[caption id="attachment_382883" align="aligncenter" width="490" caption="Tampak depan Gedung Balai Pemuda, Surabaya"]
Melanjutkan langkah, saya menyeberang ke sisi lain. Ada Radio Suzana, ada kantor pos, dan ada soto Surabaya tempat saya melunasi perut yang keroncongan. Soto di sini, mudah dikenali sebagai soto Jawa Timur melalui penampakan koya di permukaannya. Sambil menyantapnya, saya mengenang Radio Suzana. Radio ini pernah jaya melahirkan boneka Suzan yang terkenal ke seantero nusantara. Dan, ada yang unik. Setiap penyiar di sini, harus memiliki nama alias yang berakhiran O. Beberapa nama yang mampu saya ingat adalah penyiar bernama Dino dan Victorio.
[caption id="attachment_382884" align="aligncenter" width="375" caption="Ajakan untuk bersepeda di kompleks Taman Apsari"]
Tuntas menyantap soto, saya sengaja melangkahkan kaki melewati Taman Surjo. Patung Gubernur Surjo berdiri gagah, menghadap ke Balaikota. Taman di seputarnya, di area Taman Apsari, terlihat asri. Beberapa pelajar tampak sedang bercengkerama. Setelah itu, saya memelankan langkah melewati pengkolan jalan di depan Tunjungan Plaza. Beberapa toko dengan bangunan kuno di sini, masih aktif. Di selasarnya, seorang pelukis menjajarkan hasil karyanya.
Saya mengembuskan napas panjang dan terus melangkah. Percikan-percikan kenangan yang saya lalui, tanpa terasa telah memperpendek jarak kaki saya mencapai tujuan. Hingga akhirnya saya berdiri di depan sebuah gedung bernama Gramedia Expo. Menakjubkan. Masih terbayang di depan mata saya bagaimana toko Gramedia ini di masa lalu. Bangunan lama, buku berjubel, dan disesaki pengunjung—itu ingatan dalam benak saya. Di sisi kirinya dulu, jadi markas redaksi harian Surya. Mahasiswa psikologi sering bertandang ke sini untuk menjadi tim konseling yang sedang dikembangkan oleh Esthi Susanti, salah seorang redaksi.
Di sinilah destinasi akhir langkah saya. Dalam pertemuan dengan beberapa orang hingga malam nanti, saya cukup berjalan kaki untuk menuju hotel tempat saya menginap.
* * *
Itulah pengalaman saya berjalan kaki, yang berulang dan selalu diulangi bila saya dinas di kota Surabaya. Rute yang saya tempuh membentuk huruf L. Ini amat berbeda bisa saya naik taksi, harus berputar dan U-turn cukup jauh sesuai dengan rambu. Mungkin lebih cepat dan saya sempat check in, bahkan sempat mengaso sejenak sebelum berjumpa relasi. Tapi “kerugian” yang tidak signifikan itu terbayarkan oleh tebaran kenangan yang sangat mengesankan. Itu jauh lebih mahal, apa lagi bila ditambahkan dengan “harga” saya menyesaki jalan, mengkonsumsi BBM, memboroskan AC, serta menebar emisi tak sehat bagi orang Surabaya.
Selain itu, berjalan kaki mendatangkan banyak manfaat pribadi. Membuat pikiran lebih rileks, melatih kepekaan pada lingkungan, membangkitkan perhatian pada detail, serta memperkuat stamina tubuh. Bagi saya, masih ada manfaat lain yang tak kalah bergengsinya. Kita dapat menjadi relawan bagi Pasangmata.com atau TMC Polri melalui foto-foto yang melaporkan kondisi trotoar, tebaran sampah sembarangan, kerusakan jalan, pelanggaran lalu lintas, atau kemacetan.
[caption id="attachment_382885" align="aligncenter" width="490" caption="Trotoar retak di kawasan Blok M, Jakarta"]
[caption id="attachment_382886" align="aligncenter" width="500" caption="Trotoar berlubang di Jalan Panglima Sudirman, Surabaya"]