Mohon tunggu...
Siti Khumaidah
Siti Khumaidah Mohon Tunggu... Pemerhati Kesehatan -

Saya Sedang Belajar Traveller Ambivert Pemerhati Kesehatan Anak & Remaja Alumni Pencerah Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Karena Belum Tuntas

9 Agustus 2017   14:34 Diperbarui: 9 Agustus 2017   14:50 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku belajar dewasa darimu, aku belajar memahami darimu, dan aku  belajar ikhlas darimu. Kala itu, kau memang sesosok guru. Guru spesial  bagiku. Entah siapa yang salah sebenarnya, toh kita sama-sama  menutupinya, terutama aku. Meskipun sejujurnya aku yakin kamu tahu. Aku  menjauh darimu dan aku duduk menikmati taman bersama angin yang berwarna  dan menemaniku dengan mesra. Mungkin waktu itu aku memmang perlu itu.

Entah sebenarnya apa yang terjadi diantara kita. Kau begitu malu  ketika melihatku, dan aku begitu ragu untuk menyapamu. Hingga satu waktu  aku mendengar kabar bahagiamu. Aku sedih, tapi aku menerima. Karena dia  lebih pantas memilikimu daripada aku. Aku menunggu waktu kau  benar-benar menjadi miliknya. Tapi entah kenapa hingga saat ini kamu  belum juga melangkah maju. Aku ikhlas, aku menganggapmu guru dan kakak  bagiku. Dan ini kesalahanku, lagi kesalahanku, yang tak peka dimasa itu  dan membiarkan begitu saja, padahal jelas kamu begitu penting waktu itu.

Aku yang penakut ingin tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi. Tapi  nyali hanya sebatas wacana. Aku tak berani menegaskannya, dan kamu diam  dengan penuh kekikukan. Apa yang sebenarnya terjadi...????? Kenapa kita  saling menyimpan rahasia, dan membiarkan rahasia yang menyakitkan ini  memupuk jiwa?. Ini kepedihan. Ini siksaan. Tapi kenapa aku dan kamu  tidak memilih untuk menuntaskan.....?

Sekarang rasa itu bukan tak ada atau ku kubur, tapi aku biarkan  hingga akhirnya rasa itu telah berkawan denganku bersama ikhlas meski  butuh waktu yang lama. Toh aku sadar, aku sempat memilih bercanda dengan  angin bahorok yang menjelma menjadi udara sejuk dari pegunungan.

Kisah ini, entah berakhir atau belum, tapi kisah ini hingga kini  belum tuntas, meski rasa mungkin telah menjelma menjadi abu atau pasir  putih. Dan ketidaktuntasan ini yang menjadikan kita tak saling mengerti.

Dalam ketidak tuntasan ini, percayalah, aku menerima segala  keputusanmu, toh rasaku hanya prasangka. Dan setiap prasangka jika  berkawan dengan ketakutan hanya mampu bermuara pada ketidaktuntasan......

Terima kasih telah mengajari untuk menjadi dewasa, meskipun aku belum bisa...

#fiksi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun