Mohon tunggu...
Khusnia EviSafitri
Khusnia EviSafitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Flat

Stay

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Feminisme dan Pencapaian Kesetaraan Gender dalam Isu-isu Terkait Seksualitas

25 Juni 2023   16:02 Diperbarui: 25 Juni 2023   16:22 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

  Sejak dimulainya gerakan feminis, diskusi tentang kesetaraan gender bagi perempuan hingga saat ini masih dikatakan belum tuntas, sebab berbagai perjuangan secara ideologis ataupun partisipatif belum mampu menghasilkan kemajuan yang signifikan bagi perempuan itu sendiri. Perjuangan kesetaraan gender dalam berbagai bidang kehidupan telah mengangkat feminisme ke posisi yang semakin penting dan relevan. Salah satu aspek yang utama dalam wacana feminisme adalah seksualitas perempuan, yang mana telah lama menjadi pusat perdebatan dan perjuangan bagi perempuan di seluruh dunia.

  Seksualitas perempuan sering kali dipandang sebagai topik kompleks yang terkait langsung dengan norma sosial dan kemampuan untuk melakukan kontrol. Tujuan feminisme adalah untuk menyelidiki, memahami, serta memerangi ketidakadilan dan ketidaksetaraan yang muncul dari standar patriarki yang membatasi seksualitas perumpuan.       

Feminisme telah membantu menghancurkan kepercayaan tradisional tentang seksualitas perempuan dalam latar ini. Gerakan ini sangat menekankan nilai pemahaman seksualitas perempuan sebagai individu yang kompleks dan otonom. Perempuan bebas mengekspresikan dan menjalani seksualitas mereka tanpa takut akan diskriminasi, kekerasan, atau penindasan.

Feminisme juga membahas masalah penting seperti hak atas tubuh, pilihan reproduksi, pengetahuan seksual, dan kesehatan seksual. Gerakan ini mengadvokasi otonomi perempuan atas tubuh mereka sendiri, termasuk hak untuk memutuskan apakah akan melakukan aktivitas seksual, hamil, atau menggunakan kontrasepsi. Selain itu, feminism mengupayakan pendidikan seksual yang inklusif dan komprehensif, yang memberikan pengetahuan kepada perempuan tentang tubuh mereka dan interaksi interpersonal.


Isu-Isu Seksualitas dalam Feminisme
Istilah "seks" tampaknya memiliki sejumlah konotasi yang barvariasi tergantung konteksnya. Kata seks dapat diterapkan dalam pengertian mengenai reproduksi, kesenangan, dan berbagai macam fungsi perbedaan manusia dalam hal anatomi dan kepribadian. Dalam hal seksualitas, perempuan lebih diawasi dan diperingatkan untuk menjaga dirinya dari aktivitas seksual, diajarkan untuk menghambat respon seksual mereka dan untuk mengasosiasikan menjadi perempuan yang baik dengan tidak melakukan seks.

Kontrol seksual terhadap perempuan memberikan banyak pelabelan negatif atas perempuan dan membatasi geraknya. Istilah-istilah seperti pelacur, perempuan liar, murahan dilekatkan dengan mudah pada perempuan. Dalam sebuah penelitian yang menilai perilaku seksual pada perempuan dan laki-laki, ditemukan bahwa perempuan yang terlibat dalam aktivitas seksual yang tinggi dianggap asertif dan liberal. Ini menyiratkan bahwa ketika menilai perempuan terhadap laki-laki, seksualitas lebih signifikan. Maka dari itu, seksualitas menjadi salah satu aspek penting dalam pembahasan feminisme. 

Feminisme secara inheren menekankan kebebasan seksual dan kesetaraan gender dalam berbagai bidang kehidupan. Konsep seksualitas dalam feminisme melibatkan sejumlah isu termasuk otonomi seksual, penindasan seksual, objektifikasi, dan pilihan seksual.

1. Otonomi Seksual
Otonomi seksual merupakan konsep yang penting dalam feminism, dan sering kali menjadi salah satu isu sentral dalam perdebatan mengenai seksualitas. Istilah otonomi seksual mengacu pada kebebasan yang dimiliki setiap orang untuk memutuskan bagaimana mereka ingin mengontrol dan mengekspresikan seksualitas mereka. Ini memerlukan pengakuan bahwa orang memiliki hak atas tubuhnya sendiri, termasuk kebebasan untuk memutuskan hubungan seksual, orientasi seksual, identitas gender, ekspresi gender. 

Konsep otonomi seksual juga melibatkan pengakuan bahwa individu memiliki hak untuk bebas dari diskriminasi berdasarkan orientasi seksual atau identitas gender mereka. Ini berarti bahwa setiap orang harus memiliki akses ke tingkat perlindungan hukum dan hak yang sama sepanjang hidup mereka.

Kebebasan seksual dipandang sebagai komponen penting dari pembebasan perempuan dalam feminism. Tradisi patriarki yang berlaku di masyarakat seringkali membatasi dan mengatur seksualitas perempuan. Laki-laki dianggap memiliki lebih banyak kebebasan seksual, sedangkan perempuan seringkali ditempatkan pada posisi pasif dan dijadikan objek seksual. Otonomi seksual dalam feminism bertujuan untuk menentang dan mengubah dinamika ini.

2. Penindasan Seksual
Topik yang kompleks dan signifikan yang sering dibahas dalam konteks feminism adalah penindasan seksual dalam kaitannya dengan perdebatan seksualitas. Untuk mencapai kesetaraan gender, feminsme telah menjadi gerakan sosial dan politik yang membantu meruntuhkan dan menentang berbagai bentuk penindasan seksual.

Penindasan seksual adalah bentuk intimidasi atau pelecehan sehubungan dengan jenis kelamin, tubuh, orientasi seksual, atau aktivitas seksual seseorang. Ini dapat berupa pelecehan fisik, verbal atau emosional, dan terjadi dalam berbagai konteks, termasuk tempat kerja, sekolah dan platform online. Penindasan seksual dapat memiliki efek yang serius dan bertahan lama pada kesejahteraan mental dan emosional korban.

Pada korban pelecehan seksual mungkin mengalami keputusasaan, kecemasan, harga diri rendah, gangguan stress pasca-trauma, dan masalah kesehatan mental lainnya. Menyakiti diri sendiri atau bahkan bunuh diri dapat terjadi akibat dari pelecehan seksual dalam keadaaan tertentu. Dan dalam hal ini, wanita minoritas seksual yang diintimidasi lebih mungkin mengalami depresi dan ide bunuh diri daripada pria minoritas seksual dan rekan heteroseksual mereka.

Untuk itu disini feminisme berperan dalam menyuarakan penentangan terhadap penindasan seksual, termasuk pelecehan seksual, pemerkosaan, perdagangan seks, dan kekerasan seksual lainnya. Gerakan feminis berusaha menghapus budaya pemerkosaan, memberlakukan undang-undang yang melindungi korban kekerasan seksual, daan mengubah sikap yang mendorong atau membenarkan perilaku tersebut.

3. Objektifikasi
Objektifikasi dalam filsafat sosial mengacu pada memperlakukan seseorang seperti objek tanpa menghormati martabatnya. Menurut filsuf Martha Nussabaum, seseorang mengalami objektifikasi jika mereka diperlakukan seperti alat untuk digunakan orang lain, seolah-olah dapat ditukarkan, seolah-olah dapat disakiti atau dihancurkan, dan seolah-olah tidak perlu memedulikan prasaan serta pengalamannya. Sama hal-nya dengan objektifikasi seksual yaitu tindakan memperlakukan seseorang sebagai alat pemuas hasrat seksual. 

Gagasan penting dalam teori feminis adalah gagasan objektifikasi seksual, atau lebih khusus lagi objektifikasi perempuan. Kebanyakan kaum feminism memandang objektifikasi seksual sebagai hal yang tercela, dan merupakan faktor yang memainkan peran penting dalam ketidaksetaraan gender. Feminisme menentang objektifikasi dan menekankan pentingnya menghargai individu sebagai manusia yang utuh dengan kemampuan dan aspirasi yang lebih luas.

4. Pilihan Seksual
Secara umum, feminism menekankan kebebasan perempuan dari penindasan dan diskriminasi serta kesetaraan gender. Feminisme bukanlah paham yang mengatur atau mempengaruhi pilihan seksual seseorang. Seksualitas dan pilihan seksual merupakan hal yang sangat privasi dan individual, yang mana seharusnya dihargai dan diakui tanpa adanya penilaian atau tekanan dari pihak lain. 

Feminisme mempromosikan kebebasan setiap orang untuk mendefinisikan dan  mengekspresikan identitas seksual mereka tanpa hambatan atau prasangka. Adapun salah satu feminis yang membahas isu ini yaitu Adrienne Rich, dalam karyanya yang berjudul "Compulsory Heterosexuality and Lesbian Existence". Ia mengkritik asumsi-asumsi heteroseksual dalam masyarakat dan menekankan pentingnya mengakui dan menghormati variasi seksualitas.

   Dari bahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa feminisme telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam memperjuangkan kesetaraan gender pada isu-isu seksualitas. Gerakan feminis menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya menghormati kebebasan seksual perempuan, melawan kekerasan seksual, dan menghapuskan stereotip seksual yang merugikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun