Di malam itu, di tengah kepedihan dan perasaan mengasihi diri sendiri, saya membaca bahwa sahabat Sadako bernama Chizuko Hamamoto, membawakan sepercik harapan baginya. Chizuko mengajaknya membuat burung bangau kertas.
Dengan tubuh yang lemah, Sadako dipenuhi semangat tinggi untuk melipat kertas-kertas yang bisa didapatkannya. Namun sayangnya, hingga di pengujung harinya, Sadako hanya sanggup membuat 644 lipatan burung bangau kertas.
Kisah selanjutnya tiba di pengujung, Sadako mengembuskan napas. Hari terakhir adalah pagi hari pada 25 Oktober 1955. Usianya saat itu barulah 12 tahun.
Sebuah kisah menceritakan bahwa sebelum Sadako tiba pada ajal, teman-temannya turut membantunya melipat hingga genap berjumlah 1.000 burung bangau kertas.
Di malam itu, di tengah keputusasaan, saya keluar rumah dan membeli bungkusan kertas origami. Sejak malam itu, saya mulai melipat, membentuk burung bangau kertas.
Hari ke hari hingga Minggu ke minggu saya membangun harapan. Satu demi satu terbentuk. Namun kemudian, tiba di hari saya berhenti karena kelelahan.
Ketika itu terjadi, saya mengalami hal yang berbeda dengan Sadako. Jika Sadako mendapatkan dukungan dari sahabat-sahabatnya, maka saya tidak begitu. Saya tidak mengalami dan mendapatkannya. Mereka, para sahabat saya itu, menolak memberikan dukungan apa pun yang saya pinta ke mereka.
Beginilah reaksi yang, antara lain, saya terima dari mereka. Yang mereka ungkapkan kepada saya pada banyak kesempatan. Mereka ungkap secara lugas. Sangat terasa menyakitkan hati, tetapi mereka sampaikan secara jujur sebagai sahabat, yang menyertai saya selama ini.
"Tidak!"
"Aku tidak mendukung!"
"Tak sudi!"