak pada aktivitas keseharian contohnya saat makan harus "ditemani" gawai, kemana-mana pegang gawai, bahkan menjelang tidur pun masih saja bermain gawai sehingga tengah malam berteriak dan menjerit mengigaukan apa yang ditonton saat bermain gawai seharian.

3. Mengalihkan perhatian anak pada gawai dengan aktivitas lain

Berlama-lama di depan layar, bisa membuat anak menjadi pasif, enggan bersosialisasi, dan asyik sendiri sehingga diperlukan aktivitas pengganti untuk mengalihkannya dari gawai. 

Sebenarnya banyak sekali aktivitas yang dapat mengeksplorasi keaktifan anak untuk melatih motorik dan sensoriknya sekaligus emosionalnya misalnya mewarnai gambar dengan krayon, jika bosan bisa beralih ke cat air dan kuas. Selain itu, main puzzle, meronce, dan bahkan bermain dengan kakak atau adik di playground atau taman bermain.

Aktivitas positif berikutnya adalah mengenalkan buku bacaan sejak dini kepada anak. Misalnya diawali dengan membelikan si kecil buku bantal edukatif atau buku yang terbuat dari kain yang berisi berbagai macam konten seperti gambar binatang, buah-buahan, angka, alfabet, dan masih banyak lagi. 

Ditunjang pula dengan mengenalkan sarana atau mainan edukatif lainnya seperti kertas origami, pom-pom dan penjepit, spidol warna dan buku gambar, dan sebagainya.

4. Menyaring konten yang ditonton

Anak-anak dianjurkan melihat tontonan yang sesuai usia dan dalam bimbingan orangtua atau pengasuhnya misalnya pada aplikasi youtube terdapat aplikasi YouTube Kid yang khusus anak-anak untuk menghindari konten-konten negatif.

Bila perlu menggunakan aplikasi Screen Time Parental Control, yaitu salah satu aplikasi yang membantu orangtua mengelola maupun mengontrol jumlah waktu yang dihabiskan oleh anak melalui perangkat Android. Terdapat pemfilter situs secara kuat, pelacakan lokasi, serta memantau jenis tontonan anak. Sehingga orangtua dapat memberikan batas waktu sehat kepada anak dalam menggunakan gawai.

Pencegahan-pencegahan di atas adalah sebagai perwujudan orangtua memberikan perhatian positif serta mengetahui batasan anak. Apabila kesemuanya dilaksanakan dengan penuh keyakinan, konsisten, dan komitmen penuh maka diharapkan secara perlahan dan bertahap akan mempengaruhi kestabilan emosi anak dan segala hal baik lainnya. Sehingga anak bisa menerima dan mengelola emosi terutama dikala frustrasi. Meskipun hambatan di awal pasti ada misal anak merengek, menangis, rewel dan banyak "drama" lainnya.

Usaha orangtua satu dengan yang lainnya berbeda-beda karena kondisi masing-masing berbeda, visi misi keluarga berbeda, dan cara mendidik pun berbeda. Akan tetapi memiliki tujuan yang sama yaitu menciptakan pengasuhan yang terbaik kepada anak-anaknya. Maka asupan anak bukan hanya tentang kebutuhan gizi, akan tetapi juga kasih sayang dan pola asuh yang benar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun