Seperti cara Obama dan kemeriahan pilpres Indonesia yang lalu, Hillary tampaknya tidak main-main dalam menggarap layanan media sosial sebagai ujung tombak pertarungannya. Mengutip Washington Post, VOA Indonesia memberitakan bahwa Hilarry telah merekrut seorang eksekutif Google untuk menjadi kepala teknologinya, mengawasi pembuatan website dan app untuk menjangkau para pemilih.
Stephanie Hannon dikenal sebagai direktur manajemen produk Google untuk inovasi madani dan dampak sosial. Hannon sebelumnya mengerjakan proyek Google Maps dan Gmail dan juga pernah bekerja di Facebook dan situs pengorganisasian acara Eventbrite.
Jika Anda mengamati website hillaryclinton.com, pasti Anda akan setuju bahwa pengarang buku "Hard Choices" serta "It Takes a Village" yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia ini tidak main-main dalam mengambil langkahnya. Ia telah mempersiapkan dengan lama dan matang jalan yang akan ditempuhnya ini.
Mendahului langkah resmi ini, Chelsea Clinton, sang putri dari Hillary sebenarnya telah membuat pernyataan yang memberi isyarat bahwa sudah waktunya Amerika memiliki perempuan presiden. Pernyataan ini diucapkan Chelsea saat ia tampil sebagai cover majalah Elle terbitan terbaru.
"Kita punya kemajuan dalam perlindungan hukum terhadap perempuan. Tapi tetap saja, di tempat kerja, perempuan tidak setara dengan laki-laki," ujar Chelsea yang kini menjabat sebagai co-chairperson Clinton Foundation.
Bagaimana kans Hillary kali ini? Tampaknya kesabarannya yang luar biasa dalam menanti datangnya momentum, akan terbayar lunas. Jika ini yang terjadi, maka ia akan mengukir sejarah menakjubkan menjadi perempuan presiden pertama Amerika Serikat. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H