Peringatan maulid Nabi Muhammad SAW serentak dilakukan oleh umat Islam di seluruh penjuru dunia, khususnya di bulan rabiul awal ini. Ya, bulan dimana Baginda Rosulullah SAW dilahirkan di kota Makkah dengan segala keistimewaan dan kemuliaannya. Bulan ini menjadi bulan yang mulia, bulan yang dinantikan untuk memperingati, memuliakan dan merayakan kelahiran makhluk yang paling mulia, yakni Nabi Muhammad SAW.Â
Ada banyak cara memperingati hari kelahiran Nabi. Salah satunya yang lazim dilaksanakan di kampung dan di kota, di beberapa surau, masjid dan musholla, yakni dengan membacakan biografi, sejarah, riwayat hidup sang Nabi yang tertulis dalam beberapa kitab maulid, seperti maulid Ad Daylsmi, maulid Al Barzanji, maulid Diba'i, maulid Simtud Duror serta kitab maulid lainnya.Â
Secara umum, membaca beragam kitab maulid merupakan hal yang mulia, karena di dalam kitab maulid juga terangkai beraneka sholawat nabi. Sedangkan orang yang membaca sholawat, sekali saja, maka sepuluh kali baginya kebaikan. Padahal dalam kitab maulid terdapat banyak untaian sholawat Nabi. Maka makan banyak pula kebaikan yang akan didapat bagi para pembacanya.Â
Satu hal penting, selain membaca sejarah dan riwayat hidup nabi, pada peringatan maulid Nabi hendaknya kita juga bisa mengambil hikmah lebih dari Akhlak mulia Nabi. Yaitu meneladani sifat dan perilaku Rosulullah SAW. Meski belum bisa seratus persen, minimal bisa lima puluh, tiga puluh, dua puluh bahkan satu persen sekalipun. Yang terpenting ada keniatan diri untuk selalu berusaha mencontoh perilaku bagi nabi.Â
Sebagai contoh kecil yakni mencontoh dan meneladani akhlak Nabi dalam konteks bertetangga, bermasyarakat dan berbangsa.Â
Pertama, meneladani Rosulullah dalam konteks kehidupan bertetangga. Rosulullah selalu menjaga hubungan baik dengan sesama tetangganya.Â
Baik dengan tetangga yang muslim maupun non muslim. Rosulullah sangat menghargai tetangganya. Seperti dalam membuat pembuangan limbah keluarga. Tetangga selalu diminta dan diajak rembug bersama. Termasuk tidak mengganggu ketentraman dan ketenangan sesama tetangga.Â
Kedua, mencontoh Nabi dalam hidup bermasyarakat. Rosulullah mengedepankan akhlak mulia dari pada ilmu. Sehingga para musuhnya pun mengakui keluhuran budi pekertinya. Selain itu, kejujuran diri menjadi karakter Rosulullah yang sulit kita temui di zaman sekarang ini. Rosulullah senantiasa bisa bergaul dengan siapa saja, tak memandang latar belakang, strata dan profesi seseorang.Â
Ketiga, meneladani Rosulullah dalam konteks kebangsaan. Beliau selain pribadi yang mulia juga ternyata sosok yang begitu cinta terhadap tanah kelahirannya. Karena tanpa tanah kelahirannya, apa jadinya seseorang. Maka cinta terhadap tanah kelahiran, tanah air juga bagian dari ajaran Rosulullah SAW.Â
Termasuk menjaga kondusifitas tanah air, tanah kelihiran juga tersirat pada sikap Rosulullah. Karena bila tanah air yang kita tempati, kita diami tidak kondusif, penuh dengan peperangan, perselisihan, tentu berimbas pula pada kondisi keberagamaan yang tidak kondusif. Mau ibadah ini, itu, seolah tidak tenang, karena di tengah kondisi yang tidak kondusif.Â
Sesungguhnya meneladani akhlak mulia Rosulullah tidak terbatas untuk pribadi masing-masing, tetapi bisa juga diterapkan dalam berbagai sendi kehidupan, seperti beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.Â
Imam Chumedi, KBC-28
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H