Dibelinya beberapa kain dari uang PKHnya, 300 ribu rupiah. Tanpa basic, tanpa ragu, Bastiatun dengan suaminya belajar otodidak membuat sprei dari Youtube dan internet saja. "Tak ada guru, tak ada pemberi modal. Kami nekad dan otodidak saja". Ujar Wiryono, suami Bastiatun.
Iseng-iseng ia upload di status WhatsApp dan Facebook. Ternyata mampu menarik simpati banyak teman untuk membelinya. Karena awal usaha, Bastiatun kurang perhitungan dan kurang pengetahuan. Spreinya laku terjual, tetapi ia masih rugi.
Dari pengalaman pertamanya lah, akhirnya ia semakin belajar banyak. Bastiatun menelaah bahwa dalam usaha itu tak cukup hanya bisa memproduksi saja, tetapi harus teliti dan pandai menghitung operasional, sehingga takkan menjumpai kerugian.Â
Perlahan tapi pasti, sembari menekuni jahitannya melaui otodidak di media sosial, Bastiatun mulai berfikir mencari aneka bahan yang murah dan beragam motif yang menarik. Ia seorang yang cerdas. Baginya, semakin banyak motif sprei yang menarik, maka peluang dan minat pembeli akan semakin banyak.
Dipilihlah, Pasar Tegal Gubuk Cirebon sebagai lokasi belanja bahan-bahan spreinya. Lagi-lagi, karena awalan. Bastiatun kurang perhitungan. Diawal belanjanya ia menyewa mobil dengan temannya untuk berbelanja.Â
Ternyata, setelah dipertimbangkan kembali, belanja dengan menggunakan mobil justru mengeluarkan banyak ongkos. Untuk ongkos supir, mobil, bensin, belum lagi kalau mampir makan. Waktunya pun bisa sampai sore, apalagi kalau mampir kesana-kesini.Â
Dari situlah, Bastiatun berfikir realistis. Demi efisiensinya ongkos dan waktu, akhirnya ia putuskan setiap belanja ke Tegal Gubuk Cirebon, cukup dengan mengendarai motor, berdua dengan suaminya. Ternyata lebih irit, lebih cepat. Tak banyak ongkos dan waktu yang terbuang.
Mereka saat itu berbagi tugas, Bastiatun sang istri bertugas memotongi bahan, sedang suami yang menjahitnya. Tak disangka, dalam kurun lima bulan berjalan, pesanan pun berdatangan. Sampai akhirnya Bastiatun kewalahan menerima orderan.
Dengan semakin banyaknya orderan, Bastiatun dan suaminya yang juga bekerja sebagai security sebuah kantor, akhirnya memutuskan untuk berbagi dengan orang lain. Tenaganya tak mampu mengerjakan segudang orderan.Â