Ironinya, ada sebagian jamaah yang reaksioner, mencaci maki, mengumpat-ngumpat pengurus masjid, Ustadz atau Kyai perihal tak ada taraweh berjamaah dan Jumatan di Masjid. Mereka dengan lantang mencaci, meganggap bahwa para ulama kini sudah pada takut akan Corona, bahkan takut akan kematian. Ulama dianggap suadah buta-mata nuraninya. "Berhenti saja jadi pemuka agama!". Sungguh, hal yang tak pantas dilakukan.
Padahal, konteksnya sungguh sangat jelas, di tengah wabah yang berbahaya. Pun sudah dikuatkan dasar dan dalil-dalil yang kuat dari para Ulama. Namun fanatisme beragama serta keyakinan pribadi jamaah memang tak bisa disamaratakan. Maka himbauan itu pun abai begitu saja. Banyak yang mengabaikan, tetapi ada yang pula mengindahkan walaupun penuh dengan keterpaksaan dan keragu-raguan.
Dalam situasi semacam inilah, kita semua harus sadar dan terpanggil. Bahwa sesungguhnya himbaun perihal tata pelaksanaan ibadah di bulan suci Ramadahan di masa pandemi Corona, semata-mata bertujuan baik, bukan menghalangi seseorang untuk beribadah, tetapi lebih pada pencegahan.Â
Himbaua ini harus dibumikan, bukan semata-mata tugas Ulama dan Umaro saja, melainkan semua pihak pun bertanggung jawab demi keselamatan jiwa seluruh bangsa. Semoga ilmu dan mata hati kita masih terbuka sehingga bisa arif menyikapi edaran maupun himbaun ini.
Imam Chumedi, KBC-028
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H