"The experience is the best teacher", pengalaman adalah guru yang terbaik. Semua orang mengakui hal itu. Begitu juga dengan Deres Dede Fatmawati, perempuan 40 tahun kelahiran desa Pebatan ini sudah mengenyam banyak pengalaman menjadi salah seorang karyawan pembuat kue. Jika anda tinggal di daerah Brebes dan sekitarnya, pasti tidak asing lagi dengan Swalayan SARI MULYA. Ya, disitulah Ibu Deres menimba pengalamannya sebagai seorang karyawan, khususnya dalam pembuatan kue bolu, roti dan sejenisnya. Cukup lama, 10 tahun lamanya.
Sebagai salah seorang karyawan setia, Deres pun mendapatkan perhatian khusus dari bosnya, selain dianggap seperti saudara sendiri, Deres beberapa kali ditawari untuk disekolahkan khusus perihal tata boga. Namun ia menolaknya. Sampai akhirnya, bosnya memanggilkan Chef khusus untuk mengajari Deres pembuatan aneka kue dan roti. Pengalaman berharga itulah yang akhirnya menjadi modal utama, ia berusaha sendiri dan terus berkembang seperti sekarang ini.
Pasca menikah, Deres tak lagi menjadi karyawan pembuat roti, ia berusaha merawat anaknya yang masih kecil dengan baik dirumah, sambil merawat Uwa'nya. Kini gliran suaminya yang masuk menggantikan dirinya. Bosnya, menerima suami Deres dengan baik, karena melihat perangai baik seorang Deres. Suaminya dipercaya bosnya sebagai supir pengantar beragam barang dan makanan hingga sekarang.
Suami Deres bernama Rowi, ia seorang suami yang hebat. Selain rajin bekerja, ia juga sosok suami yang pandai mengatur keuangan dan rajin menabung. Deres merasa sangat terbantu dengan perangai suaminya yang justru lebih matang dalam perhitungan keuangan keluarga. Sampai-sampai keuangan keluarga yang mengatur suaminya, semuanya. Mulai dari uang saku anak, bayar sekolah, uang jajan sampai kebutuhan keluarga, listrik dan sebagainya.
"Jujur, semua yang ngatur suami, karena memang saya akui, saya kadang banyak tergiur, ingin beli ini, ingin beli itu. Saya hanya fokus produksi jajanan dan mengatur keuangan usaha saja." ungkap Deres.
Rowi, laki-laki asal Sigentong itulah yang menjadi penyemangat hidup dan usaha bagi seorang Deres. Saat malas tiba, Deres diingatkan suaminya untuk tetap semangat dalam berusaha. Rowi bahkan memberikan jalan keluar untuk usahanya. Sebelum berangkat ke Swalayan, Rowi dengan senang hati mengantarkan kue-kue buatan istrinya ke pangkalan tempat bertemunya para bakul jajanan. Hingga kini tercatat ada sekitar 17 bakul yang rutin berlangganan kue buatan Deres, tiap harinya.
Uang PKH-nya sejak saat itu tak ia gunakan sepenuhnya untuk pendidikan anaknya. Justru bantuan PKH yang ia dapat, dibagi pula dengan anak yatim, dan Uwa'nya. Deres merasa senang bisa berbagi dengan orang lain, meski hanya sedikit. Kebutuhan untuk keluarganya masih bisa ia cukupi dari honor suaminya dan usahanya saat itu. Bahkan keinginannya untuk mundur dari PKH sebenarnya sudah terbesit sejak tahun 2018, namun orang tuanya masih saja membebaninya agar tak mundur. Deres pun tak enak hati, hingga akhirnya baru tahun 2020 ini ia mantap keluar dari PKH, itu pun sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan orang tuanya.
Setelah keluar sebagai karyawan dari bosnya, Deres tak lantas lupa daratan dengan kebaikan bosnya. Ia tak buru-buru banting setir menggenjot usahanya dengan modal ilmu yang didapatnya, dahulu sewaktu jadi karyawanan jajanan. Â Apalagi memasukkan kue bolu buatannya di Swalayan bosnya, tidak. Namun takdir mungkin sudah berpihak padanya.
Suatu saat, ada orderan bolu kukus di Swalayan tersebut, sedang pengisi rutin bolu, sepertinya sedang berhalangan tak menitipkan kuenya. Peluang bagus itu langsung disambar, suaminya, Rowi. Dengan optimisnya, Rowi menawarkan kepada bosnya, agar orderan tersebut bisa digarap oleh istrinya. Bosnya pun mengiyakan. Akhirnya Deres pun terpacu semangat usahanya. Dan ternyata hasilnya memuaskan.
Bolu kukusnya kini banyak digemari para pelanggan Swalayan tersebut. Padahal jika kita lihat sendiri, di Swalayan tersebut setidaknya ada 4 jenis kue bolu yang hampir sama. Namun Deres yakin kepada Allah SWT. Rizki itu sudah ada yang mengaturnya. Hingga kini, pesanan bolunya terus ada. Bahkan bolu kukusnya kini laris-manis terjual, melebar kepada bakul jajanan di beberapa desa.
Usaha bolunya, dijalani santai tapi pasti, tidak ngoyo. Dirinya juga menyadari tak hafal dan tidak terlalu gandrung kepada media sosial. Waktunya lebih banyak dimanfaatkan untuk mengurusi keluarga dan usahanya. Keyakinannya akan semua rizki dari Allah, membuatnya semakin yakin bahwa tanpa gencar promosi pun, pelanggan akan datang, tahu dengan sendirin terbilang mantap. Terlebih kue buatan Deres betul-betul mengutamakan kualitas. Gulanya asli, gula merah, tak memakai bahan pewarna dan pengawet makanan, rasanya pu pas-mantap.
Usaha Deres semakin tahun semakin berkembang. Ia termasuk orang yang ulet. Bahkan prinsip usahanya cukup keras. Selama ia bisa lakukan sendiri, kenapa harus meneggunakan tenaga orang lain. Bukankah akan tambah biaya? Deres justru "keras" dalam menanamkan jiwa kewiraushaaan kepada kedua putrinya. Kedua putrinya dididik dengan nafas kewirausahaan agar mampu membuat kue. Deres berfikir bahwa seorang perempuan juga harus punya usaha sendiri, tak boleh bergantung pada penghasilan suami. Kehidupan tiada pasti. Jodoh tak ada yang tahu. Maka sudah sepatutnya seorang perempuan tak bergantung penuh pada penghasilan sang suami.
Deres menggambarkan, Jika uang suami adalah untuk anak dan istri. Apa jadinya jika seorang istri yang juga adalah anak perempuan, ingin memberikan uang kepada orang tuanya, tetapi uang itu dari hasil suaminya? Apalagi ketika diberikan tanpa sepengetahuan sang suami?. Bolehkah, halalkah? Inilah yang memotivasi dirinya untuk bisa juga menghasilkan uang dari keringatnya sendiri, bukan dari suami. Dengan uang yang dihasilkannya sendiri, Deres juga bisa berbagi dengan orang tua, dengan Uwa'nya yang kini sudah lansia tak memiliki anak. Dengan penghasilannya sendiri, Deres bisa leluasa memenuhi kebutuhan bahkan keinginan lainnya.
Deres mengajari anaknya untuk selalu bekerja keras. Anak pertamanya, yang kini di bangku kelas 3 SMA, sudah bisa diajak kerjasama, terutama ketika ada pesanan aneka kue dalam jumlah banyak. Begitu juga anak keduanya, Meski baru berumur 8 tahun, ia sudah bisa membantu orang tuanya, mengaduk adonan dan membuat kue bolu. Deres mengajarkan kewirausahan sejak dini. Bahakn Deres berencana menguliahkan anak pertamanya nanti dengan syarat, disamping kuliah, ia juga harus nyambi kerja. Tanpa itu, Deres tak akan memenuhi kebutuhan kuliahnya. "Hidup itu keras, hidup itu butuh perjuangan" katanya.
Rasa keingintahuan seorang Deres cukup tinggi. Sesekali ia memesan buku-buku resep makanan dan aneka kue kepada saudaranya yang bekerja di percetakaan buku ternama, di Jakarta. Kadang Deres juga melihat praktek pembuatan kue di Youtube. Hal itu hanya sekedar pengetahuan saja, karena menurut pengalamannya, tutorial yang ada di Youtube pun tak semestinya sesuai dengan praktek di lapangan. Maka terkadang Deres mencampurkan pengalamannya dengan pengetahuannya. Diramunya dengan insting usahanya, hasil lah kue yang enak dan banyak disukai pelanggan.
Sejak pandemi Corona, Deres mengakui omsetnya menurun. Beragam pesanan snack, hampir off. Semua dikarenakan adanya himbaun tak boleh mengadakan kegiatan berkerumun. Pesanan snack untuk arisan, perkantoran maupun jamiyahan atau pengajian selama pandemi, sepi. Hanya ada satu-dua, itu pun dalam jumlah kecil. Namun Deres tak patah arang. Ia tetap bersabar dan bersyukur serta menikmati apa yang ada.
Pandemi Corona memberikan hikmah besar bagi kehidupan religinya. "Mungkin ini peringatan agar saya lebih dekat dengan Allah SWT. Dengan pandemi ini, orderan memang sepi, tetapi taraweh saya kemarin, malah full. Tak seperti biasanya, jika sebelum Corona, hampir di pertengahan taraweh ke atas, saya sudah repot dengan pesanan".
Imam Chumedi, KBC-28
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H