Malamku begitu panas. Sepanas suhu pasca pemilu. Tapi kini menjadi adem. Gara-Gara se cangkir teh.
Secangkir teh melupakan kami akan 01 dan 02. Apalagi saat aku sruput teh buatannya. Ahh..., pas rasanya, pas banget buketnya. Sebuket persaudaraan kami sebelum pemilu.
Gara-gara se cangkir teh, bertamu jadi tak ingat waktu. Gara-gara secangkir teh, mertua-menantu rukun tak berseteru. Gara-gara secangkir teh, anak-cucu bisa ketemu.
Oh, se cangkir teh. Kau lambang keikhlasan, kebaktian seorang istri pada suami. Secangkir teh, lambang penghormatan, lambang persahabatan, juga simbol keakraban.
Gara-gara secangkir teh, sejenak problema hidup larut bagai gula dengan teh. Serasa nikmat. Tak lagi kupermasalahkan, mana manisnya gula dan mana pahitnya teh yang sesungguhnya.Â
Semua itu, gara-gara secangkir teh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H