Untuk dipahami bahwa sosialisme adalah ideologi politik yang menghendaki terwujudnya masyarakat yang tersusun secara kolektif agar menjadi masyarakat yang bahagia. Paham ini mentitikberatkan perjuangan kepada masyarakat dan bertujuan untuk membentuk negara yang memberlakukan usaha kolektif dan membatasi kepemilikan secara perorangan.
Ideologi sosialis yang mengarah kebersamaan dan kesejahteraan itu akan tumbuh dan berkembang secara sempurna, apabila menyertakan dan menempatkan nilai-nilai religiositas sebagai landasan cara berfikir dan berkehendak. Tidak ada lagi keserakahan individual, karena semangat solidaritas sosial telah tumbuh menjadi kesadaran intelektualitasnya.
Indikator religiusitas menurut Glock & Stark dalam bukunya yang berjudul “American Piety: The Nature Of Religious” yang dikutip oleh Ancok dan Suroso, menegaskan bahwa religiusitas adalah simbol dari dimensi keagamaan dalam diri manusia yakni, Dimensi Keyakinan, Dimensi Peribadatan, Dimensi Pengetahuan, Dimensi Pengalaman, dan Dimensi Penghayatan.
Kelima dimensi tersebut, penjabaran Dimensi Pengalaman relative relevan dengan peran yang dimainkan Ormas sosial-keagamaan PBNU dan PP Muhammadiyah menerima tawaran pemerintah mengelola konsesi tambang. Dimensi yang mengukur sejauh mana perilaku seseorang dimotivasikan oleh ajaran agamanya didalam kehidupannya.
Berkaitan dengan perasaan Keagamaan yang dialami oleh penganut agama. Dalam ilmu psikologi disebut juga Religius experience atau pengalaman Agama yang mana dari perilaku sehari-hari dari ucapan, sikap, dan perbuatan seseorang. Dengan demikian, secanggih apapun sistem yang dibangun, tidak akan berarti apa-apa jika orang-orang didalamnya hanya pandai memanipulasi, tidak bertanggung jawab, dan sebagainya.
Munurut pandangan setiap warga Muhammadiyah harus selalu menyadari sebagai abdi dan khalifah dimuka bumi, sehingga memandang dan menyikapi kehidupan dunia secara aktif dan positif serta tidak menjauhkan diri dari pergumulan kehidupan dengan landasan iman, islam, dan ihsan dalam arti berakhlak karimah.
Sedangkan pandangan NU bahwa kemuliaan seseorang ditentukan oleh kemuliaan akhlaknya. Sebuah sistem akan berjalan dengan baik bila diisi orang-orang yang memiliki akhlak atau amal yang baik pula. Seperti halnya jabatan, status sosial, dan kekayaan tak menjamin sang pemilik lantas terhormat bila gemar merendahkan orang lain, menyakiti, berbuat sewenang-wenang, tidak memperdulikan orang lain, beranggapan selalu benar, dan lain-lain.
Fenomena berdasarkan studi kasus praktik kelola tambang oleh BUMN yang selalu merugi, dan perusahaan swasta yang cenderung mengabaikan restorasi lingkungan pasca tambang selama ini, setidaknya dengan kehadiran Ormas sosial-keagamaan diposisikan sebagai antitesis pembuktian peluang alternatif yang bisa menguntungkan dan peduli dengan kelestarian lingkungan.
Bagi kedua Ormas sosial-keagamaan ini, kebutuhan finansial untuk kesejahteraan konstituennya menjadi tanggung jawab sosial-ekonomi-politik yang dihadapi setiap saat. Oleh karenanya, peluang membuka lapangan pekerjaan dan koneksitas skema usaha hulu-hilir dalam skala mikro-makro, yang juga terhubung dengan proses produksi dan pemasaran hasil pertanian dan perkebunan rakyat, tentunya bisa dilakukan dengan semangat cinta tanah, kelestarian bumi, dan kemaslahatan umat.
Negosiasi dan memobilisasi pemerintah desa dan warga desa/adat sangat memungkinkan dilakukan dengan pendekatan kemanusian, keadilan, dan kesejahteraan, sebagaimana PBNU dan PP Muhammadiyah membangun, mengelola, mengembangkan, dan mengayomi jamaah dan seluruh aset material yang dimiliki kedua Ormas sosial-keagamaan itu selama ini.
Dalih pembenar dengan meyakinkan niatan luhur bagi para aktivis kader/anggota NGO atau Ormas sosial-keagamaan yang ingin disampaikan kepada warga desa/adat, adalah memposisikan diri sebagai subjek pelaku pembanding dengan pihak BUMN dan perusahaan swasta yang menjadi pelaku sebelumnya, dengan maksud ingin memperjuangkan hak konstitusionalnya sebagai warga bangsa.
Keteladanan prilaku para aktivis kader/anggota NGO atau Ormas sosial-keagamaan yang dilakukan diatas merupakan tahapan “Menuju Skenario Sosialis-Religiusitas”. Suatu tindakan nyata untuk menjawab tantangan ketika melihat ketidakadilan, dengan bekal pengetahuan, kesadaran, dan keyakinan, berani bertindak dan mengambil alih peran strategis-politis sebagai penyeimbang sekaligus pembuktian untuk menjawab keraguan dan ketidakperyaan dimata publik secara luas.
Jika cita-cita ideal di atas bisa diwujudkan secara masif-progresif, maka stigmatisasi soal ego-sektoral diantara NGO, Ormas sosial-keagamaan, dan Organisasi Gerakan Sosial-Budaya-Ekonomi-Lingkungan itu menjadi tidak terbukti kebenarannya, seperti yang diinginkan para Oligark selama ini.
Selamat Merenung Sejenak dan ......
Salam Perubahan Untuk Keadilan, Kelestarian, dan Kesejahteraan.
Bahan bacaan:
1. https://www.kompas.com/skola/read/2023/09/17/070000469/pengertian-sistem-ekonomi-kapitalis--ciri-dan-contohnya#google_vignette
2. https://etheses.iainkediri.ac.id/1466/3/932120915%20-%20BAB%20II%20.pdf
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI