Pemerintahan pasca reformasi 1998 merupakan pemerintah yang berada di titik nadir kepercayaan masyarakat. Segala sesuatu yang berhubungan dengan birokrasi dianggap korup, tak bisa dipercaya, tak efektif, dan lamban. Begitu pula yang menimpa Pemerintah Kota Surabaya. Malah kasusnya lebih parah. Tidak hanya kehilangan public trust, di dalam tubuh Pemkot sendiri juga terjadi masalah pelik berupa krisis politik saling sandera antara legislative dan eksekutif.
Dalam kondisi seperti inilah Bambang DH hadir sebagai wolikota Surabaya. Dengan kesadaran bahwa masyarakat memandang pesimis terhadapnya, ia langsung menyusun langkah-langkah strategis. Yang pertama adalah evaluasi. Bambang melihat apa yang terjadi dari sudut pandang barunya sebagai walikota. Dari fenomena yang ia temukan, bambang DH menyimpilakan yang pertama kali dilakukan adalah merombak jajaran birokrasi agar bisa menjalankan apa yang menjadi visinya. Mutasi jabatanpun terjadi di berbagai jajaran. Pemaksimalan kinerja aparat digalakkan, misalnya memfungsikan kembali Bawasko sebagai polisi-nya PNS, sweeping terhadap pegawai pemkot yang keluruyan ke mal-mal dan pusat perbelanjaan pada jam kantor. Gebakan lain adalah penataan mentalitas aparat dan penyusunan system pemerintahan. Penataan mental ini dilakukan dengan meninkatan profesionalitas dengan penandatanganan MoU dengan perusahaan swasta sebagai tempat magang.
Dalam bidag infrastruktur, prestasi yang ditorehkan oleh bambang DH dapat dirasakan manfaatnya saat ini. Dimulai dari penataan kota yang berkelas dunia hingga Surabaya Drainage Master Plan (SDMP) ala Belanda di terapkan di Surabaya. Hasilnya, Surabaya saat ini memiliki ruang hijau lebih dari 30 persen dengan visi dan panduan pembangunan yang jelas. SDMP yag langsung diimpor dari belanda berhasil menurunkan area genangan air di Surabaya yang pada tahun 2004 seluas 3.333,98 hektar menjadi 2.000 hektar dengan waktu genangan tidak lebih dari empat jam serta tinggi genangan rata-rata 25 cm. selain itu, Surabaya unggul dalam hal pembangunan tercatat dalam dua tahun terakhir, PAD Surabaya telah mencapa Rp. 4,3 triliun. Konsekuensi dari itu adalah pertumbahan penduduk di Surabaya meningkat. Pada kurun waktu (1999-2000), perkembangan pembangunan Surabaya lebh terfokus pada sisi selatan, maka sidoarjo menjadi daerah yang paling banyak menerima persebaran dari Surabaya. Inilah menjadikan jalan A. yani menjadi sangat vital. Langkah untuk menyelesaikan itu adalah membangun frontage road di sisi timur dan barat untuk menambah volume kendaraan. Meskipun hingga masa jabatan sebagai walikota berakhir, masalah jalan memeng belum teratasi sepenuhnya.
Program yang sangat fantastic dari Bambang DH adalah program Green and clean. Program ini ditujukan untuk melibatkan masyarakat dalam proses pengolahan sampah. Ada dua kecamatan yang dijadikan proyek percontohan, kecamatan jambangan dan trenggilis. Untuk menjalankan misi ini Bambang DH mengelar penddikan pelatihan para motivator lingkungan, dan kader lingkungan. Hal tersebut agar di Surabaya banyak penggerak sekaligus supervisior pengolahan sampah di kampong masing-masing. Singkatnya, kader lingkungan adalah para penggerak pengolahan sampah di lingkungan masing-masing. Dari program ini, hasilnya menakjubkan. Muncul sejumlah kampong unggulan yang benar-benar sulit dibayangkan akan bias terwujud sebelumnya.
Dalam kurun 8 tahun kepemimpinan Bambang DH di Surabaya, Surabaya telah menjelma menjadi kota metropolis yang unggul dalam segala bidang.
Diambil dari buku Bambang DH; merubah Surabaya oleh Ridho Saiful Ashadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H