Dari wejangan itulah saya memulai diri proses menulis. Minimal seminggu dua atau tiga kali saya membuat tulisan, kemudian saya kirimkan ke sebuah media cetak ternama di Yogyakarta. Ada beberapa rubrik yang waktu itu menjadi bagian proses menulis saya.Â
Pertama, yakni rubrik Sungguh-Sungguh Terjadi. Rubrik ini ringan, memuat tentang sesuatu yang betul-betul terjadi di sekitar kita, tetapi ada unsur unik, menariknya. Tulisannya bisasanya singkat, hanya beberapa kdlimat saja, seperti rubrik iklan kecil dan unik. Dari rubrik inilah saya sering mendapatkan honorarium, ya lumayan sih, untuk dua porsi makan atau bisa buat beli buku.Â
Kedua, rubrik Suara Mahasiswa. Tulisan saya waktu itu sering dimuat di rubrik ini. Selain prestisius, rubrik ini juga sebagai ajang mengasah kesabaran dan keuletan dalam proses menulis. Mulai dari sinilah saya semakin semangat menulis. Selain tulisan saya bisa tembus di media ternama, ternyata bagi beberapa dosen tertentu, menulis juga menambah nilai plus.
Seperti salah satu dosen Jurnalistik saya waktu itu. Namanya Hamdan Daulay. Ia menjanjikan kepada mahasiswanya yang mengikuti mata kuliahnya, akan diberikan nilai A, meski tak memenuhi seratus persen kehadirannya di kampus. Pokoknya asal bisa menulis, dan tulisannya bisa dimuat di media massa mana saja, serta mencantumkan almamater jurusan, fakultas dan ksmpusnya, dijamin nilainya bagus.Â
Hal itu saya buktikan sendiri. Setelah satu semester, tulisan saya bisa tembus ke beberapa media, saya kliping dan saya berikan kepadanya, langsung di akhir semester nilai mata kuliah jurnalistik saya adalah A+. Padahal beberapa kali pertemuan saya tidak masuk kuliah lho.
Tak berhenti sampai disitu. Biasanya tiap semester atau tiap tahun, fakultas memberikan reward kepada para mahasiswa yang tulisannya pernah di muat media massa, baik lokal maupun nasional. Dari situlah, saya bisa mendapatkan penghasilan tambahan. Bisa untuk tambah-tambah biaya kuliah atau untuk beli buku.Â
Selepas kuliah, saya masih terus menulis. Dan pada akhirnya saya mencoba menulis sebuah buku berjudul Ayun-Ayun Badan, Himpunan Syair Dan Siuran Jawa. Buku itu memuat puisi dan syair tembang sholawat gubahan berbahasa Jawa, khususnya dialek Brebes Tegalan.Â
Saya yang dulu juga pernah berjualan beragam buku, sedikit banyak tahu tentang royalti penulis dan bagi penerbit. Di Indonesia umunya, selama ini memang tergolong kecil, royalti bagi penulis. Dari pertimbangan dan pengalaman itulah, saya mencetak buku sendiri, mikir sendiri, modal sendiri serta menjual sendiri buku saya. Alhamdulillah cetakan pertama, ludes 1000 eksemplar.
Keberhasilan itu  tidak lain karena melalui proses menulis yang panjang, juga didukung dengan dengan wejangan para guru-guru kami, bahwa menulislah yang realistis, yang ringan dan laku dipasaran.Â
Imam Chumedi, KBC-28Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H