Mohon tunggu...
Ang Tek Khun
Ang Tek Khun Mohon Tunggu... Freelancer - Content Strategist

Sedang memburu senja dan menikmati bahagia di sini dan di IG @angtekkhun1

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Selamat Datang Kompas Akhir Pekan

6 Maret 2016   19:21 Diperbarui: 6 Maret 2016   20:17 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Kompas Sabtu, 5 Maret 2016 (Foto: @angtekkhun)"][/caption]

BERMULA dari pesan perpisahan mengejutkan di rubrik Anak Kompas Minggu, 28 Februari 2016, sambung cakap pun berlangsung dan berkembang mengenai harian yang kini kerap dipanggil koran "Senjakala". Redaksi Kompas menulis, "Teman-teman... Rubrik Anak kali ini adalah edisi perpisahan kita. Mulai minggu depan rubrik Anak yang hadir di Kompas hari Minggu akan absen menemani teman-teman." Selanjutnya Redaksi memberi saran bijak, "Meski rubrik Anak tidak ada lagi, kami berharap teman-teman tetap rajin membaca. Pilihlah bacaan yang bagus, yaitu bacaan yang bisa membuat imajinasimu berkembang dan membuat pikiranmu bertambah kritis, kreatif, dan pintar."

[caption caption="Edisi perpisahan rubrik Anak di Kompas Minggu (Foto: @angtekkhun)"]

[/caption]

Tak berselang lama, Kompas edisi Kamis, 3 Maret 2016 memuat surat pembaca yang merespons "penggusuran" rubrik Anak ini. Indah Novita dari Makassar mengungkapkan perasaan sedihnya. "Sebagai ibu tiga anak usia TK-SD, saya merasa kehilangan suatu media untuk mengembangkan imajinasi dan kreativitas anak-anak saya."

Melalui surat ini, Indah Novita juga menanggapi rumor yang didengarnya bahwa rubrik Anak ini akan dimutasi ke format digital. Ia berpendapat, "Tentu tidak akan sama. Jangkauannya saat ini mungkin tidak seluas halaman Kompas Anak yang terbit konvensional. Masih banyak kelompok masyarakat yang belum bisa mengakses internet walaupun ada program internet masuk desa."

[caption caption="Respons pembaca atas dihapusnya rubrik Anak dari Kompas Minggu (Foto: @angtekkhun)"]

[/caption]

Bahkan lebih jauh Indah Novita memberi masukan, "Untuk anak-anak, menurut saya, juga lebih sehat jika membaca langsung melalui lembaran kertas. Membaca melalui laman internet selain tidak sehat bagi mata, juga berisiko melihat tayangan lain yang bukan untuk usianya."

Tidak berhenti sampai di sini, dua hari kemudian Kompas (5/3) memuat surat pembaca lain, berasal dari Wiyana di Gunung Kidul, Yogyakarta. Wiyana mengucapkan terima kasih karena kehadiran rubrik Anak telah memberi kesempatan kepada anaknya untuk berkarya. "Rubrik Anak/Ruang Kita telah memberi kesempatan tiga kali karya anak kami ... dimuat ... ketika ia masih duduk di sekolah dasar," tulisnya seraya mengungkapkan rasa bangga mengingat pengirim karya ke Kompas pastilah sangat banyak.

[caption caption="Surat pembaca dari Wiyana merespons rubrik Anak Kompas Minggu (Foto: @angtekkhun)"]

[/caption]

Sebagai bagian kecil dari "ekosistem baca-tulis", saya turut gelisah dan tak terhindarkan untuk merespons edisi perpisahan rubrik Anak itu melalui status alit di akun Facebook. Dan, sebagaimana patut diduga, turut memancing opini serta diskusi kecil di sana.

[caption caption="Respons saya di akun Facebook (Foto: @angtekkhun)"]

[/caption]

Perubahan Tatanan dan Penataan

SEBAGAI pembaca biasa, saya tidak tahu proses apa yang sedang berlangsung di internal Kompas. Sampai saya mendengar bahwa Kompas menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) di beberapa kota, dan melalui kesempatan itu disampaikan "bocoran" bahwa redaksi sedang menata konsep dan rubrikasi untuk melahirkan Kompas Akhir Pekan. Rasa penasaran ini tersimpan dengan sabar hingga Kompas mengedarkan edisi Sabtu (5/3) dan Minggu (6/3). Apa yang kita jumpai pada kedua edisi ini, tampaknya adalah unjuk awal bergulirnya Kompas Akhir Pekan.

[caption caption="Kompas edisi Sabtu dan Minggu dengan konsep baru (Foto: @angtekkhun)"]

[/caption]

Perubahan tatanan kelas sosial dan faktor penyerta lain, sebagaimana kita ketahui secara luas maupun terbatas, telah melahirkan pola 5-2: Lima hari kerja, dua hari libur. Maka, ringkas kata, koran Sabtu dipandang sebagai "satu paket" dengan koran edisi Minggu. Berdasarkan ini, kita jumpai Kompas menghadirkan sub-header yang sama dengan konsep memberi perhatian pada tiga konten unggulan dan mengutak-atik seksi (bundel) kedua harian ini.

Pada edisi Sabtu, diselipkan empat halaman bertajuk Akhir Pekan yang memuat konten migrasi dari edisi Minggu. Di sini kita menjumpai rubrik seni budaya, ulasan buku, konsultasi (psikologi dan kesehatan), kolom investasi, dan puisi.

[caption caption="Penampakan dua halaman Kompas edisi Sabtu (Foto: @angtekkhun)"]

[/caption]

[caption caption="Rubrik puisi berpindah dari Kompas Minggu ke Kompas Sabtu (Foto: @angtekkhun)"]

[/caption]

Pada edisi Minggu, seksi (bundel) kedua mengusung tajuk Hiburan (musik, film, cerpen, pentas/pameran) sebanyak lima halaman, Gaya Hidup (busana, figur—semula Sosialita, lalu berganti Soca, urban) menggunakan tiga halaman, Ruang & Desain sebanyak tiga halaman, serta di sisa halaman dihadirkan Avontur yang memuat topik wisata, perjalanan, dan kuliner.

[caption caption="Konsep baru rubrik Gaya Hidup di Kompas edisi Minggu (Foto: @angtekkhun)"]

[/caption]

[caption caption="Kompas edisi Minggu dengan konsep baru (Foto: @angtekkhun)"]

[/caption]

[caption caption="Kompas edisi Minggu dengan tampilan baru"]

[/caption]

Merespons Geliat Zaman

Kita bisa menafikan banyak hal dalam menanggapi gerak karya anak-anak perusahaan dan unit-unit usaha Kompas Gramedia (KG), namun satu hal akan mencuat yang tidak berlebihan bila disebut sebagai DNA (deoxyribonucleic acid) di korporat inti, yaitu kuatnya sensivitas. Jika dilihat ke belakang, tampaknya hanya terjadi di beberapa kelompok usaha, namun semakin ke sini tidak bisa kita mungkiri kian masif menggarami seluruh kelompok.

Ini bagi sebagian pemerhati amat menarik. Ketika bisnis media yang menggunakan teknologi cetak-mencetak kian tergerus zaman, ketika platform media massa tengah berkejaran untuk adaptif dan survive, ketika pola mekar konglomerasi sulit dipetakan polanya, tak terhindarkan lampu sorot berada di KG. Ada dua kisah yang sedang bertarung untuk diukirkan: cerita inspirasional tentang kegigihan sebuah perjuangan versus menjadi saksi dari sejarah gilas zaman yang memusnahkan spesies "dinosaurus" kedua.

Itu latar di benak saya dalam membaca tulisan Pemimpin Redaksi Kompas Budiman Tanuredjo yang disematkan di sisi kiri halaman muka sebagai pengantar sajian Kompas Minggu. Beliau menulis, "[Ini] jawaban atas berbagai pertanyaan di media sosial ataupun grup WhatsApp yang menanyakan apakah benar Kompas Minggu berhenti terbit?" Ya, so pasti tak terelakkan ini adalah salah satu "rumor" sexy melebihi topik hilangnya halaman Anak.

[caption caption="Pimred Kompas menuliskan pengantar di Kompas edisi Minggu (Foto: @angtekkhun)"]

[/caption]

Selanjutkan beliau memberi gambar besar bahwa inovasi Kompas sudah berlangsung sejak Januari 2016 dengan menerbitkan Kompas edisi bahasa Inggris dalam format pilihan editor (editor's choice), yang menerjemahkan pilihan berita, Opini, dan Tajuk Rencana yang bisa diakses di www.kompasprint.com/english. Terakhir, ungkap Budiman, inovasi kolaborasi konten antara harian Kompas, Kompas.com, dan KompasTV yang disebutnya sebagai "jurnalisme interaktif yang berkedalaman" di vik.kompas.com.

"Kompas Minggu dalam desain berbeda, mulai hari ini, adalah juga respons atas perubahan perilaku masyarakat pembaca," tulis Budiman. Untuk pernyataan ini, saya akan mengangguk karena dalam beberapa bulan ini saya turut menjadi subjek survei Kompas melalui SMS yang gencar dilakukan Litbang Kompas.

Diungkapkan lebih jauh, perubahan yang dilakukan Kompas menyangkut konten penulisan (tampak lebih cair dan segar), penggunakan foto (lebih leluasa baik dalam teknik maupun montase), dan perwajahan yang kian mencolok. Model desain yang diusung, clean and neat, yang menampilkan banyak ruang kosong putih sebagai estetika halaman.

[caption caption="Bagian kosong putih sebagai estetikahalaman (Foto: @angtekkhun)"]

[/caption]

[caption caption="Letak foto lebih leluasa dan menarik perhatian (Foto: @angtekkhun)"]

[/caption]

Satu hal yang patut dicatat adalah penghadiran kembali materi jadoel yang diberi konteks kekinian. Tentu Kompas tidak akan kesulitan dengan hal ini mengingat masa terbit yang panjang selaras dengan kekayaan stok jutaan berita, dua jutaan foto, dan ribuan karikatur sejak terbit perdana pada 28 Juni 1965.

[caption caption="Kompas mengolah stok konten dalam kemasan kekinian (Foto: @angtekkhun)"]

[/caption]

Kembali ke Laptop

LALU, bagaimana nasib rubrik Anak yang terkena gusur itu? Budiman memberikan janji, "Kompas Anak rehat sejenak sambil disiapkan konsep baru yang lebih relevan." Singkat. Hanya itu pernyataan resmi yang disampaikan. Tapi, baiklah, kita catat dengan rapi dalam ingatan untuk segera ditagihkan apabila Kompas belum membayar janjinya yang ini.

[]

Tulisan lain terkait topik Media:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun