Merespons Geliat Zaman
Kita bisa menafikan banyak hal dalam menanggapi gerak karya anak-anak perusahaan dan unit-unit usaha Kompas Gramedia (KG), namun satu hal akan mencuat yang tidak berlebihan bila disebut sebagai DNA (deoxyribonucleic acid) di korporat inti, yaitu kuatnya sensivitas. Jika dilihat ke belakang, tampaknya hanya terjadi di beberapa kelompok usaha, namun semakin ke sini tidak bisa kita mungkiri kian masif menggarami seluruh kelompok.
Ini bagi sebagian pemerhati amat menarik. Ketika bisnis media yang menggunakan teknologi cetak-mencetak kian tergerus zaman, ketika platform media massa tengah berkejaran untuk adaptif dan survive, ketika pola mekar konglomerasi sulit dipetakan polanya, tak terhindarkan lampu sorot berada di KG. Ada dua kisah yang sedang bertarung untuk diukirkan: cerita inspirasional tentang kegigihan sebuah perjuangan versus menjadi saksi dari sejarah gilas zaman yang memusnahkan spesies "dinosaurus" kedua.
Itu latar di benak saya dalam membaca tulisan Pemimpin Redaksi Kompas Budiman Tanuredjo yang disematkan di sisi kiri halaman muka sebagai pengantar sajian Kompas Minggu. Beliau menulis, "[Ini] jawaban atas berbagai pertanyaan di media sosial ataupun grup WhatsApp yang menanyakan apakah benar Kompas Minggu berhenti terbit?" Ya, so pasti tak terelakkan ini adalah salah satu "rumor" sexy melebihi topik hilangnya halaman Anak.
[caption caption="Pimred Kompas menuliskan pengantar di Kompas edisi Minggu (Foto: @angtekkhun)"]
Selanjutkan beliau memberi gambar besar bahwa inovasi Kompas sudah berlangsung sejak Januari 2016 dengan menerbitkan Kompas edisi bahasa Inggris dalam format pilihan editor (editor's choice), yang menerjemahkan pilihan berita, Opini, dan Tajuk Rencana yang bisa diakses di www.kompasprint.com/english. Terakhir, ungkap Budiman, inovasi kolaborasi konten antara harian Kompas, Kompas.com, dan KompasTV yang disebutnya sebagai "jurnalisme interaktif yang berkedalaman" di vik.kompas.com.
"Kompas Minggu dalam desain berbeda, mulai hari ini, adalah juga respons atas perubahan perilaku masyarakat pembaca," tulis Budiman. Untuk pernyataan ini, saya akan mengangguk karena dalam beberapa bulan ini saya turut menjadi subjek survei Kompas melalui SMS yang gencar dilakukan Litbang Kompas.
Diungkapkan lebih jauh, perubahan yang dilakukan Kompas menyangkut konten penulisan (tampak lebih cair dan segar), penggunakan foto (lebih leluasa baik dalam teknik maupun montase), dan perwajahan yang kian mencolok. Model desain yang diusung, clean and neat, yang menampilkan banyak ruang kosong putih sebagai estetika halaman.
[caption caption="Bagian kosong putih sebagai estetikahalaman (Foto: @angtekkhun)"]
[caption caption="Letak foto lebih leluasa dan menarik perhatian (Foto: @angtekkhun)"]
Satu hal yang patut dicatat adalah penghadiran kembali materi jadoel yang diberi konteks kekinian. Tentu Kompas tidak akan kesulitan dengan hal ini mengingat masa terbit yang panjang selaras dengan kekayaan stok jutaan berita, dua jutaan foto, dan ribuan karikatur sejak terbit perdana pada 28 Juni 1965.