Mohon tunggu...
Khusnul Zaini
Khusnul Zaini Mohon Tunggu... Pengacara - Libero Zona Mista

Menulis Semata Mencerahkan dan Melawan ....!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tafsir Hukum: Praktik UU.No.2/2020 Tidak Boleh Mereduksi Hak Politis Desa

8 Juni 2020   00:49 Diperbarui: 8 Juni 2020   05:59 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penggalan kalimat “… Pemerintah Daerah diberikan kewenangan …” itu, bisa ditafsirkan bentuk keleluasaan kekuasaan kepala daerah menentukan pilihan mata anggaran berdasarkan pertimbangan politisnya, demi menyelamatkan proses ketatanegaraan di tingkat daerah (propinsi dan kabupaten).

Tafsir hukumnya bisa berarti bahwa pihak kepala daerah bisa tetap berhak mengajukan anggaran dana untuk alokasi anggaran sumber keuangan desa kepada pemerintah pusat, selain pengajuan dana untuk penanganan dan pencegahan pandemic COVID-19.

Basis argumentasi dan jastifikasi secara logis dan rasionalnya, yaitu dengan menggunakan tafsir hukum atas ketentuan yang termaktub dalam lampiran UU.No.2/2020 bagian kedua terkait “Kebijakan di Bidang Keuangan Daerah” Pasal 3 ayat (1) Perpu.No.1/2020, tentunya dengan “pertimbangan subyektif politis” kepala daerah (Propinisi dan Kabupaten) tertentu.

Ketentuan dimaksud menyebutkan “Dalam rangka pelaksanaan kebijakan di bidang keuangan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4), Pemerintah Daerah diberikan kewenangan untuk melakukan pengutamaan penggunaan alokasi anggaran untuk kegiatan tertentu (refocusing), perubahan alokasi, dan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah”.

Implikasi politk sebagaimana paparan di atas, dengan sendirinya praktik pelaksanaan lampiran UU.No.2/2020 berdasarkan ketentuan pasal 28 angka 8 Perpu.No.1/2020 tersebut, seharusnya tidak dengan serta merta bisa diabaikan begitu saja, karena pihak pemerintah pusat “harus mempertimbangkan hak politik pemerintah daerah (Propinsi dan Kabupaten)” atas “pemberlakuan azas derivative” yang dimiliki Gubernur dan Bupati yang menjadi kepanjangan tangan kemendagri dan Presiden sebagai kepala pemerintahan.

Berdasarkan tafsir hukum di atas, maka konsekwensi politis yang bisa dijadikan jastifikasi hukumnya, maka dalam kontek ini pemerintahan Desa tetap berhak mendapatkan alokasi dana desa dari pemerintah Propinsi dan Kabupaten dengan pertimbangan khusus, sesuai ketentuan :

  1. Pasal 72 ayat (1) huruf c yang menyebutkan “Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) bersumber dari bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota”, yang apabila pemerintah Kabupaten/Kota tidak menerapkan atau telah mengakhiri kebijakan PSBB, sehingga praktik pungutan pajak daerah dan retribusi daerah telah berjalan normal seperti praktik sebelumnya.
  2. Pasal 72 ayat (1) huruf d yang menyebutkan “alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota”, yang karena sumber dana perimbangan beragam sumbernya, sehinga dalam logika hukum ketatanegaraan pemerintah daerah (Propinsi dan Kabupaten) tetap menerima pendapatan berdasarkan alokasi dana dari pemerintah pusat sesuai nomenklatur yang berlaku secara reguler.

Pengalokasian dana perimbangan secara ketatanegaraan tidak bisa ditunda dalam kondisi politik negara bagaimanapun, karena penggunaan dana yang bersumber dari pendapatan APBN tersebut merupakan kewajiban politis atas komitmen antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi Fiskal.

Keharusan pemerintah daerah melaksanakan desentralisasi fiskal sisi belanja (expenditure) sebagai kewenangan untuk mengalokasikan belanja sesuai dengan diskresi politik seutuhnya masing-masing daerah. Fungsi dari Pemerintah Pusat hanyalah memberikan advice serta monitoring pelaksanaan.

  1. Pasal 72 ayat (1) huruf e yang menyebutkan “bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota” apabila pemerintah Kabupaten/Kota dan propinsi tidak menerapkan atau telah mengakhiri pelaksanaan kebijakan PSBB, sehingga pemerintah propinsi dan kabupaten bisa menerapkan kebijakan pembangunan daerahnya secara regular seperti kebiasaan semula.

Pemerintah daerah (Propinsi dan Kabupaten) juga bisa menggunakan peluang kevakuman hukum jika pihak Kemendagri belum menyiapkan perangkat hukum sebagaimana yang dimandatkan berdasarkan ketentuan lampiran UU.No.2/2020 tentang Kebijakan di Bidang Keuangan Daerah, sesuai ketentuan Pasal 3 ayat (2) Perpu.No.1/2020.

Ketentuan sebagaimana dimaksud di atas menyebutkan bahwa “Ketentuan mengenai pengutamaan penggunaan alokasi anggaran untuk kegiatan tertentu (refocusing), perubahan alokasi, dan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri”.

Posisi Dan Peran NGO/Lembaga Pendamping

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun