Mohon tunggu...
Khusnul Zaini
Khusnul Zaini Mohon Tunggu... Pengacara - Libero Zona Mista

Menulis Semata Mencerahkan dan Melawan ....!!!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Balik Kesan Lucu Pelawak "Sang Agitator Politik Kesadaran"

6 Oktober 2021   23:17 Diperbarui: 7 Oktober 2021   10:50 821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tertawa terpingkal-pingkal ketika melihat gestur maupun narasi yang terucap dari para pelawak. Padahal, dibalik ucapan lucu terbersit pesan moral cukup dalam makna kata/kalimat yang disampaikan. Bahkan tidak jarang memasukkan unsur kritik lewat sindiran jenaka.

Dialektika sarat pesan moral, sosial, politik dan budaya memakai bahasa pertemanan gaya PUNAKAWAN, telah menempatkan peran SEMAR sebagai sosok orang tua bijak sekaligus penengah perdebatan kritis antara PETRUK, GARENG, BAGONG yang tak berujung arah.

Pewayangan gaya Jawa Tengah menampilkan empat orang panakawan golongan kesatria, yaitu Semar dengan ketiga anaknya, yaitu Gareng, Petruk, dan Bagong ini, sejatinya tidak sebatas lawakan biasa, tetapi mengandung muatan politik dan pesan moral tertentu.

"Benarkah seorang pelawak hanya sekedar melucu untuk ditertawakan tanpa ada muatan politik tersembunyi dibalik lawakan yang disampaikan? Benarkah pelawak hanya seorang komedian dengan orientasi material dan popularitas semata?"

Jurgen Habermas, seorang filsuf dan sosiolog dari Jerman, adalah generasi kedua dari Mazhab Frankfurt sekaligus penerus dari Teori Kritis yang ditawarkan para pendahulunya Max Horkheimer, Theodor Adorno, dan Herbert Marcuse.

Dia berpendirian, kritik hanya dapat maju dengan rasio komunikatif yang dimengerti sebagai praksis komunikatif atau tindakan komunikatif. Masyarakat komunikatif bukanlah masyarakat yang melakukan kritik melalui revolusi atau kekersan, tetapi melalui argumentasi.

Satu dari dua argumentasi yang dikembangkan Habermas, yaitu diskursus/perbincangan (yang kedua adalah kritik), setidaknya relevan dengan tema bahasan artikel opini ini. Melalui perbincangan, memungkinkan kemacetan komunikasi politik bisa di urai.

Tindakan komunikatif bisa dibangun melalui argumentasi, sebagai proses pembentukan alasan dan pembenaran dengan tujuan meyakinkan atau mempengaruhi pikiran serta tindakan orang lain.

"Wujud media hingga cara membangun dan merealisasikan sebagaimana terjemahan rasio komunikatif itu, tafsir filosofisnya bisa diwujudkan dengan proses dialektika model satir, yang dikemas dengan lawakan (baca: stand up comedy hingga group lawak)" 

Sebagai pelawak mumpuni, Tukul Riyanto (awalnya Riyanto saja) yang terkenal dengan nama Tukul Arwana, sangat konsisten tampilan lawakannya dengan cara mentertawakan diri sendiri. Bahkan Tukul sangat sadar dengan wajah lucunya.

"Sejatinya, dibalik narasi lawakannya, Tukul ingin mengajarkan soal keteladanan dalam bersikap dan bertindak. Jangan menyuruh dan atau mengadili orang lain, tetapi lihat dulu diri pribadi tentang apa saja yang sudah diperbuat"

Selain itu, bila mengamati tayangan acara lawakan yang dikelola Tukul, selalu menyertakan sosok figuran pendukung dengan tampilan kalangan masyarakat kelas bawah, komplit dengan dandanan maupun prilaku apa adanya, sekaligus dengan segala keceriaannya.

Tafsir politik gaya lawakan Tukul ini, bisa dimaknai sebagai pesan mengenai cara dan prilaku para pemimpin menjalankan tanggung jawab politik yang diemban, yaitu mengayomi, tidak ada jarak, dan selalu membuat suasana ceria bagi rakyat yang dipimpinnya.   

"Terkait prilaku sensitivitas politis, ada analog gaya lawakan untuk konteks praksis komunikatif atau tindakan komunikatif. Relevansi ini, semata mengkritisi adanya dugaan praktik Oligarki, sehingga respon politik hanya terjadi bila ada kepentingan politik kelompoknya semata"

Muhammad Sulaeman Harsono atau akrab disapa Bolot, adalah sosok pelawak dan pemain lenong Betawi yang bisa ditafsirkan pelawak agitator tersembunyi. Setiap lawakannya, Bolot memainkan peran orang budeg yang hanya bisa dengar ketika menyoal wanita dan uang.

Dibalik peran yang dimainkan Bolot, selain mewakili analog di atas, bisa ditafsirkan sebagai wujud riil para elite politisi dan birokrat tertentu. Jika mereka tidak dibekali intelektual dan adab keimanan yang kokoh, maka prilaku, kapasitas dan kewenangannya bisa dibeli.

"Dalam dunia politik riil, status pelawak sejati, justru melekat pada profil politisi tertentu. Hanya bermodalkan materi, yang tanpa dibekali kapasitas intelektual mumpuni, kemudian dengan mudah berucap janji yang tak mungkin terealisasi"

Profil politisi ini, andai ada pihak melakukan survey kepantasan, public akan menilai sebagai pelawak sejati. Public mentertawakan gestur prilaku, hingga berbagai pernyataan dan janji yang ditebar, meski politisi tersebut tetap saja tidak pernah merasa lucu.

Jika menelisik dengan jeli tayangan "Indonesia Lawak Klub disingkat ILK", banyak satire yang terlontar dari para pelawak itu. Meski bisa ditafsirkan, sejatinya sekumpulan pelawak ini sedang menempatkan diri sebagai kelompok agitator politik kesadaran.

Scenario lawakan cerdas bernuansa canda-gembira ini, dikemas seperti forum diskusi yang membahas sebuah topik yang tengah menjadi isu terkini. Narasi lawakannya mampu mengajak pemirsa turut menerka-nerka, kemana arah sasaran kritik ditujukan.

Misalnya saja, pada saat cak Lontong menyampaikan data hasil survei absurd. Secara moral-politik, cak Lontong ingin mengajak pemirsa lebih kritis memahami hasil survey institusi pelaksananya. Apa dan siapa dibalik kepentingan hasil survey yang dipublis itu?.

"Bahkan yang membuat salute, kemampuan Maman Suherman, notulen yang merangkum hasil pembahasan dari para tamu, mampu menyajikan narasi secara runtut, logis, kritis dan analitik sesuai issue sosial-politik-ekonomi-budaya terkini yang sedang terjadi"

Kembali pada judul tulisan opini "Dibalik Kesan Lucu Pelawak Sang Agitator Politik Kesadaran" ini, setidaknya kita bisa merenungkan pernyataan sosok seorang Bolot yang pernah viral bahwa "saya bukan orang kaya, tetapi orang bahagia".

Orang kaya belum tentu bahagia, tetapi orang bahagia pasti kaya. Kaya dengan cara mensyukuri nikmat dan rezeki berapapun yang ada. Padahal, dibalik penampilannya, pelawak Bolot punya 142 kontrakan, 30 rumah dan 13 mobil. Ada pesan tersenbunyi dibalik fakta ini.

Memang, membangun dialektika untuk memecah kebuntuan dialog politik, bisa ditempuh dengan merumuskan pola komunikasi berbasis argumentative. Upaya ini dimaksudkan untuk menghindari terbukanya media dan ruang tindakan kritik melalui cara kekerasan (revolusi).

Konklusi politisnya, semua masalah bisa dikomunikasikan meski kemasannya dalam bentuk "Media Lawakan yang Bermuatan". Akan menuai hasil positif, apabila masing-masing mau mendengar dan mngevaluasi diri tanpa harus menanggung malu secara pribadi/institusi.

Salam MERDEKA lewat Canda Ceria, .......

Bahan bacaan: 1 2 3 4 5 dan 6


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun