Ketika "internet su dekat" saya menikmati previlese ini. Seseorang di Australia menawarkan pembuatan website untuk konten-konten dari penerbitan kami. Saya pun mengenal website!
Berlangganan internet menjadi keharusan bagi kantor. Berkirim surel (e-mail), sesuatu yang nikmat. Mailing list booming, saya pun ikutan platform bernama Forum.
Oya, saya sempat mengelola e-newsletter menggunakan platform surel Yahoo. Di media ini saya memuat info, menulis artikel, dan lainnya. Haha! Anak-anak zaman now tak akan percaya ini.
Blog kemudian marak. Saya aktif menulis dan blogwalking, juga menjelajah ala Dora the Explorer untuk mencari penulis dan naskah buku untuk diterbitkan.
Di masa ini lahir beberapa antologi dan genre Blook, Blog to Book di penerbit kami. Varian lain adalah genre Pelit (Personal Literature). Jenama Pelit dimotori buku-buku Raditya Dika sejak Kambing Jantan.
Setali tiga uang saat tiba media sosial. Skill menulis kian diperkaya dengan format-format baru. Saya aktif di @fiksimini, wadah menulis menggunakan 140 karakter di Twitter yang diasuh cerpenis Agus Noor dkk.
Hari ini? Internet su masif dan turun kelas. Tak lagi milik kaum elite. Telah terjangkau bak lagu Dealove Once, "Seperti udara yang kuhela. Kau selalu ada."
Koneksi internet gentayangan layak oksigen. Internet provider bukan lagi makhluk asing. Jenama seperti IndiHome, tidak lagi dikira warteg. Wifi di mana-mana. Di Yogyakarta Anda mudah menemukan wifi di angkringan.
Kemudahan model satu keranjang, menjadi niscaya. Di dukung BUMN aras utama, Telkom Indonesia berada di balik IndiHome, menghadirkan paket langkap dan menjadi, "Solusi internet cepat, berkelas, dan cerdas untuk aktivitas tanpa batas."
Layanan satu keranjang ini adalah "layanan digital yang menyediakan internet, telepon rumah, dan TV interaktif dengan beragam pilihan paket serta layanan tambahan yang bisa dipilih sesuai kebutuhan."