Mohon tunggu...
Khusen Mandala
Khusen Mandala Mohon Tunggu... Psikolog - Bapak dari 2 anak wanita

Over you

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kematian Itu Keniscayaan

10 Januari 2021   16:24 Diperbarui: 10 Januari 2021   16:25 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jika ada kehidupan sudah pasti ada kematian. Manusia adalah sesuatu yang hidup dan juga pasti mengalami kematian. Tidak bisa di hindari. Setidaknya belum ada konsep atau penemuan ilmiah untuk menghambat atau mengatur itu semua.

Semua pernah mengalami, satu persatu keluarga pergi. Sahabat berkurang. Teman menghilang. Tetangga tak lagi ada. Karena telah dijemput oleh kematian.

Ibarat antrian. Kita semua menunggu kapan waktunya. Tidak ada yang tahu, kecuali sang pencipta. Bisa datang tiba-tiba. Baik saat senang ataupun susah.

Cara manusia mengalami kematian memang tak pasti. Hanya kematian itu sendiri yang pasti hadir dan hinggap di kita. Tak perlu dicemaskan. Tak perlu dikhawatirkan, karena setiap orang akan kebagian.

Ada yang terlalu berlarut dalam kesedihan ditinggal mati oleh orang tersayang. Ada yang senang ditinggal mati oleh orang yang dia benci. Ini adalah sebuah pilihan. Tentang bagaimana ia memandang persoalan kehidupan secara holistik.

Setidaknya ada 3 hal yang harus kita perhatikan saat melihat atau mendengar kabar kematian:

1. Jangan di dramatisir

Bukan hal yang aneh lagi. Banyak media atau orang yang sering kali melebih-lebihkan suatu peristiwa. Jika itu media yang melakukan, jelas itu adalah untuk kepentingan industrinya. Jika orang biasa yang melakukan, jelas itu untuk kepentingan pribadinya. Eksistensi dan lainnya.

Banyak peristiwa kematian yang terlalu di dramatisir. Media menyebarkan berita yang tak perlu disebarkan. Contoh, firasat keluarga sebelum kematian. Seharusnya hal ini bukan pekerjaan media. Media itu harus mencerahkan! Bukan malah terjebak dalam narasi dan pertanyaan konyol.

2. Jangan menyebarkan aib, foto kematian dan beberapa hal privasi tanpa seizin ahli waris orang yang meninggal

Zaman modern adalah zaman edan kata orang kampung dulu. Benar sekali. Informasi mengalir begitu cepat. Salah benar itu tak menjadi ukuran. Yang penting klik datang dan mengikuti selera pasar.

Kisah tentang orang itu sebelum mati atau cara dia mengalami kematian terus di produksi dalam bentuk gambar dan tulisan. Dalam tingkatan tertentu bahkan ada yang memproduksinya melalui video dan lainnya. Naasnya banyak hal tersebut dilakukan tanpa seizin ahli waris.

3. Biasa saja, merasa kehilangan boleh. Tapi jangan berlebihan.

Sudah, pasti semua sering melihat orang yang terlalu sedih menghadapi kematian. Menangis tak henti. Bahkan ada yang stress. Ada yang sampai terkena serangan jantung dan akhirnya ikut meninggal.

Merasa kehilangan sekaligus merasa sedih itu wajar. Tapi jika sudah berlebihan, itu menjadi tak manusiawi lagi. Cukup sedih dengan mengingat kebaikannya. Juga jadikan kematian sebagai pelajaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun