Buka-bukaan Dunia Tambang
"The best weapon of a dictatorship is secrecy, but the best weapon of a democracy should be the weapon of openness." —NielsBohr
* * *
Diam-diam, selama berbulan-bulan, ada lebih dari 400 wartawan dari 250 organisasi media yang menggunakan 25 bahasa di 80 negara berkolaborasi menunaikan sebuah misi "rahasia" dengan sandi Project Prometheus. Namun ketika mulai diungkap ke publik, karya kolaboratif ini lebih dikenal dengan nama Panama Papers.
Prometheus! Mengingat nama ini, mengantar kita pada kisah "desakralisasi" atas apa yang dinamai Api. Dalam mitologi Yunani yang membingkai kisah ini, konon Api disembunyikan oleh Dewa Zeus dari manusia di tempat elite bernama Gunung Olimpus, agar eksklusif. Melalui perjuangannya, Prometheus berhasil mencuri Api itu dan membawanya kepada manusia, sehingga memberi manfaat bagi umat manusia.
Berita dan Buku dalam sisi tertentu memiliki kemiripan dengan mitologi ini. Keduanya hanya dilakoni oleh kalangan tertentu yang memiliki legitimasi formal. Elitis dan eksklusif. Sampai tiba era internet, dan kemudian media sosial merasuk hingga ke relung terdalam, sehingga terjadilah "desakralisasi".
Orang-orang awam, memiliki hak dan daya yang sama untuk membuat dan/atau mendistribusikan karya yang tidak membutuhkan tata laksana formal yang diagung-agungkan. Dalam beberapa tahun terakhir, netizen mulai memeroleh tempat yang layak bersanding dengan jurnalis media mainstream. Dalam kapasitas tertentu, dengan keunikan fungsinya, netizen bahkan mampu melakukan penetrasi yang jauh lebih signifikan daripada yang pernah dibayangkan oleh generasi lalu. Demikian pula dengan Buku, perlahan tidak lagi menjadi "benda pusaka yang hanya layak dan mampu dibuat oleh para empu".
"Desakralisasi" Buku setidaknya ditandai oleh (1) cara dan gaya tulis yang cair, (2) topik/tema yang kian beragam, dan (3) dirajut secara keroyokan. Alur ini telah menorehkan banyak jejak dan kisah yang tak terbayangkan sebelumnya. Dan buku Buka-bukaan Dunia Tambang, adalah salah satu contoh kekinian yang bisa diangkat sebagai contoh.
Sebanyak 31 artikel buah karya 28 penulis terangkum dalam jahitan cerita yang merujuk pada program bernama Sustainable Mining Bootcamp (SMB) yang dilansir oleh PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT). Dari untaian kisah yang terpapar dalam 196 halaman buku terbitan Pastel Books ini, kita dapat mengutip dan menyusun ulang keping-keping informasi bahwa SMB lahir sebagai respons cerdas dari PT NNT atas apa yang dialami oleh "adik" perusahaan tersebut di masa sebelumnya. PT Newmont Minahasa Raya (PT NMR), di periode akhir operasionalnya, diterpa badai prasangka, gugatan, dan beban psikologis berkepanjangan.
SMB yang diprakarsai pada 2012, kini telah memasuki Batch V. Pada setiap Batch, belasan "orang luar", dengan tulang punggung netizen, diundang dan diberi "karpet merah" untuk jelalatan semau mata dan bertanya sekuat bibir langsung di lokasi tambang, di belahan Sumbawa sana. Malu bertanya sesat di pikir, enggan berdialog semu di rasa. Inilah cara cerdas NNT dalam hal belajar dan mengobati "derita" masa lalu. Proaktif dan keterbukaan niscaya mengantarkan NNT dalam merebut simpati yang selayaknya. Selaras dengan apa yang diungkap Niels Bohr dalam kutipan di atas, "...the best weapon of a democracy should be the weapon of openness."
Menikmati "Kembang Setaman" Kisah
Melalui tulisan yang dijadikan pembuka buku, pembaca diberi tahu bahwa program Newmont Bootcamp ini dilandaskan pada tiga aras utama:
- Mining Experience
- Social Experience
- Natural Experience
Menyimak "kurikulum" ini, kita patut mengerjapkan mata binar. Terlihat jelas NNT piawai dalam memahami anatomi psikologis dan fisiologis manusia. Melalui Mining Experience, setiap peserta dipaparkan segala sesuatu tentang operasional tambang. Kecanggihan teknologi, kompetensi sumber daya manusia, dan standar tinggi kualitas "kondisi aman" (safety) memperlihatkan apa yang secara teknis disebut "zero defect tolerance", tidak ada toleransi untuk kesalahan.
Social Experience mengantar dan melibatkan peserta dalam aktivitas yan mendukung penuh kesejahteraan warga di lingkar tambang. Bukan dengan cara membagi brosur berisi pujian atas diri sendiri, NNT malah mendelegasikan sebagian kecil aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) untuk diambil alih oleh peserta. Keterlibatan di lapangan yang mirip Kuliah Kerja Nyata (KKN), membuat peserta dapat berinteraksi langsung dan bebas dengan masyarakat.
Sementara Natural Experience, dapat dimaknai secara sederhana sebagai rileksasi berdarmawisata menikmati keindahan alam dan mencecap kuliner khas daerah di lingkar tambang (Sumbawa, Nusa Tenggara Barat). Namun, faktanya tidak sesederhana itu. Peserta dibukakan mata bahwa NNT tidak hanya mengurusi produk, melainkan juga berbagai upaya pelestarian lingkungan.
Buku ini juga dilengkapi empat cerita dari Buyat (Minahasa), ranah NMR, yang bekas tambang di sini telah bersalin rupa menjadi Kebun Raya Megawati Soekarnoputri. Lokasi tambang ini dikenang sebagai bekas tambang emas pertama (bahkan di dunia?) yang tampil cantik sebagai kebun raya yang menawan.
Catatan Sumbangsih Pelengkap
Sebagai sebuah buku yang menghimpun pilihan karya yang tulis oleh banyak blogger di berbagai blog, saya menyadari bahwa ini bukanlah buku yang dirancang khusus sebagai sebuah buku. Ada berbagai macam cara dan gaya bertutur—bahkan dua di antaranya dalam bahasa Inggris. Ada duplikasi objek, pun sudut pandang (angle). Konsekuensinya, "ketertiban" pada sajian berlandaskan tiga aras utama program SMB, tidak berlaku optimal. Demikian pula dengan kesalahan tulis/ketik, bila Anda cukup kritis, tidak sulit menemukannya terserak.
Bagaimana editor memilih dan menata alur (flow) tulisan, layak menjadi bahan diskusi. Kegagapan ini sangat dapat dimaklumi, terutama karena dua penyunting di balik buku ini bukanlah peserta SMB. Namun ada hal lain yang sekiranya patut disayangkan, yaitu tidak tersedianya CV/biodata para penulis. Padahal, ini cukup krusial untuk mengantarkan kredibilitas para penulis sekaligus acuan pencarian lanjut bila ada pembaca yang ingin membaca posting lain tentang dunia tambang dari masing-masing penulis.
Ringkas kata, tidak berlebihan bila saya suka menyebut buku ini sebagai Kembang Setaman. Dalam budaya Jawa, istilah ini mengacu pada sejumlah bunga yang terkumpul dalam satu paket/bungkus (daun pisang) yang umumnya terdiri dari bunga mawar, melati, kanthil, kenanga, dan irisan daun pandan wangi.
Dengan bahasa lain, saya ingin mengutarakan bahwa buku ini menjadi nikmat kita santap apabila diletakkan pada waktu santai, dengan kaki bebas berselonjor, dilengkapi secangkir kopi yang menebarkan aroma atau segelas teh yang menggoda untuk diseruput.
Oya, saya telah menikmatinya :)
* * *
BUKA-BUKAAN DUNIA TAMBANG
- Penulis: Peserta SMB Newmont
- Penerbit: Pastel Books
- ISBN: 978-602-0851-31-0
- Cetakan: 1, 2016
- Tebal: 196 hlm
- Ukuran: 19 x 20,5 cm
- Harga: Rp49.000,-
[]
Bacaan Pelengkap:
- Dokumen Panama dan Jurnalisme Perlahan, H Witdarmono, Kompas.com
- Prometheus (mitologi), Wikipedia
- Apa Itu Kembang Setaman?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H