Rintik hujan tengah malam penuh kelam. Tak ada cerita, hanya dentum halilintar kian mencekam. Namun keroncongan perut tak dapat disembunyikan. Nyaring berdendang, pertanda lapar masih meradang.Â
Saat orang lain tertidur pulas di tengah hujan deras. Masih kucoba berharap welas. Ada belas kasih tetangga yang menghampiri, memberi sesuap nasi dengan hati.Â
Hujan bertambah deras, gemuruh-luruh membanjiri gubug lusuh. Dingin dan sunyi menyelimuti diri, tanpa keluarga hanya seorang diri. Ya, seorang diri ditinggal mati.Â
Sesekali geludug bersahutan datang silih berganti. Rintik hujan pun tak sudi berhenti. Bercucuran bagai tangis si miskin yang menahan lapar di tengah sepi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H