Saya tidak punya kemampuan yang baik dalam mengulas (review) produk/brand. Kerap kali, saya kehabisan akal untuk menghidupkan benda-benda mati semacam ini. Itu sebabnya saat berjumpa dengan Riana Dewie (salah seorang pengelola KJOG—Komunitas Kompasianer Jogjakarta), saya suka merajuk minta diajari olehnya.
Riana Dewie, sebagaimana kita ketahui, hampir selalu menjadi pelanggan dalam kompetisi mengulas produk—sepeda motor, museum, hingga yang paling sering: Smartphone. Ia sudah melalang hingga ke Negeri Singa untuk menghadiri peluncuran sebuah (merek) smartphone yang dibarengi dolan-dolan cuci mata (city tour), sebagai ganjaran atas prestasinya mengulas smartphone tersebut di Kompasiana.
Cara mencatatnya yang sangat kerap mendecakkan lidah, menyertai spot-spot image dalam rangkaian perjalanan yang ia abadikan dan bagikan di media sosial. Sebagai editor fiksi, tentu Windy mengenal Show Don't Tell (SDT) dengan baik dan mengoptimalnya dengan cara kreatif. Anda juga pengin belajar dari Windy? Tidak sulit kok, pantau saja akun IG miliknya.
Dan pagi ini, saya kembali dikejutkan dengan ulasan ciamik atas sebuah resor yang muncul di halaman Klasika Jateng & DIY harian Kompas (13/9/16). Saat membuka lembaran harian Kompassection ketiga, pandangan saya tanpa sengaja bersirobok dengan artikel ini. Mula-mula saya tergoda oleh kerling "mata"nya, lalu tertawan tanpa perlawanan oleh semringah "senyum"nya—sebelum akhirnya menyantap tulisan ini hingga kalimat terakhir.
Judul adalah kerling mata bening beralis lentik dan first line (lead) tak ubahnya sungging senyum bibir ranum "seorang" rupawan. Itulah struktur wajah eksotik si penggoda. Diksi pada judul tulisan itu menuntun mata saya turun pada first line (lead), lalu lari ke nama penulis: Fellycia Novka Kuaranita. Hm, nama yang tak saya kenali.
Pagi pertama di daerah Bangsring, Banyuwangi, Jawa Timur, itu elok seperti puisi. Sinar matahari yang lembut jatuh memulas embun pada pucuk-pucuk daun. Angin mengajak dahan-dahan rimbun menari, menciptakan musik alam. Nun di arah timur, lautan membentang tepat di bawah sisi bukit dengan Pulau Bali di kejauhan.
Betapa visual!
Betapa romantik!
Sapuan kuas kata yang sederhana namun elok. Satu-satunya hal yang mengganggu alun baca saya adalah penggalan "Banyuwangi, Jawa Timur". Bagi telinga saya yang mendengarkan, itu terlalu "teknis" bunyinya dan agak menyendat bagi alir lancar alun baca. Mungkin, sekadar usul, perlu dipertimbangkan untuk digusur ke paragraf lain.
Sesuatu yang mengejutkan, muncul di paragraf ketiga. Ada telisip penggalan percakapan, yang membuat tulisan ini menjadi hidup. Jauh dari dugaan pembaca akan segera dihajar oleh paparan data benda mati dengan kalimat-kalimat pujian sebagai sebuah kewajiban bagi si pengulas—penulis review.