Gunungkidul di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyimpan banyak kisah untuk diceritakan. Ada banyak sisi ulik dalam kurun waktu yang panjang. Ada kisah-kisah yang (mungkin) terasa berat, terutama di masa lalu. Namun, tak kurang banyak cerita melegakan dan menggembirakan.
Dalam beberapa tahun terakhir, sayangnya sempat terpotong oleh datangnya masa pandemi, kawasan Gunungkidul berkembang sedemikian rupa. Bagai gadis yang beranjak remaja dan memancarkan pesonanya.
Salah satu perkembangan yang menonjol, berkenaan dengan tumbuhnya spot atau kawasan yang kerap disebut sebagai destinasi dalam kamus bahasa pariwisata. Di dalam lingkupnya turut serta berbagai rintisan dan perkembangan kegiatan ekonomi kreatif UMKM).
Terpencil Lalu Terpancar
Dilihat dari posisinya, Dusun Kemuning berada di Desa Bunder, Kecamatan Patuk, Gunungkidul. Posisi keberadaannya cukup terpencil. Dari Yogyakarta, perjalanan ke sana tidaklah ditempuh dengan lurus dan mulus.
Perlu usaha tertentu untuk mencapai lokasi itu. Setidaknya berlika-liku diwarnai tanah berbatuan dan meniti kontur pijak pegunungan.
Untuk sampai di sana, dengan jaraknya tidak kurang dari 35 km, sebenarnya bukanlah rentang yang luar biasa. Namun dengan kondisi seperti diuangkap di atas, maka dibutuhkan durasi tempuh sekitar satu setengah jam. Titik berangkatnya tentu dihitung dari pusat kota Yogyakarta.
Potret Kilas Kemuning
Sebagai informasi berupa data, Dusun Kemuning dihuni oleh sekitar 350-an jiwa yang tergabung dalam 113 KK. Selutuh warga ini bernaung di bawah satu 1 RW dan empat RT.
Pada 2016 dusun Kemuning terpilih menjadi salah satu dari 77 Kampung Berseri Astra (KBA). Keterpilihan ini perlahan meningkat Dusun Kemuning dari status dusun tertinggal.
Ini menjadi titik utama bagi warga Dusun Kemuning untuk melangkah ke depan. Mereka berfokus pada empat pilar Astra. Pilar-pilar itu adalah kesehatan, lingkungan, pendidikan, dan kewirausahaan.
Gambaran kehidupan warga di desa Bunder tak lepas dari pemandangan yang dapat kita jumpai sebagaimana pedesaan umumnya di pulau Jawa. Rumah-rumah dengan bangunan khas Limas adalah pemandangan yang lazim.
Mungkin belum banyak yang tahu bahwa Dusun Kemuning adalah bagian dari kawasan hutan Perhutani dan Wanagama. Dengan lokasi yang seperti ini akan memudahkan Anda membayangkan bagaimana asri suasana desa di sana.
Jarak yang cukup jauh dari perkotaan dan jalan tempuh yang tidak mudah, bukan menjadi kendala di era kekinian. Melainkan justru memberi keuntungan tersendiri sebagai kawasan yang disukai oleh generasi era kini untuk "healing".
Di era pariwisata berkembang pesat saat ini, Kemuning mendapatkan posisi strategis. Kawasan ini bisa memancarkan daya tariknya sebagai destinasi yang menggiurkan untuk didatangi. Pastinya dengan catatan bila dikelola dengan baik dan berkelanjutan.
Menggenjot Ekonomi Kreatif
Berdamai dengan alam, warga setempat banyak yang menggantungkan hidup dengan harapan pada potensi pertanian. Yang paling menonjol dari usaha pertanian setempat adalah penanaman singkong dan pisang.
Berbicara khusus tentang singkong, hasil pertanian ini cukup menonjol. Sebuah catatan menyebutkan bahwa dalam masa setahun, setidaknya kawasan ini mencatatkan produksi di kisaran 850.000 ton singkong.
Bersadarkan bahan baku singkong dan juga pisang, warga setempat berkreasi menghasilkan berbagai olahan khas Gunungkidul. Paling mudah dikenali selama ini, tentu saja olahan yang bernama Gaplek.
Jenis makanan ini pernah sangat dikenal sebagai makanan pokok penduduk Gunungkidul. Gaplek ini diolah sedemikian rupa (fermentasi) hingga menjadi nasi tiwul. Ada pula jenis gaplek hitam, inilah yang biasanya berubah wujud menjadi gatot.
Para pegiat ekonomi kreatif ini, dengan berbagai macam variasi produk rumahannya, berhimpun dalam wadah bersama, UKM Oase Kemuning Gunungsewu.
Sebagai catatan, warga setempat tetap bergiat dalam aktivitas utama sebagai petani dan sebagian peternak. Kaum bapak-bapak tidak sendiri, sebab para ibu turut mengukurkan tangan terlibat dalam aktivitas perekonomian ini.
Sampah, Posyandu, dan PAUD
Jika permasalahan sampah sempat merebak dan viral menjadi buah bibir di provinsi DIY, maka warga di sini bisa berbangga dengan keberadaan Bank Sampah Kampung Berseri Astra (KBA) Kemuning.
Kegiatan pengelolaan sampah ini ternyata bukan sekadar kegiatan mengatasi persoalan sampah. Melainkan membawa berkah yang turut menyertainya bagi waga di sana.
Siapa sangka barang-barang remeh temeh seperti serakan sampah plastik, misalnya keberadaan botol-botol plastik, secara ekonomi bisa memberi penghasilan tambahan bagi warna. Begitu juga jenis sampah lainnya.
Bank sampah ini dikelola dengan manajemen yang baik. Ada kegiatan pengumpulan sampah yang dilakukan reguler dalam setiap minggu. Sampah-sampah dikumpulkan dari rumah penduduk lalu dikelola dengan cara pilah-pilih sebelum diwujudkan menjadi rupiah.
Bank Sampah KBA Kemuning ini eksis sejak 2016 dan mendukung keberadaan Posyandu. Uang hasil usaha Bank Sampah ini digunakan untuk menunjang kegiatan Posyandu. Ini sangat berarti bagi jalannya kegiatan utama yang menjadi program Posyandu.
Sementara itu untuk urusan pendidikan sejak usia dini, Kemuning tak kalah dengan daerah-daerah lainnya. Sekarang anak-anak di sana sudah bisa mendapatkan layanan sekolah PAUD.
Dari sini tersemaikan bukan hanya tentang wawasan modern atau ketrampilan umum, tetapi juga kearifan lokal. Dengan demikian mereka diharapkan memahami lokalitas dan berkembang bersamanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H