Dan dalam artikel tersebut, masih semampu saya mengingatnya, ditulis bahwa Leila akan mengakhiri pengabdiannya selama belasan tahun sebagai penjaga rubrik (penjabrik) itu.
Mengenai nama Arief Budiman, saya menjumpainya lebih kerap dalam keterlibatan beliau di dunia sastra. Saat mencoba mengenal majalah sastra "Horison", nama itu ada. Memang dalam rentang 1966 hingga 1972, Arief pernah menjabat sebagai redaktur.
Di sastra, namanya terutama muncul dalam perdebatan "Sastra Kontekstual", sejak Sarasehan Kesenian di Solo (Oktober 1984). Ia salah satu tokoh yang terlibat. Nama lainnya yang sangat menonjol dalam silang opini ini, tentu saja adalah Ariel Heryanto.
Belakangan saya tahu dari membaca, bahwa sosok ini sudah pernah terlibat dalam pertukaran opini (polemik) lain, mengenai Metode Ganzheit dengan M.S Hutagalung yang saat itu berada di sisi Aliran Rawamangun.
Membangun Rumah Dengan Menulis
Ada kisah lain yang saya "temukan" dan membuat saya terkagum-kagum. Topik ini mengenai bagaimana pasangan ini memiliki rumah dengan skala luas di Salatiga. Orang-orang yang berdiam di sekitar Salatiga tentu mengenali lokasi ini dengan baik.
Rumah "sebesar" itu, yang dirancang oleh Romo Mangunwijaya, ternyata dibangun dengan uang hasil menulis di Kompas. Arief "membayar cicilan" dengan cara mengirimkan artikel untuk dimuat. Wow! Mengagumkan sekali bagi saya di usia kecil itu saat membacanya. Heroik, Borrr!
Kisah heroik lainnya, diceritakan oleh dosen saya lainnya. Yang ini tentang bagaimana seorang Tionghoa bisa "menaklukkan" gadis Minang.
Sebagaimana kita tahu, sistem yang berlaku di Minangkabau adalah Matriakal. Menggunakan kalimat pendek, dapat dijelaskan bahwa dalam sistem Matriakal, yang dominan memegang kekuasaan adalah pihak ibu (perempuan).
Terakhir, mengingat sosok Arief Budiman tidak akan mungkin lepas dari kesederhanaannya. Ia tak lepas dari penampakan seperti "encek-encek" lainnya.
Tidak ada tampang orang kaya, bahkan sangat mungkin tidak terlihat sebagai orang dari kalangan kelas menengah. Lebih mirip seniman yang idealis. Namun isi otaknya, bukanlah "kaleng-kaleng". Banyak butir emas di dalamnya. Berbahagialah orang-orang yang sempat menjadi mahasiswanya.
Cuatan Terakhir
Namanya kembali terselip dalam pembicaraan publik saat Mira Lesmana dan Riri Riza membuat film "Gie" (2005). Film ini menampilkan Nicholas Saputra sebagai Gie. Sita Nursanti main di sini, dan memetik gitar, menyanyikan lagu legendaris berjudul "Donna Donna". Anda masih bisa menonton scene ini di YouTube.