“The world is a book, and those who do not travel read only one page”
—Saint Augustine
Traveling dan menulis sejak hari-hari lampau adalah dua dunia yang teramat dekat saat muncul ke permukaan, sehingga Anda patut menduga mereka bersaudara kembar dalam iringan perjalanan—jauh sebelum blog, Instagram, dan media sosial menyapa kita. Dan keduanya, traveling dan menulis, di suatu era di masa lalu, telah menampakkan wajah eksotis yang mendatangkan decak kagum.
Saya masih belia ketika itu, saat terkagum-kagum membaca kisah-kisah traveling yang dimuat di Majalah Gadis. Emji Alif adalah salah satu nama yang mengemuka saat itu. Tulisan bersambung kisah perjalanannya dalam menerobos pelosok-pelosok negeri ini, dilampiri tebaran foto-foto eksklusif sebagai saksi, selalu dirindukan dan ditunggu oleh pembaca. Di kesempatan lain dalam format berbeda, pengalaman menggauli bumi nusantara ini lahir sebagai setting cerpen-cerpennya.
Dalam sebuah posting di blog, Kurniawan Junaedhie—salah seorang wartawan dan cerpenis kawakan di masa itu—menurunkan tulisan Adek Alwi, mantan Redaktur Majalah Anita, yang di dalamnya terselip secuil informasi mengenai sosok ini. "Da Risman mengirimi saya dua surat berisi sama ... meminang saya jadi redakturAnita; menggantikanEmji Alifyang tak betah lama-lama tinggalkan gunung hingga hanya dua bulan tahan bermesraan denganAnita."
Kecintaan akan alam raya, kerinduan akan pelukan ibu pertiwi, dan hirupan aroma harum belukar di hutan dan gunung-gunung, itulah natur dan dunia traveling yang hadir ketika blog belum menjadi platform untuk mengabadikannya. Jauuuh di kurun waktu sebelum sebuah maskapai merah meluncurkan biaya murah dengan tagline "gue bisa loh nerbangin siapa pun".
Sanie tidak sendiri. Ada banyak nama berbeda yang bisa disebutkan. Dan pada keping kisah lain, Anda bisa menemukan traveling ke luar negeri (backpacker) yang kemudian menjadi buah bibir, dilakukan oleh Gola Gong. Pengarang serial Balada Si Roy yang hadir di Majalah Hai ini, melakukan perjalanan jauh melintasi beberapa negara dan ia menuliskannya secara teratur bagi pembaca yang menanti-nantikannya. Kisah di balik terselenggaranya petualangan ini sendiri, sudah menjadi drama tersendiri yang menarik untuk disimak oleh siapa pun—sayangnya saya tak lagi tahu di mana Anda bisa menemukannya.
Itulah beberapa nama yang bisa dituliskan dalam perbincangan ringkas ini. Mereka menorehkan sepak terjang dan laku lancong di media massa sebagai sarana "nge-blog". Dengan honorarium pemuatan yang, sebut saja "lumayanlah", uang-uang itu dikumpulkan lalu digulirkan sebagai modal bagi mereka untuk melancong lagi—dan menuliskannya lagi.
Datangnya Internet dan Lahirnya Travel Blogger
Waktu bersayap ganda dan terbang melesat, lalu datanglah era internet, hadir dan mengalir hingga jauh dalam kehidupan kita, serta mengubah banyak wajah dari sisi-sisi hidup ini. Seolah terbebas dari dunia tempurung, setiap kita kemudian dapat memandang lebih jauh ke depan dan membaca dengan lebih mudah dan banyak informasi tentang pelosok-pelosok sunyi, kota-kota baru, pulau-pulau seberang, dan negeri-negeri asing nan eksotis.
Buku-buku tips dan trik praktis yang menggiurkan dengan judul-judul nge-boom laksana "Dahsyat! Keliling Timbuktu Dengan Uang Goceng" atau "Traveling Mumer & Mujur Ala Backpacker", menyusul hadir di hadapan kita dan membelalakkan mata. Demikian pula buku-buku panduan dengan harga jual terjangkau, membentang rayuan untuk bergegas mengemas koper. Lonely Planet pun tak lagi benar-benar sepi di sini.
Platform media sosial yang bebas unjuk eksis dengan aksi-aksi bikin ngiri saudara dan tetangga, tak kalah seru menumpahruahkan banyak bahan bakar motivasi untuk bepergian. Semua itu pada kemudian bak harmoni, membentuk gelombang baru hingga pada akhirnya lengkaplah, di ujung semua ini lahir "spesies" bernama Travel Blogger. Di masa kekinian ini, blogger kategori ini pun eksis menempati tempat istimewa.
Siasat Jalan-jalan Travel Blogger
Produsen, brand, korporasi, institusi—sekadar menyebut beberapa istilah pemangku kepentingan—adalah pendukung utama dalam menerbangkan Travel Blogger ke beragam even di berbagai tempat dan negara sebagai ujung tombak pembagi informasi ala warga biasa (buzzer, influencer, netizen, citizen journalism) dalam menjangkau konsumen secara luas.
Anda Travel Blogger newbie? “Hijau” dalam memulai dan bersiasat antara menjalani rutinitas hidup dan panggilan untuk menjelajah negeri-negeri? Bukan kendala untuk melakukan langkah-langkah awal, membangun dan menata rekam jejak sebagai Travel Blogger dari level terbawah sekali pun. Untuk mengungkap semua “rahasia dapur” dan “asam garam” tentang ini, paling pas bila kita mengulik tips-trik dn pesan nyata dari mereka.
Donna Imelda misalnya, dalam kesempatan acara Kumpul Blogger Yogyakarta edisi pengujung September 2016, membagikan banyak siasat yang harus ditempuhnya agar tetap dapat eksis hinggap ke mana-mana. Ibu dua putri remaja ini dituntut untuk pandai mengatur waktu dan momentum agar dapat mengharmoniskan tuntutan tugas mengajar sebagai dosen, bepergian untuk kepentingan pribadi, dan perjalanan (liburan) bersama keluarga.
Tak kalah seru dari itu, perempuan yang pernah masuk nominasi 10 besar Srikandi Blogger ini juga membagikan siasat dalam mengatur kebutuhan dana. Untuk family trip dalam lingkar tak jauh misalnya, ia menyarankan membawa makanan sendiri dari rumah. Demikian juga pengeluaran-pengeluaran lain yang bisa diatasi. Yang terpenting baginya, bagaimana pelesiran bisa tetap berlangsung, sekalipun tidak keluar kota atau bahkan keluar negeri yang membutuhkan dana selangit.
Prinsip paling mendasar bagi Co-Founder IDCorners.com ini adalah planning, perencanaan. Tetapkan tujuan, itulah hal utama untuk dipikirkan secara serius jauh-jauh hari, karena sangat terkait dengan banyak hal, misalnya transportasi ke tujuan dan di tempat tujuan, besaran dana yang harus disiapkan, serta berbagai pendukung yang menyertainya. Menabung baginya jelas membutuhkan kesabaran. Ia bahkan mewanti-wanti agar Travel Blogger tidak menggunakan dana yang berasal dari kartu kredit.
Di samping itu, tentu ada siasat lain, yaitu menempuh perjalanan tanpa pengeluaran berarti alias dibayari pihak lain. Siapa yang tidak mau? Namun, untuk ini ada catatan kecil bagi siapa pun. Ketekunan dan fokus sebagai Travel Blogger pastinya adalah kunci utama, sehingga berbagai tawaran niscaya akan datang—cepat atau lambat. Donna pun mengakui bahwa ia baru saja bepergian ke negeri jiran, khususnya mengeksplorasi Kuala Lumpur atas undangan pihak Tourism Malaysia. Gratis!
Hal senada, yaitu pentingnya perencanaan, turut digarisbawahi oleh Atanasia Rian yang menjadi narasumber kedua dalam acara yang berlangsung di House of Balcony, Ambarrukmo Plaza ini. Rian, demikian blogger ini biasa dipanggil, mengemukakan bahwa bepergian dengan anak-anak membutuhkan perencanaan lebih matang, baik dari segi biaya maupun fasilitas yang dibutuhkan.
Sederet pe-er diungkap oleh pemiliki blog kulinerwisata.com ini. Pengumpulan informasi tentang destinasi kita, survei hotel, pantau jadwal penerbangan, atur keuangan sesuai kebutuhan hingga tips-trik packing dan kesiapan dokumen adalah sejumlah hal yang harus diselesaikan sejak dini.
Rasa Aman dan Perencanaan Hidup
Apakah itu semua sudah cukup? Ternyata belum, setidaknya bagi Donna Imelda maupun Atanasia Rian. Ada yang lebih mendasar dari itu namun sering kali luput dari perhatian kita, yaitu mempertimbangkan secara serius perihal berasuransi. Travel Blogger harus memerhatikan asuransi bagi dirinya. Perjalanan tidak selalu bak melangkah mulus di karpet merah. Kesehatan tidak selalu sebelas duabelas dengan para instruktur fitness center. Ada banyak hal yang mungkin terjadi dan merisaukan orang tersayang atau keluarga besar kita. Jangan biarkan mereka menderita risau sementara kita sibuk selfie di negeri asing.
Dalam sesi ini, dua sosok anak muda yang paham mengenai asuransi dari Sun Life Financial Indonesia turut dihadirkan untuk membagikan pengetahuannya bagi blogger yang hadir. Kaiser Simanungkalit yang menjabat AVP Head Of Branding, meletakkan pemikiran dasar yang mungkin tak pernah mencuat di benak blogger. Asuransi, dalam pandangannya, kerap kali disalahartikan sebagai sebuah produk. Suatu barang untuk dijual. Padahal, bukan begitu makna sejatinya. “Asuransi itu bukanlah produk, tapi planning. Perencanaan. Itu sebabnya orang seperti kami tidak pernah menjual produk, melainkan perencanaan,” tegasnya.
Terasa awam akan hal ini? Achmad Emir Farabie, yang menjabat Senior Manager Digital Marketing, memberitahukan sesuatu yang selama ini sangat mungkin luput dari perhatian kita, bahwa ada tempat bagi kita untuk bertanya dan belajar agar paham. Bright Advisor adalah forum yang ia maksudkan. Di sini tersedia edukasi umum, wadah bertanya jawab mengenai asuransi dan soal-soal finansial. Sarana ini disediakan secara gratis untuk diutak-atik dan didalami siapa pun agar lebih pintar.
Mendengarkan uraian di sesi ini, saya mengangguk bahwa terkadang Travel Blogger atau siapa pun, bersikap egois; seolah apa pun yang akan terjadi di depan tidak akan menggusarkan dan merepotkan siapa pun. Padahal setiap kita adalah bagian dari sebuah keluarga, besar maupun kecil. Mereka turut menanggung konsekuensi atas apa yang akan kita perbuat: baik melakukan perjalanan jarak dekat maupun ke luar negeri; dalam rentang satu-dua hari maupun hitungan minggu.
Memikirkan ini di ujung tulisan, rasanya, well... saatnya kita, Travel Blogger atau bukan, dijauhkan dari sifat dan sikap impulsif. Spontanitas itu kerap dibutuhkan dan dapat memperkaya hidup, namun tindak impulsif semata tidak hanya membuka peluang lebar untuk merugikan diri kita sendiri, melainkan juga akan merepotkan banyak orang dan banyak pihak. Iya, kan? Mari jadi Travel Blogger yang bijak []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H