Mohon tunggu...
Khusnul Zaini
Khusnul Zaini Mohon Tunggu... Pengacara - Libero Zona Mista

Menulis Semata Mencerahkan dan Melawan ....!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengkritik dan Melawan Penguasa: Soe Hok Gie Intelektual Keturunan Tionghoa

30 September 2020   23:39 Diperbarui: 1 Oktober 2020   16:14 935
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Soekarno dengan kata bijaknya "Jika kita memiliki keinginan yang kuat dari dalam hati, maka seluruh alam semesta akan bahu membahu mewujudkannya" ini, mungkin saja, jadi inspirasi sekaligus motivasi sosok "Soe Hok Gie" yang pernah dilakukan melalui kiprah perjuangan politiknya.

Memang, ketika posisi berada diluar kekuasaan, ada banyak pilihan cara mengkritisi pemerintah. Bisa melalui institusi yang diibaratkan "Kuda Troya" dalam menyorongkan ide gagasan, maupun cara demonstrasi jalanan, memobolisasi mahasiswa dengan sistem sel.

Penamaan etnis sebagai keturunan Tionghoa memang sensitive dalam penyebutan dan pemaknaannya, kalau perspektif dan sikap politisnya belum memahami dengan benar soal tafsir dan konsekwensi politis terhadap arti dan makna Bhinneka Tunggal Ika.

Karenanya, dan siapapun mereka, berasal dari etnis apapun, hingga latar belakang politiknya sekalipun, jika mereka turut dan pernah berkontribusi memperbaiki dan mengangkat kedaulatan dan kemartabatan bangsa-negara ini, patut mendapat apresiasi.

Meskipun, atas keberanian dan keyakinan terhadap kebenaran subyektinya tersebut, harus menghadapi dan menanggung konsekwensi (politik-hukum) yang harus dibayar bahkan menyakitkan subyek pelakunya.

Kata bijak Soe Hok Gie soal kehidupan mengatakan "Hanya ada 2 pilihan, menjadi apatis atau mengikuti arus. Tetapi aku memilih untuk jadi manusia merdeka" ini bisa dimaknai sebagai sikap politiknya atas kritik dan perlawanannya terhadap prilaku pemerintah Orde Lama saat itu.

Pilihan menjadi apatis bagi mahasiswa tidak salah, bahkan itu juga pilahan sadar atas keputusan politiknya. Banyak alasan dan argumen sebagai pembenaran atas ketidak-pedulian mereka, terhadap berbagai masalah sosial maupun politik yang tampak nyata di depannya.

Meskipun, dengan mengikuti pilihan kedua, tafsir politisnya juga sama, akan selalu tunduk dan patuh dengan berbagai kebijakan politik pemerintah penguasa, selama apa yang dilakukan bisa memenuhi hasrat politik dan harapan ekonomi sebagai tujuan hidupnya. Kenyamanan dan kesejahteraan hidup.

Pesan moral yang disampaikan Gie untuk menjadi manusia bebas, bisa jadi, memang dengan sengaja disamarkan maksud dibalik kata ajakannya itu. Tafsirnya bisa berarti, sebuah pengaruh lewat propaganda untuk memberontak bersama, atas segala ketidakadilan yang dirasa dan dijalaninya sebagai warga bangsa.

Sejak kecil, Soe Hok Gie, berdasarkan cerita kawan dan literatur terbatas mendeskripsikan sebagai sosok diri seorang pemberontak. Nuraninya gampang tersentuh saat melihat ketidakadilan dan kesewenang-wenangan.

Nasibnya memang tidak seberuntung kawan-kawan seperjuangannya, ketika menjadi salah satu pemimpin mahasiswa dalam aksi menumbangkan Orde Lama pada 1966. Paska tumbangnya rezim Orde Lama, ada beberapa kawan seperjuanngnya memang memilih jalan masuk dan menjadi bagian dari sistem politik pemerintah penguasa.

Sikap kritisnya semasa kuliah, dituangkannya dalam kata bijaknya,

"Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi "manusia-manusia yang biasa". Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia".

Jika menafsir kata bijaknya di atas, Gie berharap kepada para mahasiswa saat selesai studi, berkarya ataupun menduduki posisi apa saja, tetaplah menjadi dirinya sendiri. Siapa dirinya Ketika sedang membaca dan berdiskuai dalam memaknai berbagai teori-teori ideal.

Jika dalam perjanan kariermu berubah pikiran, terkait sikap dan tindakan, itu berarti sedang menunjukkan bahwa dalam diri dan kehidupanmu sudah menerima dan terbiasa dengan berbagai perlakuan penindasan atas Nurani dan kebebasannya.

Bisa juga berarti, kata bijak yang ditulisnya itu sebagai antisipasi atas prediksinya terhadap prilaku politik kawan sejalannya dikemudian hari. Beberapa sosok dimaksud, tertuju pada kawan sejawat Cosmas Batubara, Soegeng Sarjadi, Mar'ie Muhammad, yang era rezim Orde Baru menduduki jabatan menteri, atau Nono Anwar Makarim sebagai tokoh awal mula penggagas organisasi non pemerintah (ORNOP).

Perlawanannya kepada rezim Orde Lama, semata tidak kepada pribadi Soekarno. Sebagai bapak bangsa yang sejak muda tidak pernah berhenti memikirkan arah dan masa depan bangsa ini, untuk bisa mengangkat derajat dan martabat negara Indonesia.

Akan tetapi, kritik dan perlawananya ditujukan kepada para Menteri yang mengelilingi Bung Karno yang dinilainya hanya memperkaya diri sendiri dan memberi laporan yang bagus-bagus saja.

Sikap dan tindakan atas kritik dan perlawanannya kepada rezim Soekarno ini, memang menjadi bagian dari rangkian kalimat sebagaimana tertulis dalam buku wajib para demonstran parlemen jalanan era delapan puluhan, berjudul "Catatan Seorang Demonstran".

Soe Hok Gie tetap memposisikan diri di luar sistem, meski ada beberapa tokoh Angkatan 66 masuk dan menjadi anggota parlemen. Untuk mengingatkan kawan sejalan sekaligus kecintaan dan kesetiannya kepada para sahabatnya, Gie mengirim pupur dan lipstik sebagai bentuk sindirannya, agar mereka terlihat elok di mata penguasa.

"Terlihat elok" dalam konteks ini, bisa bermakna paradoksal. Yaitu tetap sebagai mantan aktifis yang kritis dan merdeka dalam berfikir dan bertindak. Atau sebaliknya, menjadi bagian peracik kebijakan politik pemerintah penguasa yang punya ruang dan peluang memanipulasi kekuasaan yang sedang digenggamnya.

Tindakan Soe Hok Gie di masa itu, nampaknya tidak ada lagi yang mau dan berani lakukan oleh para mantan aktivis di era reformasi kini. Meskipun, fenomena politisnya terulang lagi saat ini.

Hal diatas, sejalan dengan kata bijaknya yang pernah ditulis :

"Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi".

Tafsir kata bijak Gie itu, bisa dimaknai dengan sebuah kritik dan otokritik kepada para mahasiswa yang mengklaim sebagai aktivis, tetapi prilaku, mentalitas dan orientasi politiknya dicurigai bisa dengan mudah berubah pada saatnya.

Cukup banyak para mantan demonstran parlemen jalanan yang mendeklarasikan sebagai aktivis pro-demokrasi, berhasil merapat di eksekutif karena dikasih, maupun Legislatif dengan upaya dan dukungan komunitas dampingannya.

Sesungguhnya fenomena politik para aktifis mahasiswa Angkatan 66, telah terulang kembali di era Orde Reformasi. Perbedaannya hanya soal waktu saat bergabungnya para aktifis mahasiswa itu menjadi bagian dari sistem politik pemerintah penguasa.

Mengapa Soe Hok Gie merasa wajib dengan tindakannya kepada kawan sejalannya itu, karena untuk mengingatkan dan mengajak untuk tetap konsisten dengan cita-cita awal pergerakan, sebagaimana kata bijak yang ditulisnya :

"Bidang seorang sarjana adalah berfikir dan mencipta yang baru, mereka harus bisa bebas dari segala arus masyarakat yang kacau. Tapi mereka tidak bisa terlepas dari fungsi sosialnya. Yakni bertindak demi tanggung jawab sosialnya, apabila keadaan telah mendesak. Kaum intelegensia yang terus berdiam di dalam keadaan yang mendesak telah melunturkan semua kemanusiaan".

Tafsir kata bijak di atas, sesungguhnya ingin mengajak sesuai harapannya, bahwa tugas utama seorang intelektual harus mampu berfikir dan berbuat dengan bebas dalam mencerdaskan dan mencerahkan masyarakat dari ketidak-tahuan mereka.

Jika mereka sadar akan kebingungan masyarakat, tetapi tidak berkehendak membantu mereka karena ketidak-bebasnya demi mempertahankan kenyamanan posisi jabatan yang diduduki, maka jati dirinya sebagai manusia yang berpengatahuan menjadi sia-sia.

Perlawanan Gie tidak hanya protes dan demonstrasi turun jalan, tetapi dilakukan dengan cara menulis artikel opini di beberapa media massa Harian KAMI, Kompas, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya.

Apa yang dirasa-citakan itu, tertuang dalam tulisan kata bijaknya :

"Saya mimpi tentang sebuah dunia dimana ulama, buruh, dan pemuda bangkit dan berkata, "stop semua kemunafikan! Stop semua pembunuhan atas nama apapun". Tak ada lagi rasa benci pada siapapun, agama apapun, ras apapun, dan bangsa apapun. Dan melupakan perang dan kebencian, dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik".

Memaknai kata bijak di atas, sesungguhnya Gie sangat merindukan sebuah Indonesia yang benar-benar bisa memaknai kebhinekaan dalam arti yang sebenarnya. Menempatkan manusia pada tempat paling mulia, tanpa harus memandang latar belakang siapa mereka secara tendensius.

Sesungguhnya, sebuah negara bangsa yang merdeka dan berdaulat penuh, sudah seharus dan selayaknya mampu menjaganya secara bergotong-royong, tanpa melihat dan membedakan ragam etnis dan latar belakang politik setiap manusia sebagai warga Indonesia.

Tipikal Soe Hok Gie melakukan kritik dan melawan penguasa, dilakukan dengan model praksis, dikuatkan dan dikemas dalam bentuk opini tulisan. Sosok dirinya merupakan intelektual sejati, berani melawan arus jika diperlukan, dan konsisten dengan apa yang diucap dan ditulis, selanjutnya diwujudkan dengan tindakan secara konkrit.

Penulis: Khusnul Zaini, SH. MM.
Advokat dan Aktivis Lingkungan Hidup

Bahan bacaan/referensi :

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun