Edukasi, edukasi, edukasi. Itulah jawaban atas gambaran umum ketidaksiapan masyarakat Indonesia dalam menghadapi bencana. Konon berdasarkan kajian-kajian BNPB telah terjadi peningkatan pengetahuan kebencanaan namun, masih menurut pihak BNPB, "pengetahuan ini belum menjadi sikap, perilaku, dan budaya yang mengkaitkan kehidupannya dengan mitigasi bencana."
Salah satu yang menarik diulik adalah pilihan menggunakan radio dengan strategi content berselancar dengan format drama radio untuk menyusupkan pesan-pesan edukasi kebencanaan ke dalam benak dan kemudian subur disemai dalam hati masyarakat luas.
Drama radio, sebagaimana kita ketahui melalui kilas balik, pernah mencatat sejarah berada dalam puncak keemasan dalam rentang waktu panjang dalam merebut hati pendengar. Titik Renggani dalam bukunya berjudul Drama Radio: Penulisan dan Pementasan (Penerbit Ombak, 2014) mencatat bahwa format drama sudah ada sejak abad ke-5 Sebelum Masehi (SM).
Drama, saat itu, kental berkait dengan penyelenggaraan kegiataan keagamaan. "Demikian juga drama radio yang mengisahkan kehidupan ritual keagamaan, sering menjadi pilar kehidupan tersendiri," tulis Titik (hlm 6). Ia mencatat, popularitas drama radio mulai tampak berkembang sejak 1920-an.
Hari ini kita pun bisa mencatat beberapa judul drama radio yang fenomenal, dalam kisaran puncak keemasan era 1980-an hingga 1990-an, antara lain "Saur Sepuh" yang ditulis oleh Niki Kosasih, disusul judul-judul "Tutur Tinular", "Misteri Dari Gunung Merapi", dan lainnya. Sementara dari genre berbeda, bisa disebutkan antara lain "Ibuku sayang, Ibuku Malang", "Butir-butir Pasir di Laut", dan "Catatan Si Boy".
Memikat Cinta Pendengar dengan "Asmara di Tengah Bencana"
"Asmara di Tengah Bencana" adalah drama radio dalam kerangka strategi kekinian BNPB yang sedang berkumandang tak kurang dari 20 radio di Pulau Jawa. Mayoritas (18) melalui corong radio lokal, dan sisanya (2) lewat radio komunitas.
"Asmara di Tengah Bencana" dituturkan dalam genre romansa, berkisah tentang percik cinta yang tumbuh di antara Raditya dan Sekar Kinanti dengan latar pengungsian pada kisaran tahun 1620-an. Api "cinta terlarang" ini melahirkan pertikaian keluarga yang hebat. Kelak-kelok kisahnya yang kemudian terangkat dalam skala besar peperangan di Pulau Jawa, akan mendebarkan dan menyita hati. Hmm, menarik kan?
Mempertanyakan Efektivitas Radio di Era Kekinian