Pak Wanto menuturkan lebih jauh bahwa toko yang saat ini telah tampil dengan ukuran luas, adalah hasil nyata dari ilmu yang diperolehnya dari SRC. Berbagai bantuan tak henti diterimanya sejak bergabung dengan SRC.
"Pengarahan dan edukasi dari SRC membuat toko kelontong saya semakin maju," ujar Pak Wanto. Omzetnya naik secara meyakinkan. Yang lebih penting baginya adalah toko kelontongnya kian tertata rapi, tidak perlu minder lagi, dan dapat bergabung di paguyuban usaha kecil dalam lingkup DIY dan Purworejo.
Kisah ini nyambung dengan yang dialami oleh lelaki yang memperkenalkan dirinya sebagai Pak Is. Ia adalah pemilik toko kelontong Queen di Gunungkidul. Setelah bergabung dengan SRC dan mengalami kenaikan omset yang sangat signifikan, ia tidak ingin egois. Pak Is mengatur strategi berbagi secara indah.
"Saya sekarang sudah tidak menerima barang dagangan dalam ukuran kecil. Juga tidak menjual minyak goreng curah," ujarnya. "Biarlah itu dijual oleh toko-toko kelontong lain yang ada di sekitar toko saya." Demikian filosofi hidup yang diterapkan pemilik yang nama tokonya terinspirasi grup musik lawas kenamaan Queen.
Saat ditanya alasan untuk bergabung dengan SRC, Pak Is dengan tegas dan senyum semringah memberikan jawaban taktis. Sebagai pedagang kecil, katanya, ia tentu saja membutuhkan "kendaraan besar" untuk maju. SRC baginya adalah kendaraan yang ia impikan. Bersama SRC, kemudian terbukti ia mampu "naik kelas".
Pojok Lokal, Pojok UKM, Pojok di Hati
Pojok Lokal menyimpan kisah tersendiri yang menarik untuk didengarkan. Kisah-kisah kecil dengan inspirasi besar. Saat ini, melalui area Pojok Lokal, telah lahir para pelaku usaha rumahan secara organik. Jangan salah menduga. Di antara berbagai jenis makanan ringan khas yang terpajang di gerai Pojok Lokal, ada yang menyimpan kisah lahir yang menakjubkan.
Â
Seperti apa toko kelontong ACDC mula-mula? Seperti toko kelontong tradisional pada umumnya. Bagi orang kebanyakan pada masanya, toko kelontong ACDC ini tergolong modern. Sebagai misal, untuk mengamankan barang dagangan, luas area toko dipenuhi dengan lemari kaca.
SRC hadir dan memberikan edukasi. Prinsipnya, sederhana saja: RBT. "Apa itu, Bu?" Rapi, Bersih, Terang. Demikian jawaban lugas Bu Sukma. Sebagai konsekuensinya, toko kelontong ACDC akhirnya "rela" memasang lampu lebih banyak agar terang, menjual lemari kaca mereka untuk digantikan dengan rak terbuka, serta menata barang dagangan mereka dengan ilmu pengelolaan dari SRC.
Alhasil, toko kelontong ACDC (Google Maps) mampu berdiri setara dengan mini market jaringan modern yang bertebaran. Lebih dari itu, seperti kacang yang tak lupa akan kulitnya, Ibu Sukma tak segan-segan mendedikasikan perhatiannya bagi para mitranya.
Â
Ibu Puji memulai usahanya dalam skala sangat kecil, dengan kemampuan terbatas dalam mengolah produknya, dan menjualnya dalam lingkup sangat sempit. Kini, rempeyeknya telah tampil menawan, bersanding percaya diri dengan produk-produk lainnya.