Mohon tunggu...
Ang Tek Khun
Ang Tek Khun Mohon Tunggu... Freelancer - Content Strategist

Sedang memburu senja dan menikmati bahagia di sini dan di IG @angtekkhun1

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hore! Ke Bali Belajar, Kembali Belajar

3 Januari 2021   23:59 Diperbarui: 4 Januari 2021   00:27 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi: Pixabay

Dari segi waktu, Pendidikan Nonformal berlangsung lebih ringkas dan singkat. Hanya hitungan satu atau dua jam. Ada juga yang berlangsung periodik satu atau dua kali dalam seminggu, lalu berakhir dalam hitungan minggu. Dan, dihargai dengan selembar sertifikat. Tanpa seremonial "sakral" semacam wisuda.

Ketiga, adalah Pendidikan Informal. Pembelajaran ini berlangsung lebih cair. Tanpa batasan topik secara khusus dan tak diukur melalui satuan waktu. Basis pendidikan informal ini adalah keluarga. Interaksi antarpribadi dalam lingkar keluarga, besar maupun yang terutama keluarga intin. Kemudian, kontribusi lingkar kedua adalah pertemanan. Dua lingkaran ini punya peranan penting.

Maka, ketika pandemi tiba, sesungguhnya yang babak belur adalah Pendidikan Formal. Pendidikan Nonformal, dengan sigap bermunculan melalui tawaran berbagai platform. Bahkan, pilihannya semakin banyak dan jangkauan kian luas. Sementara Pendidikan Informal, selayaknya mencapai puncak kejayaannya, di mana keluarga menjadi lebih dekat dan erat disebabkan keharusan "belajar dari rumah" dan "bekerja dari rumah".

Itu kondisi idealnya. Demikian secara teoritis. Namun, begitulah seharusnya esensi dari fungsi berkeluarga. Maka, diksi kembali belajar, setelah berakhirnya "libur", pada masa pandemi ini tidaklah "berasa banget". Yang berbeda, terutama, adalah soal-soal personal. Lebih ke setting suasana, kesiapan psikologis, dan kembali berdisiplin dalam hal pengaturan waktu.

Ini tentu akan berbeda kisahnya bila selama ini orangtua terlalu membedakan atau menyederhanakan, atau mendikotomikan bahwa belajar hanya di sekolah, berlangsung di kelas, diselenggarakan oleh guru. Selain itu adalah tidak belajar. Pastinya, ini bukan soal penggunaan kata atau pemakaian diksi.

Dengan demikian, berbahagialah orangtua atau keluarga yang memfungsikan mereka sebagai teman belajar. Yang mengeksekusi bahwa belajar itu berlangsung seumur hidup. Semua tempat adalah ruang kelas, setiap percakapan adalah kurikulum, dan setiap interaksi adalah laboratorium untuk praktik belajar.

Lima Tips Sederhana

Buat keluarga yang tidak seberuntung ini dalam membangun konsep pembelajaran, berikut langkah-langkah prakstis yang kiranya bisa dilakukan.

Pertama, mulailah mencicil kata atau diksi kunci "sekolah" secara hangat. Semisal "hore, sebentar lagi adek sekolah", "Asyik sekolah sudah mau dimulai", atau "Duh senangnya bentar lagi jumpa teman-teman sekolah".

Kedua, mulai melakukan setting waktu. Perlahan, weker yang seolah Anda matikan pada masa liburan, mulai dihidupkan. Terutama dalam arti mengatur ritme tubuh, jam biologis anak, dilaraskan dengan jam sekolah.

Ketiga, ajak anak duduk dan bercakap dengan perangkat kalender. Dorong ia menandai periode belajar. Namun, beri hiburan dengan diskusi mengenai piknik atau kegiatan rekreasi yang direncanakan di tengah-tengah periode belajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun