Pay It Forward: Warga Luas
Kontribusi kategori terakhir ini, tentu saja bagi warga luas, tanpa batas-batas geografis. Kesempatan berbagi melalui "ilmu" menulis, terbuka bukan hanya di Jogja dan sekitarnya. Peluang itu memberi saya kesempatan menjelajah Jakarta, Palangkaraya, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan kota-kota lain di pulau Jawa.
Untuk memperkuat kelembagaan, kesempatan terlama dan terluas adalah di ranah pariwisata, baik di tingkat kementerian, hingga dinas-dinas pprovinsi dan kabupaten. Sebagai Kompasianer, turut pula memperkuat komunitas dan ekosistem lintas sektoral skala provinsi dan kabupaten, misalnya dinas kominfo, dinas koperasi, dan institusi lainnya.
Ketika pandemi Covid-19 tiba, banyak kegiatan berhenti. Namun dalam gerak-gerak terbatas dan meluas, kesempatan itu terbuka luas. Kami, atas nama komunitas KJOG, banyak membantu pelaku UMKM untuk berpromosi di media sosial. Mereka sangat respek kepada Kompasiana.
Telepon-Telepon dan Apresiasi
Cukup banyak WhatsApp (WA) yang pernah saya terima berkenaan dengan status Kompasianer dan represenatif komunitas. Demikian juga ajakan berdiskusi di berbagai tempat, terutama di industri FnB. Namun, dua kisah bertelepon yang cukup panjang dan meninggalkan kesan spesial, layak di-spill sikit di sini.
Pertama, saya pernah ditelepon pemilik produk UMKM berkaitan dengan tulisan saya di Kompasiana. Percakapan kami cukup panjang, termasuk meliputi produk dan dan rencana marketing era digital/medsos. Minat saya yang sangat besar pada perencanaan produk, marketing, dan strategi konten turut membantu dalam semangat berbagi.
Kedua, percakapan telepon panjang, saya terima dari manajemen sebuah maskapai nasional. Ketika itu saya berada di dalam kereta dalam perjalanan dari Yogyakarta menuju Jakarta. Telepon ini adalah bagian dari respons korporat atas tulisan saya di Kompasiana.
Awal kisahnya begini. Dalam sebuah perjalanan pulang ke Yogyakarta menggunakan maskapai penerbangan tersebut, saya mengalami hal yang tidak mengenakkan. Sebagian kursi duduk saya dan banyak di bagian belakang kursi penumpang yang menghadap ke saya, dipenuhi "noda" lengket permen karet.
Selain tak sedap dipandang, aromanya cukup menusuk hidung. Ketika saya mengajukan komplen saat pesawat mengudara, para awak kabin tampak sangat sibuk. "Lepehan" yang susah dihilangkan dan cukup banyak, ternyata tidak menjadi perhatian serius para awak.
Tiba di Yogyakarta, usai menimbang cukup panjang, saya pun memutuskan untuk menuliskannya di Kompasiana. Tulisan itu pun viral, dibaca secara luas, hingga sampai ke pihak maskapai. Lalu, cukup lelah juga saya menerima percakapan panjang tersebut yang bersisi penjelasan dan undangan menyambangi hanggar pesawat yang tak ada kelanjutannya.