Tanggal 18 Oktober 2020 bertepatan dengan tanggal 1 Rabiul Awal 1442 H. Seperti biasa, tiap memasuki bulan Rabiul Awal atau lazim dikenal dengan bulan Maulid, umat Islam di seantero jagad merayakan bulan kelahiran Baginda Nabi Muhammad SAW. Salah satunya yakni dengan membacakan Sirah, sejarah, biografi Rasulullah yang tertulis dalam beberapa kitab seperti maulid Al barzanji, maulid diba'i, maulid Syarful anam, maulid simtud duror dan maulid-maulid lainnya.Â
Di beberapa daerah perayaan bulan kelahiran nabi, bahkan sudah ramai sejak awal hingga akhir bulan. Banyak tradisi yang sering diselenggarakan di bulan maulid tersebut. Seperti Grebeg Maulid, Pasar Maulid, Ziarah Maulud, Pengajian Muludan dan beragam acara lainnya yang tentu mengundang orang banyak ikut meramaikannya.Â
Persoalannya, Peringatan Maulid kali ini, pemerintah masih menetapkan kondisi pandemi covid-19. Tentu hal ini menjadi satu dilema besar masyarakat kita, khususnya warga muslim yang sudah terbiasa merayakannya. Beberapa paniti Peringatan Hari Besar Islam, jauh-jauh hari sudah membatalkan agenda pengajian Akbar, demi mematuhi anjuran pemerintah, yakni tidak berkerumun di masa pandemi.Â
Beberapa desa yang tiap Maulud mengadakan pertunjukan wayang, sebagai adat budaya sesepuh terdahulunya, terpaksa kali ini harus mengurungkan niatnya. Kekecewaan warga lebih baik dirasakan sementara, dari pada nantinya terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, dan menabrak aturan yang sudah ada.Â
Majlis-majlid maulidurrosul pun sepertinya galau, terbagi menjadi dua kubu. Ada yang mematuhi aturan pemerintah dengan tidak menggelar perayaan maulid, namun ada pula yang berkeyakinan baik, tetap mengadakan meski dalam ruang dan lingkup yang sangat terbatas, mematuhi protokol kesehatan serta dilaksanakan dalam waktu yang singkat.Â
Sebut saja, salah satu ponpes ternama di Brebes. Yakni ponpes Assalafiyah Luwungragi. Mulanya telah beredar akan diselenggarakan maulid Akbar yang akan dihadiri Maulana Al Habib Lutfi bin Ali bin Yahya dari Pekalongan pada 18 Oktober, besok. Bahkan direncanakan sebelumnya akan digelar kirab Akbar, bazar, pasar rakyat selama seminggu.Â
Sontak, info ini pun menjadi informasi yang kontroversi di tengah pandemi. Apalagi info ini sudah beredar di awal bulan yang lalu. Namun selang beberapa waktu, muncul surat edaran resmi dari pengasuh ponpes Assalafiyah, perihal pembatalan acara tersebut.Â
Memang serba dilematis. Memaksakan diri mengadakan perayaan maulid Nabi di tengah pandemi, apalagi secara sembunyi-sembunyi, bisa-bisa berurusan panjang. Apalagi tidak mematuhi protokol kesehatan.Â
Di sisi lain animo masyarakat begitu tinggi dalam menyambut dan memuliakan bulan kelahiran Baginda Nabi besar Muhammad SAW. Dalam hal ini pemerintah harus hadir, memberikan solusi terbaiknya. Jangan sampai pembatasan kerumunan maulid menjadi isu yang bisa digoreng pada oknum tertentu, demi menghasut pemerintah sebagai rezim anti maulid.Â
Narasai pembenturan diri atas pelarangan kegiatan perayaan maulid dengan ketundukan pada aturan pemerintah dalam rangka pencegahan penyebaran virus Corona, pasti akan muncul di telinga bahkan di mimbar, panggung ceramah. Ulama harus bisa menyejukkan umat di tengah pandemi. Begitu pula pemerintah harus menghargai dan memberikan solusi terbaik dalam konteks ini.Â
Masyarakat yang baik juga harus sadar diri, bahwa tak selamanya perayaan itu harus dirayakan dengan kapasitas besar. Kondisi bangsa yang tengah dilanda pandemi dan resesi, setidaknya menjadi bahan pertimbangan untuk menggelar perayaan maulid dalam lingkup yang sederhana, tetapi tidak mengurangi makna. Yaitu meneladani Rasulullah SAW.
Imam Chumedi, KBC-28Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H