Prolog
Keadilan Tersandera Hukum Formal
Keadilan hukum bagi masyarakat, terutama masyarakat miskin di negeri ini adalah suatu barang yang mahal. Keadilan hukum hanya dimiliki oleh orang-orang yang memiliki kekuatan, akses politik dan ekonomi saja. Sementara, masyarakat lemah atau miskin sangat sulit untuk mendapatkan akses keadilan hukum, bahkan mereka kerapkali menjadi korban penegakan hukum yang tidak adil. Fenomena ketidakadilan hukum ini terus terjadi dalam praktik hukum di negeri ini. Munculnya berbagai aksi protes terhadap aparat penegak hukum di berbagai daerah, menunjukkan sistem dan praktik hukum kita sedang bermasalah. Menurut Ahmad Ali (2005), supremasi dan keadilan hukum yang menjadi dambaan masyarakat tak pernah terwujud dalam realitas riilnya. Keterpurukan hukum di Indonesia malah semakin menjadi-jadi. Kepercayaan masyarakat terhadap law enforcement semakin memburuk. Kasus pencurian seperti yang dilakukan Basar-Kholil, bisa dikatakan sebagai salah satu bentuk pelanggaran atau penyimpangan norma sosial dan hukum dalam masyarakat. Pelanggaran ini sebenarnya bisa diselesaikan melalui mekanisme sosial atau hukum sosiologis dalam masyarakat lokal. Namun, kasus ini langsung ditarik dalam ranah penyelesaian hukum positif negara yang lebih mengandalkan instrument legal-formal, yakni kepastian hukum daripada keadilan masyarakat. Pemahaman dan penyelesaian hukum legal-formal atas kasus Basar-Kholil inilah yang kemudian mengusik rasa keadilan masyarakat. Keadilan warga miskin seperti Basar-Kholil ini tercabik- cabik ketika masuk dalam ranah penyelesaian hukum positif negara yang sangat positivistik.
Bab 1Â ini secara mendalam membahas hubungan kompleks antara hukum dan masyarakat. Inti utama dari bab ini adalah pentingnya mempertimbangkan aspek sosiologis dalam penerapan hukum untuk mencapai keadilan yang lebih substantif. Bab ini memberikan landasan teoretis yang kuat untuk memahami hubungan antara hukum dan masyarakat. Penulis berhasil menunjukkan bahwa hukum tidak hanya sekadar kumpulan aturan, tetapi juga merupakan cerminan dari nilai-nilai dan dinamika sosial. Pendekatan yuridis-sosiologis yang diusulkan merupakan langkah maju dalam upaya mewujudkan keadilan yang lebih inklusif dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Bab IIÂ ini menyoroti secara khusus permasalahan akses keadilan yang dialami oleh masyarakat miskin di Indonesia. Meskipun Undang-Undang Dasar 1945 menjamin hak atas kesejahteraan sosial, namun dalam praktiknya, masyarakat miskin seringkali mengalami kesulitan dalam mendapatkan keadilan. Dalam bab ini memberikan gambaran yang jelas tentang permasalahan akses keadilan bagi masyarakat miskin di Indonesia. Ketidakadilan yang dialami oleh kelompok masyarakat ini merupakan masalah serius yang membutuhkan perhatian dari semua pihak, baik pemerintah, penegak hukum, maupun masyarakat sipil.
Bab III Kasus Basar-Kholil merupakan sebuah contoh menarik tentang bagaimana tumpang tindihnya norma hukum formal dan informal dalam masyarakat, khususnya dalam konteks penegakan hukum terhadap masyarakat miskin. Kasus ini juga mengungkap adanya ketidakadilan dan diskriminasi dalam proses peradilan. Terdapat dugaan diskriminasi dalam kasus ini. Karena pelapor memiliki latar belakang sebagai polisi dan TNI, kasus ini diproses secara serius dan cepat. Hal ini menunjukkan bahwa akses keadilan bagi masyarakat umum, terutama yang berasal dari kalangan miskin, masih sangat terbatas. Meskipun hukuman yang diberikan relatif ringan, namun proses peradilan yang panjang dan stigma sosial yang melekat pada diri Basar dan Kholil dapat dianggap sebagai bentuk hukuman yang berat bagi mereka. Di sisi lain, kasus ini juga memberikan efek jera bagi masyarakat sekitar untuk tidak melakukan tindakan serupa. Dalam kasus-kasus yang melibatkan konflik antar warga, pendekatan restoratif seperti mediasi atau musyawarah dapat menjadi alternatif yang lebih efektif dan adil.
 Bab IV ini melakukan analisis mendalam terhadap kasus Basar-Kholil dengan menggunakan lensa perspektif sosiologi hukum. Kasus ini dijadikan sebagai contoh nyata untuk menunjukkan bagaimana penerapan hukum yang kaku dan tidak mempertimbangkan konteks sosial dapat menimbulkan ketidakadilan.
*Hukum Sosiologis: Hukum tidak hanya sekadar kumpulan aturan, tetapi juga merupakan produk dari interaksi sosial dan budaya. Hukum harus dinamis dan mampu beradaptasi dengan perubahan sosial.
*Konflik Sosial: Konflik adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial. Namun, tidak semua konflik harus diselesaikan melalui jalur hukum formal.
*Penyelesaian Konflik secara Sosiologis: Kasus Basar-Kholil seharusnya dapat diselesaikan secara musyawarah di tingkat desa, namun karena intervensi pihak berwajib yang memiliki kekuasaan, kasus ini justru berujung di pengadilan.
*Ketidaktahuan Masyarakat tentang Hukum: Banyak masyarakat, terutama yang tinggal di daerah pedesaan, tidak memahami hukum formal. Hal ini membuat mereka rentan menjadi korban ketidakadilan.Â