Mohon tunggu...
Ang Tek Khun
Ang Tek Khun Mohon Tunggu... Freelancer - Content Strategist

Sedang memburu senja dan menikmati bahagia di sini dan di IG @angtekkhun1

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Ewako Masako! Membingkai Menu Favorit Keluarga Jadi Kuliner Warisan

9 Maret 2017   08:17 Diperbarui: 9 Maret 2017   08:21 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masako kemasan ekonomis terpajang di salah satu swalayan di Yogyakarta (Foto: angtekkhun)

Yang dapat kita wariskan kepada generasi lebih muda, tidak selalu almari imajinatif yang memuat banyak dan beragam laci kenangan. Salah satunya adalah menu favorit keluarga, menjadi kuliner yang merekam jejak langkah panjang di hati anggota keluarga. Pada secarik resep, selusuh apa pun, terkandung narasi terbuka untuk diceritakan kembali.

Kisah dalam skala nasional tentang hal ini menyelip dalam pemberitaan saat Penerbit Komunitas Bambu merilis ulang buku kuliner berjudul Mustika Rasa. Mustika Rasa, diterbitkan secara resmi oleh Departemen Pertanian pada tahun 1967, adalah satu-satunya buku masak resmi yang pernah diterbitkan dari rahim Pemerintah Indonesia. Buku yang lebih tepat disebut kitab karena mencapai ketebalan 1123 halaman ini, dicetuskan oleh Presiden Soekarno, berproses selama 7 tahun.

Buku asli tersebut, bila masih bisa didapatkan di pasar loak, konon telah berharga sekitar Rp 2,5 juta, sebagaimana ditaksir oleh sejarawan JJ RIzal sebagaimana diwartakan Kompas.com. Sementara buku rilis baru (Agustus 2016), yang telah menggunakan ejaan Bahasa Indonesia, hanya dicetak 800 eksemplar dan dijual dengan harga Rp400.000.

Sekejap Cerita Tentang Mustika Rasa

Buku yang memuat 1600 resep ini menyimpan narasi unik. Masih berdasarkan kisah JJ Rizal, kala itu Soekarno meminta istrinya, Hartini untuk merangkum buku tersebut. Dikumpulkanlah pamong praja desa sampai ahli gizi untuk menyusun segala dokumentasi mengenai masakan Indonesia. Hingga akhirnya tahun 1967 buku tersebut diterbitkan secara terburu-buru di akhir masa jabatan Soekarno sebagai Presiden RI.

Sumber lain menceritakan bahwa proses penyusunan telah dimulai sejak 1960. Tak pelak, dibutuhkan waktu yang panjang karena resep-resep tersebut dikumpulkan dari Sabang hingga Merauke, menggunakan metode menelepon satu per satu pemilik resep atau dihubungi melalui surat dan kartu pos.

Masih menurut sumber yang sama, buku ini disusun agar menjadi pedoman bagi seluruh rakyat untuk memanfaatkan bahan makanan yang ada di sekitarnya dan mengolahnya menjadi makanan lezat. Saat itu pemerintah memang sedang mencanangkan deversifikasi, intersifikasi, dan ekstensifikasi pangan dalam upaya antisipasi atas ancaman krisis pangan.

Buku masakan Mustika Rasa (Foto: Kompascom Silvita Agmasari)
Buku masakan Mustika Rasa (Foto: Kompascom Silvita Agmasari)
Melalui peluncuran ulang buku ini, terungkap pula kisah kecil terkait Presiden Soekarno yang diceritakan oleh JJ Rizal, bahwa beliau tak punya pengalaman kuliner. Seleranya atas makanan kampung, demikian pula cara makannya. Ketika berkunjung ke luar negeri, Soekarno selalu membawa tim koki, lengkap dengan peralatan memasak tradisional. Soekarno digambarkan hanya mau makan sambal dengan wadah cobek.

Sebaliknya pula, Soekarno tidak pernah menghidangkan makanan internasional bagi tamu-tamu asing. Ia memaksa tamu asing untuk makan, menikmati makanan Indonesia. Kuliner Indonesia, bagi Soekarno, adalah topik yang sangat serius. "Dia (Soekarno) tahu betul tugasnya adalah mempersatukan dalam kebhinekaan dan salah satu caranya lewat kuliner," kata JJ Rizal sebagaimana dikutip Kompas.com.

Ini Kisah Lain, Tentang “Mustika Khun”

Meskipun seusai Mustika Rasa buku kuliner tak pernah diterbitkan lagi oleh pemerintah, “tradisi” ini terus berkembang dalam format yang berbeda. Resep masak yang marak terhidang di koran, majalah, atau penerbitan lain di masa lalu, kerap menjadi sasaran kliping ibu-ibu. Tak jarang dirawat dengan rapi dan diwariskan ke anak-anak perempuan. Dalam format buku, masih kita jumpai terus diterbitkan oleh penerbit swasta dalam beragam kemasan.

Salah satu buku masakan terbitan PT Gramedia Pustaka Mulia
Salah satu buku masakan terbitan PT Gramedia Pustaka Mulia
Hingga kini harian Kompas masih menyediakan rubrik masak yang diasuh oleh Tuti Soenardi (Foto: angtekkhun)
Hingga kini harian Kompas masih menyediakan rubrik masak yang diasuh oleh Tuti Soenardi (Foto: angtekkhun)
Jika kita telisik lebih dalam, tak teramat banyak yang diwariskan berdasarkan praktik langsung di ruang sekolah bernama “dapur”. Setiap keluarga akan memformulasikan jenis, ragam bahan, dan cara olah yang mewujud dalam daftar menu favorit—bersama atau hanya favorit bagi ayah atau ibu atau anak-anak dalam keluarga tersebut.

Hal ini juga berlaku dalam keluarga saya, dengan spesifikasi suami-istri perantau, keluarga inti, urban, bekerja, dan tidak menggunakan asisten rumah tangga. Melalui profil keluarga seperti ini, apakah Anda bisa membayangkan menu favorit kami? Jelas Anda akan menyimpulkan, bila harus memasak sendiri, ciri menu favorit yang lahir adalah yang serba praktis. Mari saya peruncing asumsi Anda: irit bahan dan menggunakan bumbu instan! (hahaha).

Jadi begini kisahnya, menu favorit kami lahir dari garis keluarga istri (ibu mertua). Menu ini tidak bernama khusus, karena biasanya disebutkan secara lengkap “The Three Musketeers” bahannya, yaitu: Timun-Rempela-Hati. Namun, baiklah, agar tak panjang, saya namakan saja Munpela. Merujuk ke silsilahnya yang ringkas, Munpela lahir di kota Kupang (NTT) pada tahun 1969. Wow! Anda bisa bayangkan? Kupang gitu loh, dan... ya ampun, tahun 1969. Itu sebabnya, menu ini bisa dikatakan sebagai menu kere yang mewah.

Persiapan masak (Foto: angtekkhun)
Persiapan masak (Foto: angtekkhun)
Untuk mendapatkan seporsi Mumpela untuk bertiga, Anda cukup menyediakan sebuah timun, sepasang rempela-hati, lima siung bawang putih, air putih (+/- 250 ml), sekemas kecil bumbu instan, dan minyak goreng secukupnya. Caranya mengolahnya, generasi milenial pun tahu. Bersihkan rempela-hati dan potong seukuran jempol. Kupas timun, belah jadi empat, bersihkan bijinya, iris serong selebar 1 cm. Bawang putih, silakan dipotong kecil-kecil.

Begini penampakan Munpela di dalam wajan (Foto: angtekkhun)
Begini penampakan Munpela di dalam wajan (Foto: angtekkhun)
Bagaimana meraciknya? Tumis bawang putih hingga beroma memanjakan hidung, masukkan rempela hati, aduk sampai ia berubah warna, masukkan potongan timun. Disusul kemudian dengan tebar bumbu instan, aduk-aduk, dan tuang air putih. Tunggu hingga matang, kisaran 10 menit, maka Munpela pun siang dihidangkan.

Tadaaahhh... Munpela siang dihidangkan (Foto: angtekkhun)
Tadaaahhh... Munpela siang dihidangkan (Foto: angtekkhun)
Sebagai catatan, bila Anda ingin mencobanya dan tidak menyukai kuah yang melimpah, silakan diatur takarannya. Demikian pula bila Anda tidak suka pada kuah yang encer, ambil tepung maizena sesendok teh atau sesendok makan (sesuai kesukaan), cairkan dengan air, lalu tambahkan bersama tuangan air putih. Sederhana, ringkas, dan yummy! Itulah Munpela, yang kini telah menjadi menu kesukaan putri kami (generasi ketiga).

Ada “Udang” di Balik Munpela

Narasi masak-memasak dalam beberapa paragraf di atas, tidak menerangjelaskan satu fakta luar biasanya. Munpela selain hanya mengandalkan “The Three Musketeers” bahan utama, juga menyimpan rahasia kesaksian bumbu instan andalan kami, yaitu Masako! Bumbu Kaldu Penyedap produksi Ajinomoto ini, menghadirkan kemasan kecil 11 gram dengan pilihan kaldu daging ayam dan kaldu daging sapi. Dengan dua alternatif ini, Anda leluasa memilih salah atau menggunakan keduanya secara bergantian.

Bagaimana Masako diproduksi? Anda bisa menyimak infografik berikut.

Proses produksi Masako (Sumber: http://www.ajinomoto.co.id)
Proses produksi Masako (Sumber: http://www.ajinomoto.co.id)
Masako adalah hasil racikan sempurna antara daging segar dan berkualitas, ditambah bumbu dan rempah pilihan. Ia dihasilkan untuk mendatangkan manfaat dalam menyempurnakan kelezatan masakan kita sehari-hari. Sebagaimana kaldu buatan rumahan, rasa dan aroma dari daging asli dan menguar, mewarnai rasa yang memanjakan lidah kita.

Apa keunggulan Masako? Terurai jelas melalui infografik ini.

Keunggulan Masako (Sumber: http://www.ajinomoto.co.id)
Keunggulan Masako (Sumber: http://www.ajinomoto.co.id)
Era yang berubah dengan profil keluarga yang mirip keluarga kami, telah mengubah peran bumbu instan bak Pahlawan dari Negeri Dapur. Dengan pemakaian yang tidak berlebihan yang wow, maka kebutuhan naluri akan rasa kelima (Umami) selain manis, asin, asam dan pahit, yang lazim kita sebut “gurih”, akan terpenuhi.

Masako kemasan ekonomis terpajang di salah satu swalayan di Yogyakarta (Foto: angtekkhun)
Masako kemasan ekonomis terpajang di salah satu swalayan di Yogyakarta (Foto: angtekkhun)
Isu, Kecemasan, dan Proporsi

Berkenaan dengan pemakaian bumbu instan ini, yang kerap menjadi bahan perbincangan tanpa dasar selain “katanya”, saya merangkum tiga kecemasan yang muncul, yaitu: Siapa yang memproduksinya, apakah bahan yang digunakan halal, dan apa dampak sampingnya?

Mari kita urai satu per satu. Pertama, Masako dan teman-temannya, seperti tepung bumbu Sajiku, saus Saori, mayonnaise Mayumi dan Monosodium Glutamate (MSG) yang lazim kita kenali dalam kelompok produk Horeka (hotel, restoran, katering), adalah bagian dari produk PT Ajinomoto Indonesia. Melalui filosofi “Eat Well, Live Well”, selama hampir 60 tahun Ajinomoto telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari keluarga Indonesia.

Pakaian kebanggaan departemen ini di pabrik Mojokerto (Foto: angtekkhun)
Pakaian kebanggaan departemen ini di pabrik Mojokerto (Foto: angtekkhun)
Kualitas dalam berproduksi Ajinomoto tak diragukan lagi, sangat tercermin melalui keterbukaan manajemen bagi kunjungan masyarakat untuk melihat langsung pabriknya, sebagaimana sebagian dari Kompasianer telah berkesempatan hadir di Mojokerto beberapa waktu yang lalu. Standard teknis tertinggi adalah pilihan utama. Itu menjadi ciri khas industri level dunia. Sertifikasi ISO adalah atribut nyata yang bisa ditunjukkan oleh manajemen.

Beragam jenis produksi Ajinomoto (Foto: angtekkhun)
Beragam jenis produksi Ajinomoto (Foto: angtekkhun)
Filoosoofi, Nilai-nilai Perusahaan, dan Nilai-nilai SDM terpajang di pabrik Mojokerto (Foto: angtekkhun)
Filoosoofi, Nilai-nilai Perusahaan, dan Nilai-nilai SDM terpajang di pabrik Mojokerto (Foto: angtekkhun)
Sertifikat ISO yang berhasil diraih (Sumber: http://www.ajinomoto.co.id)
Sertifikat ISO yang berhasil diraih (Sumber: http://www.ajinomoto.co.id)
Kedua, isu penggunaan bahan tidak halal, dengan mudah dibantah oleh pihak Ajinomoto melalui bukti nyata keikutsertaan pabrik ini dalam program sertifikasi halal.

Sertifikasi Halal, lengkap (Sumber: http://www.ajinomoto.co.id)
Sertifikasi Halal, lengkap (Sumber: http://www.ajinomoto.co.id)
Ketiga, mengenai dampak atau efek samping yang kerap diisukan, telah menjadi bantahan dalam kajian ilmiah. Dalam tataran praktis, melalui bahasa sederhana, mata kita memang kerap kurang tercelik berkaitan dengan prinsip umum bahwa segala yang berlebihan (over) akan berdampak tidak baik.

Tanpa bermaksud mengacu ke rujukan jauh di seberang lautab, mari kita kembali menoleh ke timun sebagai salah satu bahan utama menu Munpela. Apakah ada yang menyangka bahwa timun adalah bahan yang berbahaya untuk dikonsumsi? Dalam artikel Manfaat Timun dan Efek Sampingnya Bagi Kesehatan misalnya, Anda dapat menemui sejumlah besar manfaat dari konsumsi timun, mulai dari dapat mencegah peradangan, melancarkan pencernaan, serta mencegah dehidrasi dan meningkatkan daya tahan tubuh. Namun, dalam artikel yang sama, tercatat bahaya samping timun, yang harus Anda tengarai.

Timun pun punya efek samping (Foto: Pixabay)
Timun pun punya efek samping (Foto: Pixabay)
Konsumsi timun disarankan tidak berlebihan, karena dapat menyebabkan “kebotakan atau toksisitas yang disebabkan oleh kandungan kimia dalam buah timun”. Wah!

Jadi secara prinsip, kenali pedoman ini, yang berlaku secara umum: Jangan mengkonsumsi apa pun secara berlebihan, apalagi bila berlangsung jangka panjang. Dan secara logika kita pun selayaknya merasa konyol bila sebuah perusahaan nekat mengusung pernyataan filosofi “Eat Well, Live Well” secara terpublikasi massal bila dalam kenyataan, hal ini tidak dapat dipertanggungjawabkan. Bukankah begitu?

Oya, sebelum tulisan panjang ini berakhir dan penulis berlalu, mari belajar kosakata “baru” yang terdapat dalam judul. Ewako adalah kata yang dikenali oleh masyarakat Sulawesi Selatan, khususnya Bugis-Makassar, yang menurut Kamus Populer Inggris-Makassar Indonesia-Makassar, berarti “berani” atau “semangat”! Begitu...

[]

Bacaan:
Di Pasar Loak, Buku Masakan Indonesia Ini Dihargai Rp 2,5 Juta
"Mustika Rasa", Cara Soekarno Mewujudkan Kebinekaan lewat Kuliner
Mustika Rasa, "Kitab" Kuliner Indonesia Warisan Soekarno Terbit Kembali
Mustika Rasa, Satu-satunya Buku Masak Resmi yang Diterbitkan Pemerintah Indonesia
Manfaat Timun dan Efek Sampingnya Bagi Kesehatan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun