Mohon tunggu...
Khusnul Zaini
Khusnul Zaini Mohon Tunggu... Pengacara - Libero Zona Mista

Menulis Semata Mencerahkan dan Melawan ....!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrasi atau Oligarki Indonesia saat ini?

17 Juni 2020   18:54 Diperbarui: 29 Mei 2021   02:32 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Semua takut dan mengecam Oligarki dalam praktik pemerintahan Indonesia, tetapi mereka menikmati keyamanan yang difasilitasi kelompok Oligarki.

Sikap dan tindakan paradoks ini, sejatinya sudah berlangsung lama dalam praktik pemerintahan sebuah negara di mana pun, meski para penikmatnya mengklaim sebagai subyek yang anti dan penentang sejati praktik pemerintahan Oligarki.

Sebaliknya, persyaratan sebagai negara demokrasi, sudah terpenuhi. Praktik asas "Trias Politica" sudah diterapkan. 

Wujudnya dibuktikan dengan proses pembentukan dan praktik penyelenggaran kelembagaan negara (eksekutif dan yudikatif), hingga pemilihan anggota DPR (legislatif) sudah berlangsung sesuai teori dan praktinya secara seksama, dan sudah berjalan regular.

Rakyat sebagai pemilik saham terbesar negara-bangsa ini pun, sudah sepakat secara proporsional, memilih sistim demokrasi dalam praktik ketatanegaraannya. Karena menggunakan sistem proporsional, kemungkinan terjadinya manipulasi penyampaian aspirasi rakyat, tentu tidak terhindarkan.  

Dalam proses pemenuhan UU, sudah dilakukan dengan tata cara dan mekanisme sesuai UU yang mengatur proses pembuatannya. Praktik dan realisasi mandate UU juga diawasi dengan ketentuan UU lainnya. 

Bahkan kalangan sipil melalui perwakilan NGO atau kelompok tertentu lainnya, juga turut mengawasi proses pembuatan hingga penerapannya.

Intinya, tidak ada sesuatu, dan adanya sesuatu lainnya itu yang tidak diawasi, karena dalam sistem demokrasi, mengaharuskan ada mekanisme saling kontrol, agar tidak terjadi  praktek penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) oleh lembaga negara tertentu. 

Artinya, proses dan praktik sistem demokrasi di Indonesia sudah terpenuhi dan berjalan sesuai prosedur berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.

Oligarki adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh kelompok elit kecil dari masyarakat, baik dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau militer (wikipedia.org).

Implikasinya dengan dugaan adanya praktik Oligarki dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan saat ini, era sebelumnya, atau masa pemerintahan ke depannya, setidaknya cara kerja kelompok Oligarki ini bisa dianalogikan dengan tumbuhan parasit, yaitu Benalu.

Benalu adalah tumbuhan yang menumpang/menempel pada tanaman lain dan mengisap makanan dari tanaman yang ditumpanginya. Cara kerja kelompok Oligarki menyerupai Benalu. 

Posisi dan gerakannya hampir tidak kelihatan, karena besarnya batang (negara-bangsa Indonesia) dan rimbunnya dahan (aturan sistem birokrasi) yang menutupinya, sehingga pada akhirnya merugikan inangnya (pemerintah penguasa).

Dengan demikian, praktik Oligarki itu diduga kuat benar adanya, dan bergerak dengan sebuah konvensi, atau permufakatan, atau kesepakatan yang tak tertulis, tetapi dalam praktiknya dijadikan rambu-rambu bagi/diantara para pelakunya.

Setidaknya, pernyataan kader PDIP, Masinton Pasaribu, yang mencium aroma oligarki dalam Perpu.No.1/2020 tentang anggaran penanggulangan virus corona serta dampak sosial dan ekonominya melalui cuitannya di twiter, hingga diamini koleganya Deddy Yevri Sitorus anggota komisi VI DPR.RI. Itu, bisa dijadikan referensi sekaligus peringan politisnya.

Basis kekuatan dari praktik Oligarki itu, terletak pada modal/dana yang dimiliki. Ketersediaan modal/dana itulah yang dijadikan alat perantara membiayai dan membayar siapa saja yang mau diperintah atau diajak kerjasama. 

Imbalan yang diperoleh kelompok Oligarki, bisa menyelamatkan semua mainan yang sedang mereka operasikan.

Siapa yang bisa dan mau dibayar itu? adalah mereka yang bisa menduduki atau yang sedang menduduki seluruh institusi.

Institusi dimaksud bisa berarti Lembaga negara, NGO, Lembaga pendidikan, Lembaga profesional, Asosiasi lembaga profesi tertentu, Lembaga keagamaan, Lembaga keamanan, yang bisa dimanfaatkan sebagai kepanjangan tangan mereka, sesuai dengan perannya masing-masing.

Subyeknya bisa mewakili anggota DPR/MPR (Legislative), sebagai Jaksa/Hakim (Yudikatif), sebagai staf hingga pejabat lembaga pemerintah (Eksekutif), sebagai direktur/komisaris perusahaan swasta atau BUMN.

Bahkan subyeknya bisa mewakili  para pakar dan intelektual akademisi, konsultan, mahasiswa, tokoh agama dan tomas/todat, hingga seorang profesional dengan bidang dan keahliannya masing-masing.

Tidak juga tertutup kemungkinan, subyeknya kelompok mahasiswa/masyarakat yang mau berdemonstrasi, kelompok tertentu dengan patron politik dengan alirannya masing-masing, hingga NGO yang mau dibiayai atau yang dibentuk untuk menjalankan visi-misi mereka. 

Tidak semua memang, tetapi keterlibatan mereka itu bisa di klaim sebagai representasi subyek hukum tertentu.

Modal pelaku Oligarki sudah ditaburkan dengan merata. Sementara bagi kelompok penerima modal sudah berkomitmen dengan janjinya. 

Tentu mereka akan berupaya menunjukkan tanggung jawab moralnya, berupaya menjaga eksistensi intelektualnya, hingga keyamanan hidup yang sudah lama dinikmati dengan seluruh keluarganya. Mungkinkah semuanya harus berakhir atau diubah seketika? 

Pada akhirnya, serpihan gambar parcel tersebut perlahan akan tampak gambar dan wujud aslinya. Dan ternyata, serpihan gambar itu mewakil seluruh komponen yang memang tidak sadar sudah menjadi bagian dari para pelaku yang berkontribusi mendukung dan menguatkan praktik Oligarki itu sendiri.

Apabila benar interpretasi yang digambarkan tersebut, maka siapa yang harus dimintai tanggung jawab? apakah harus ditanggung secara tunggal atau berjamaah atas kekhilafan (kata halus dari kesengajaan tanpa disadari) berdasarkan sikap dan tindakannya itu? 

Bisa jadi, saya sendiri, atau sampean-sampean yang sedang baca artikel opini ini, secara tidak langsung, atau dengan kesadaran penuh, sedang atau pernah menjadi bagian dari pelaku praktik Oligarki sebagaimana sinyalemen kader PDIP, Masinton Pasaribu di awal paparan artikel ini. 

Jika pusing menjawabnya, tanyakan saja pada rumput yang bergoyang, dan akhirnya, dengan merenung sejenak, akan bisa menghantar ingatan dengan menengok ke belakang tentang segala apa yang sudah diposisi-perankan kita masing-masing selama ini, .... he he he he....

 

Penulis: Khusnul Zaini, SH. MM.
Advokat dan Aktivis Lingkungan Hidup Nasional

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun