Mohon tunggu...
Ang Tek Khun
Ang Tek Khun Mohon Tunggu... Freelancer - Content Strategist

Sedang memburu senja dan menikmati bahagia di sini dan di IG @angtekkhun1

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Lanskap Mandalika Lombok, Sejak Bau Nyale hingga Aroma Nyali Sirkuit MotoGP

18 November 2021   23:54 Diperbarui: 3 Desember 2021   14:26 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gili Trawangan (Foto: wonderfulimage.id)

Berbilang dekade lampau dunia hanya mengenal satu sinaran Wonderful Indonesia. Mereka menyemat nama Bali dengan julukan paradise dan kita menyebutnya Pulau Dewata. Jika di masa itu ada kampanye untuk berlibur di Indonesia Aja, maka narasi itu akan bermakna ke Bali Aja. Destinasi Super-Prioritas (DSP) Mandalika tak terbayangkan kala itu--bahkan jauh dari benih-benih benak di lorong impian.

Ketika pertama kali menginjakkan kaki di Lombok (NTB) bersama dua teman lain ala mahasiswa backpacker, hanya ada tiga terminologi di benak banyak orang tentang Lombok. Sebagai "Bali era lampau", Gunung Rinjani, dan tiga Gili (Trawangan, Air, dan Meno). Dalam perjalanan menyasarkan diri tersebut, saya tiba di ketinggian panorama Danau Segara Anak dengan bibir mulai membiru. Dan, tak kalah eksotiknya saat mengelilingi gili dengan cara menelusuri pasir putihnya. Kami menikmati 2,5 jam yang menawan.

Sampai di sini, saya luput satu hal!

Pada masa Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) menjadi idola remaja dan diekpos media, khususnya majalah remaja, saya membaca tentang Bau Nyale. Seorang pemenang, meneliti tentang cacing yang meruah pada momen istimewa itu. Karya dan makhluk yang dibahasnya tersebut, terasa eksotik. Namun, apa yang dirayakan secara berkala di Pantai Seger itu, seolah berada di negeri antah berantah.

Kisah dari Negeri Tetangga

Waktu bergerak, tahun berganti, dan tibalah saya di momen ini.

Bus kami berhenti dan meletakkan diri di antara serakan puluhan lainnya di dataran luas arena parkir. Kami menyerbu turun, berfoto sejenak dalam rombongan dengan spanduk terentang, kemudian bergerak ke area lintasan shuttle untuk diantarkan ke garis batas kawasan sirkuit.

Di antara kerumunan penumpang shuttle, saya bersisian dengan pemandu ofisial dari travel agen asal Jakarta yang mengantar rombongan kami tiba di sini. Kami bercakap kecil mengenai hal-hal pokok mengenai MotoGP di sini.

Saya di Sirkuit Sepang/Dokpri
Saya di Sirkuit Sepang/Dokpri

"Travel Agen kami memberangkat sekitar lima ribu orang pada setiap tahunnya untuk MotoGP ini," demikian ia berkisah. "Dan, kami bukan satu-satunya. Beberapa travel agen lain juga menggarap layanan menonton MotoGP di Sepang ini."

Saya mencoba mengenang dan memparafrasakan percakapan yang kini telah berusia enam tahun. Saya tak mungkin lupa pada rangkaian momen tersebut, sebab hadir menjadi saksi salah satu pertarungan tersengit Rossi Vs Marquez. Pada gelaran ini, sejarah mencatat terjadinya insiden tak terlupakan di arena tersebut. Saya mengisahkan kunjungan itu dalam unggahan bertajuk Kompasianer Jadi Saksi Insiden Rossi Vs Marquez di Sepang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun