Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia saat ini terus mengalami pertumbuhan di berbagai sektor. dari mulai hulu di sektor industri keuangan syariah hingga hilirsasi di industri halal. Berbagai strategi baik yang diinisiasi komunitas masyarakat, forum civitas akademika, praktisi & pengusaha, hingga korporasi dan pemerintah turut menyemarakkan inovasi dalam aktifitas ekonomi secara luas.
Pemerintah sebagai aktor yang memiliki pengaruh efektif terhadap laju ekonomi syariah juga melakukan upaya upaya untuk mendorong percepatan pertumbuhan dengan membentuk gugus tugas penting seperti Komite Nasional Ekonomi & Keuangan Syariah (KNEKS) dimana setahun belakang ini juga semakin massif gerakannya, melalui Presiden yang ditindaklanjuti Wakil Presiden juga turun menginisiasi Komite Daerah Ekonomi & Keuangan Syariah (KDEKS) di tingkat Provinsi.
Salah satu program kerja  yang dinilai sebagai pengembangan vital Ekonomi Syariah adalah upaya sertifikasi halal. Secara kelembagaan formil upaya ini sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1989 melalui LPPOM -- MUI yang mana sepanjang perjalanan lembaga ini sifat dari sertifikasi halal adalah kesukarelaan (voluntary) dari pelaku usaha yang memerlukan.
Seiring perjalanan waktu, tuntutan industri, perkembangan pasar, dan kesadaran dari konsumen akan isu halal dan haram pada produk yang mereka konsumsi, melalui Undang Undang Nomor 33 Tentang Jaminan Produk Halal tahun 2014 menjadi babak baru dalam perjalanan sertifikasi halal menjadi bersifat wajib (mandatory) utamanya bagi pelaku usaha yang mengedarkan produknya di Indonesia.
Setelah undang undang tersebut terbit secara simultan, pada tahun 2017 juga berdiri lembaga yang menjadi perpanjangan tangan pemerintah secara teknis menyelenggarakan aktifitas terkait sertifikasi halal di Indonesia, yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang saat ini berada di bawah Kementerian Agama Repulik Indonesia. Secara umum, skema sertifikasi halal yang sudah disosialisasikan kepada masyarakat adalah skema regular dan self declare.
Skema reguler secara umum sudah dipraktikan sebagai salah satu metode pelayanan sertifikasi halal yang dilakukan oleh LPPOM --MUI dimana pemeriksaan dilakukan secara komperehensif oleh LPPOM --MUI sebagai pemeriksa melalui Auditor Halal kepada pelaku usaha secara langsung atau dalam hal ini jika perusahaan memiliki Auditor Internal (Penyelia) halalnya. dengan pengecekan, pemeriksaan, dan pengujian akan indikator baik dari zat, proses, dan kelengkapan administrasi manajerial lainnya. yang mana hal ini juga diadopsi oleh BPJPH dengan berbagai pengembangan.
Skema ini tentu memiliki tantangan tersendiri, dengan alur proses nya yang holistik tentu juga akan berdampak pada unit cost dalam praktik sertifikasinya, sehingga terjadi kecenderungan biaya sertifikasi yang belum afirmatif untuk karakter pelaku usaha tertentu, seperti di layer pelaku usaha Mikro dan Kecil
Memahami hal tersebut, BPJPH dalam rangka meningkatkan eskalasi produk halal di Indonesia membuat skema self-declare. Melalui skema ini, pemerintah berupaya mengakomodir pelaku UMK yang mana proses sertifikasi halalnya diperuntukkan untuk produk yang tidak beresiko dan menggunakan bahan yang sudah dipastikan kehalalannya dengan proses produksi yang juga secara sederhana. Sehingga dengan bahasa lain proses sertifikasi halal ini adalah berdasarkan pernyataan pelaku usaha berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2021dan PMA Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Sertifikasi Halal Bagi Pelaku UMK.
 Dalam perjalanannya skema sertifikasi halal self-declare ini dari terbitnya aturan hingga akhir tahun 2023 ini telah berperan penting memberikan insentif kepada pelaku UMK untuk mengurus sertifikat halalnya secara gratis. Animo ini tercatat dari rilis yang dikeluarkan BPJPH pada 23 Oktober 2023 sudah 2.100.336 produk usaha berskala mikro yang bersertifikat halal dan 182.968 usaha skala kecil. Tentunya hal ini berdampak sebagai nilai tambah bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produknya.
Jika merefleksikan proses sertifikasi halal skema self declare yang  alur prosesnya dengan mengintegrasikan beberapa data yang sudah ada  seperti NIB dan NIK, ditambah dengan informasi produk mulai dari bahan, kemasan, bahan pembersih (cleaning agent), foto produk, dan proses produk dan komitmen/pernyataan.
Secara bertahap, pelaku usaha memproses produk yang ingin disertifikasi halal melalui portal ptsp.halal.go.id atau bisa melalui aplikasi SIHALAL yang ada di playstore dan superapp Kementerian Agama yaitu PUSAKA. Akan tetapi secara umum portal pertama yang sudah awam digunakan. Pelaku usaha tinggal membuat akun di portal tersebut dengan mengisikan data yang dibutuhkan, yang paling utama adalah pelaku usaha jangan salah memilih role sebagai pelaku usaha atau business actor.