Mohon tunggu...
Ang Tek Khun
Ang Tek Khun Mohon Tunggu... Freelancer - Content Strategist

Sedang memburu senja dan menikmati bahagia di sini dan di IG @angtekkhun1

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Angkringan, Warung Makan Sederhana ala Yogyakarta

18 Mei 2016   22:13 Diperbarui: 19 Mei 2016   01:45 2510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau mau ke Yogyakarta tapi ogah menikmati makan malam di angkringan, itu ibarat kamu ke Paris tapi malas menengok menara Eiffel. Yogyakarta dan angkringan adalah dua dari antara sekian banyak hal yang beriringan untuk dialami oleh siapa pun yang ingin menorehkan goresan kenangan yang mendalam dalam kunjungan di kota yang menghanyutkan hati pelancong ini. Meskipun, yaa... angkringan tidak termasuk dalam daftar lokasi syuting film “banyak purnama” yang sedang hits hari-hari ini.

Bicara soal angkringan, tak pelak adalah bicara soal kekayaan kuliner khas nusantara. Aset ragam kuliner tidak melulu berfokus pada aneka olahan (bahan) makanan dan penganan. Banyak sisi lain di sekitar kuliner yang menghadirkan keunikan tersendiri. Sebut saja misalnya masakan Padang; menyebut alternatif kuliner ini imajinasi kita akan langsung melalang jauh membayangkan rumah makan dengan aneka menu berbumbu kuat yang disajikan dalam piring-piring dan dibawa secara atraktif tanpa alat bantu, dan piring-piring menu itu akan memenuhi sebagian besar area meja makan bagai memanggil-manggil untuk dicicip satu persatu.

Tampakan angkringan yang cukup “modern” (Foto: @angtekkhun)
Tampakan angkringan yang cukup “modern” (Foto: @angtekkhun)
Demikian juga bila otak kita diisi dengan kata informatif tentang "angkringan", maka otomatis akan terbayangkan dalam benak perangkat berjualan sederhana dengan menu-menu khas yang tak mungkin luput disediakan. Pastinya ada yang bernama nasi kucing, bungkusan kecil nasi yang umumnya disisipkan sambal dengan lauk dalam porsi ala kadarnya. Murah-meriah,  dapat dijangkau dua hingga tiga rupiah per bungkus.

Nasi kucing tidak berdiri sendiri. Ia punya banyak kawan-kawan sepenanggungan. Apa saja yang menyertainya? Khas sekali untuk ditandai, misalnya aneka gorengan, sate usus, sate telur puyuh, tempe-tahu bacem/goreng, dan macam-macam cemilan. Dihidangkan secara prasmanan, cara makannya pun santai sambil menyeruput kopi atau teh panas. Dan yang paling penting, di angkringan Anda tidak tabu untuk menyantap dan menyeruput kopi sambil mengangkat kaki senyamannya.

Jejeran aneka menu khas angkringan (Foto: @angtekkhun)
Jejeran aneka menu khas angkringan (Foto: @angtekkhun)
Tidak sulit menjumpai tempat-tempat nongkrong yang hadir dalam format angkringan di kota pelajar ini. Anda tinggal memilih tempat yang mudah dijangkau dari tempat Anda menginap. Tapi jangan terkecoh, kini bertumbuhan restoran dalam desain angkringan. Angkringan yang sejati adalah warung makan sederhana buat “rakyat jelata” dengan bujet tak melebihi pecahan uang sepuluh ribu. Perut kenyang, hati nyaman, hari esok pun siap disongsong.

Menelisik Geliat Sebuah Angkringan

Angkringan tersebar di banyak wilayah Yogyakarta. Sebagai gambaran saja, mari kita telisik salah satu warung rakyat ini yang terletak di belahan utara, bernama Angkringan Tobat. Sebagaimana angkringan lain yang menjamur dengan layanan modern, di sini jelas Anda disambut dengan fasilitas Wifi. Namun selain yang satu ini, semua tampak sederhana.

Google Maps (Skrinsut: @angtekkhun)
Google Maps (Skrinsut: @angtekkhun)
Berlokasi di Jalan Sukoharjo, Codong Catur (Lokasi), angkringan dengan nama unik ini mulai beroperasi Oktober 2015 dan sedang mempersiapkan cabang kedua. Di sini Anda akan menjumpai tidak kurang dari 30 item menu yang siap menjadi sahabat pengiring nasi kucing. Itu belum termasuk berbagai macam cemilan dan minuman. Beberapa pilihan kopi nusantara bisa Anda pesan, misalnya Mandheling Sumatra atau Bali Kintamani.

Tersedia lebih dari 30 pilihan menu (Foto: @angtekkhun)
Tersedia lebih dari 30 pilihan menu (Foto: @angtekkhun)
Dari susu segar sampai bandrex (Foto: @angtekkhun)
Dari susu segar sampai bandrex (Foto: @angtekkhun)
Beberapa pilihan kopi (Foto: @angtekkhun)
Beberapa pilihan kopi (Foto: @angtekkhun)
Sajian nasi kucing di sini, cukup kekinian. Variannya cukup meyakinkan. Selain yang normal (buka langsung dimakan) misalnya nasi Oseng Tempe, Oseng Kacang Panjang, Sambel Teri, Orak-arik, Sarden, Bandeng, tersedia pula nasi bakar dlam dua pilahan lauk di dalamnya: Sego Bakar Pindang Daun Kemangi dan Sego Bakar Hati-Ampela Daun Kemangi.

Baca tagline ini, kreatif dan “nakal” khas warga Yogyakarta (Foto: @angtekkhun)
Baca tagline ini, kreatif dan “nakal” khas warga Yogyakarta (Foto: @angtekkhun)
Nasi kucing khas angkringan (Foto: @angtekkhun)
Nasi kucing khas angkringan (Foto: @angtekkhun)
Sego Bakar, varian lain nasi kucing angkringan (Foto: @angtekkhun)
Sego Bakar, varian lain nasi kucing angkringan (Foto: @angtekkhun)
Harga nasi-nasi kucing ini dipatok cukup unik. Semua yang berbungkus daun pisang, dikenai harga harga Rp3.000,- sementara yang berbungkus kertas, hanya Rp2.000,-. Setelah Anda mengambil secara prasmanan dan dibawa ke kasir, Anda akan ditawari apakah akan dibakar (termasuk yang bukan nasi bakar). Jika ya, ada dua pilihan bumbu bakar: kecap dan pedas. Itu sebabnya Anda akan menikmati semua menu pilihan Anda dalam kondisi hangat dan menguarkan aroma dari daun pisang pembungkus serta kemangi yang menyisip di dalamnya.

Persediaan cemilan yang ada saat dikunjungi penulis (Foto: @angtekkhun)
Persediaan cemilan yang ada saat dikunjungi penulis (Foto: @angtekkhun)
Tempat yang luas dan halaman parkir yang leluasa, menjadi daya tarik tersendiri. Buka enam hari dalam seminggu (Senin-Sabtu) pukul 16.00 hingga 24.00 WIB. “Paling ramai di tengah minggu,” jelas Mas Udin selaku pengelola harian. Saat ditanya bagaimana menghadirkan sekian banyak item menu, Mas Udin menjelaskan bahwa bersama tiga pegawainya, mereka hanya mengelola penuh semua jenis minuman. Hidangan lain disediakan oleh para pemasok yang berjumlah belasan orang, dengan sistem titip jual (konsinyasi).

Menyemai Geliat Perekonomian Rakyat

“Setiap sore sebelum angkringan dibuka, mereka mengantarkan jualannya. Esok paginya barulah mereka datang lagi untuk mengambil yang tersisa,” terang Mas Udin. Para mitra ini berasalnya dari orang-orang berasal dari wilayah di sekitar angkringan, sehingga turut menggerakkan perekonomian rakyat.

“Berkembang bersama”, itulah filosofi yang dianut Angkringan Tobat yang tak mau kalah dalam berpromosi melalui media sosial. Itu sebabnya hubungan kedua belah pihak ini sangat kekeluargaan. Menurut Mas Udin, ia bebas memberikan masukan dan bahkan memesan khusus menu yang belum tersedia. Demikian pula saran-saran lain misalnya setiap menu harus dipatok dengan harga jual yang terjangkau untuk konsumen di angkringan ini.

“Urip Paribasan Mampir Ngangkring” (Foto: @angtekkhun)
“Urip Paribasan Mampir Ngangkring” (Foto: @angtekkhun)
Oya, saat disinggung mengenai nama Tobat yang disandangkan di angkringan ini, sambil tersenyum Mas Udin yang juga menghadirkan angkringan ini di Instagram @angkringantobat menjelaskan bahwa Tobat yang dimaksud adalah bentukan dari dua kata, yaitu Noto Batin (menata batin/hati). “Di sini orang-orang bisa makan sambil nongkrong atau santai melepas penat dan menata batin, sehingga selain kenyang hati pun jadi tentram.”

Sejumlah pengunjung yang hadir bersama saya (Foto: @angtekkhun)
Sejumlah pengunjung yang hadir bersama saya (Foto: @angtekkhun)
Ketika saya mencoba menyantap Sego Bakar Hati-Ampela Daun Kemangi usai dibakar, saya menyenggol teman dan berbisik mantap, “Hmm, enak nih.” Yup, disantap beriring sate usus dan telor puyuh yang telah dibakar kecap, lalu dilengkapi pepes tahu, lidah saya pun kian berdecak riang. Ya, Anda pun harus mencobanya.

Di angkringan rakyat semacam ini, Anda dapat menikmati suasana Yogyakarta dengan bujet secukupnya, namun kenyang dan pulang dengan hati tentram usai menoto batin. Sayang sekali bila Anda tidak pernah mencobanya saat menjejakkan kaki di kota kreatif ini. Jadi, kapan ke Yogya lagi? []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun