Mohon tunggu...
Ang Tek Khun
Ang Tek Khun Mohon Tunggu... Freelancer - Content Strategist

Sedang memburu senja dan menikmati bahagia di sini dan di IG @angtekkhun1

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

May dan Langkah Ke-28

25 April 2024   00:00 Diperbarui: 25 April 2024   00:04 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu kekerasan seksual terhadap perempuan kerap kali menjadi perhatian publik tatkala setiap peristiwa tersebut menjadi "mahkota" pemberitaan. Kalkulasi traffic kunjungan terhadap pemberitaan tersebut menjadi daya ukur kemunculannya.

Itu sebabnya dibutuhkan upaya lain dalam memeliharaan tingkat perhatian publik dan menjaga energi para pemangku kepentingan (stakeholder) dalam menunaikan keterpanggilan dan kewajibannya sebagai penyelesai masalah, dan lebih utama pencegah kejadian (preventif).

Salah satu upaya tersebut berada di ranah kreatif sebagai ladang semai dalam menumbuhkan dan meningkat kesadaran akan isu ini. Varian seni kreatif ini, satu di antaranya adalah melalui kehadiran medium film.

Perihal medium film dan semua aspek terkait sinema ini, menjadi menarik untuk diperbincangkan berkenaan dengan agenda komunitas KOMiK Kompasiana. Event menulis ini digelar dalam semangat mengisi Hari Kartini melalui ceruk narasi bertema besar ini.

Film 27 Steps of May

Film 27 Steps of May (2018/2019) adalah karya sinema besutan sutradara Ravi Bharwani yang menggelar kisah karya Rayya Makarim dalam rentang  1h 52m. Buah produksi Green Glow Pictures ini rilis untuk publik pada 27 April 2019.

Film dengan pemeran utama Raihaanun, Lukman Sardi, dan Ario Bayu ini sempat tampil di Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2018 dan world premiere di 23rd Busan International Film Festival melalui program "A Window on Asian Cinema" (8 October 2018).

27 Steps of May bertutur tentang karakter perempuan bernama May (Raihaanun). Ia "dipaksa" dan terpaksa menempuh hari-harinya yang kelam akibat kekerasan seksual (pemerkosaan) oleh sejumlah lelaki ketika dia berusia 14 tahun.

Tahun-tahun panjang ia lalui dalam area sebatas 27 langkah kaki hingga film ini kemudian memainkan scene ketika May telah menjadi sosok perempuan dewasa. Sepanjang tahun-tahun pedih itu pula May membangun zona aman bagi dirinya. Ia tak mampu melewati garis batas traumatis terhadap dunia luar.

Balutan trauma membelit seluruh tubuh dan kerja otaknya sedemikian erat, hingga ia tak mengenal ampun dalam melakukan tindakan menyakiti dirinya sendiri secara sengaja (self harm). May seolah menanggungkan beban perih masa lalunya pada pergelangan tangan yang disayatnya.

Diagram korban kekerasan seksual (Sumber: scholarhub.ui.ac.id)
Diagram korban kekerasan seksual (Sumber: scholarhub.ui.ac.id)

May, Kurban, dan Korban

Dunia May sedang mekar-mekarnya ketika peristiwa naas tersebut terjadi. Tubuhnya bergerak bebas menikmati beragam wahana permainan di taman hiburan. Senyumnya taramat rajin mengembang menikmati rangkain momen yang menerbitkan kebahagiaan seorang remaja.

Lalu, segalanya tiba-tiba menjadi gelap. Semuanya hancur bak gerabah lebur jatuh dari ketinggian. Sekalipun fisiknya tetap bertahan dan tumbuh sebagaimana perempuan lainnya, dunianya berantakan.

Beruntung, May mampu membangun dunia kecilnya meskipun di dalam ruang sempit. Dan, kakinya diberi kekuatan untuk melangkah sekalipun dalam radius yang digambarkan sebagai 27 langkah. May mampu bertahan dan mempertahankan napasnya---alih-alih mengakhirinya.

Apa yang dialami May, sejak semula, tak pernah menjadi perhatian publik. Kisahnya tidak pernah memenuhi pemberitaan media massa dan narasi di media sosial platform mana pun. Tak ada inisiasi publik untuk menggugat pemangku kepentingan bertindak.

May bukankah seorang kurban, melainkan korban. Ia tidak melakukan apa pun yang membawa dirinya ke dalam pencobaan membangkit hasrat "binatang" para lelaki hidung belang. Ia hanya berjalan kaki, untuk pulang ke rumahnya. Ia hanya sedang berbahagia memeluk boneka yang ia peroleh dari taman hiburan yang didatanginya.

May bertahan dalam lapis pertahanan yang dibangun ayahnya. Lebih dari itu ada perhatian dari sahabat ayahnya. Baru kemudian, kelak ia mengenal seorang pesulap melalui cara atau proses yang teramat terapeutik.

Sebagai informasi untuk membuka wawasan siapa saja, May tidak sendirian. Kejadian naas yang dialaminya, masih menyisip dalam masyarakat. Dan, apa yang dialami May tidak hanya menimpa para perempuan dewasa. Namun juga para gadis di bawah umur (anak-anak).

Solusi

Saya tidak memiliki solusi yang lihai dan tidak kompeten untuk mengajari May dan sesamanya. Demikian pula, saya tidak memiliki tutorial sebagai lelaki dan untuk lelaki. Namun, saya meyakini berikut ini.

Jika setiap anak laki-laki tumbuh dan dibesarkan dengan cara pandang bahwa setiap perempuan adalah seorang ibu dalam retina mata fisik dan batinnya, niscaya dunia akan lebih baik. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun